Pegawai “Kunci”, Tak Dapat Mangkir Seenaknya

LEGAL OPINION
Question: Ada “backbone employee” yang sudah beberapa hari tak masuk kerja, mangkir tanpa kabar. Pegawai ini bukan “suporting emplooyee” yang peran tugasnya dapat digantikan karyawan lain dengan mudah. Jalannya operasional perusahaan terhambat, hanya karena pegawai satu ini mangkir seenaknya tanpa kabar berita. Apa bisa dipecat untuk saya ganti dengan pegawai baru?
Brief Answer: Bisa saja, namun masuk dalam kategori pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan kualifikasi “efisiensi usaha”, dengan konsekuensi berupa kompensasi PHK berupa hak-hak normatif Pekerja / Buruh dimana perhitungan pesangon ialah 2 (dua) kali ketentuan normal.
PEMBAHASAN:
Kaedah demikian dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 955 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 30 November 2016, perkara antara:
- PT. MINCON INDO RESOURCES, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- LISBET SIREGAR, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat merupakan Pekerja Tetap sejak tahun 2008 dengan jabatan Loader Operator. Tanggal 24 Juni 2015, Penggugat diberi Surat Peringatan II (SP2), dimana Penggugat dianggap telah melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan. Penggugat berkeberatan telah diberikan SP II dan menolak untuk menandatangani Surat Peringatan tersebut.
Atas diterbitkannya Surat Peringatan ke-2 oleh Pengusaha, Penggugat melaporkan perbuatan Tergugat ke Kantor Dinas Tenaga Kerja untuk dimediasi oleh Mediator Perselisihan Hubungan Industrial, namun tidak membuahkan hasil, dimana pihak Pengusaha tetap menginginkan memberi SP2 dan pekerja menolak, sehingga tidak tercapai kesepakatan hingga masing-masing pihak meminta agar dibuatkan Anjuran.
Tanggal 30 Juli 2015, Mediator Disnaker menerbitkan Anjuran tertulis, dimana terhadapnya Penggugat menolak oleh karena pihak Pengusaha / Tergugat hanya menginginkan agar Penggugat diberikan Surat Peringatan 2 (SP2), sehingga seharusnya pihak Mediator menganjurkan Penggugat untuk menerima SP2 tersebut guna menghindari PHK, dan apabila Pengusaha menolak seharusnya pihak Mediator menerapkan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dimana pihak perusahaan diasumsikan melakukan pengurangan tenaga kerja / efesiensi.
Bila sebenarnya Tergugat ingin melakukan PHK terhadap Penggugat, Penggugat tidak mempermasalahkan, sepanjang diberikan kompensasi berupa Pesangon dua kali ketentuan sesuai Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dimana pihak Tergugat dinilai melakukan efesiensi pegawai.
Disamping itu, sejak Penggugat di-PHK secara sepihak oleh Tergugat, Penggugat sudah tidak menerima Upah/Gaji sehingga Penggugat meminta agar Tergugat membayarkan Gaji/Upah selama proses. Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Samarinda kemudian menjatuhkan putusan Nomor 61/Pdt.Sus- PHI/2015/PN.Smr., tanggal 8 Maret 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus karena Pemutusan Hubungan Kerja sejak putusan ini diucapkan.
3. Menghukum Tergugat membayar secara tunai dan sekaligus Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Perumahan dan Perobatan serta Uang Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp53.149.100,00 (lima puluh tiga juta seratus empat puluh sembilan ribu seratus rupiah);
4. Menghukum Tergugat membayar Upah/Gaji selama 6 (enam) bulan dari bulan Juni 2015 sampai dengan Nopember 2015 sebesar Rp2.326.000,00 x 6 bulan = Rp13.956.000,00 (tiga belas juta sembilan ratus lima puluh enam ribu rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi karena hanya bersedia diberikan 1 kali ketentuan pesangon, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 28 Maret 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Termohon Kasasi/Penggugat melakukan pelanggaran indisipliner yaitu tidak masuk kerja tanpa adanya keterangan yang sah selama 2(dua) hari, yang mana ketidak-hadiran Termohon Kasasi/Penggugat tersebut berpengaruh terhadap proses loading, karena Termohon Kasasi/Penggugat bertugas selaku Loader Operator di perusahaan Pemohon Kasasi/Tergugat;
- Bahwa akibat pelanggaran tersebut Termohon Kasasi/Penggugat di PHK sejak tanggal 24 Juni 2015, namun PHK tersebut bertentangan dengan Pasal 151 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Bahwa oleh karena Pemohon Kasasi/Tergugat tetap ingin melakukan PHK terhadap Termohon Kasasi/Penggugat, maka sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka Termohon Kasasi/Penggugat di PHK karena efisiensi dan wajib membayar Uang Pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan Upah Proses selama 6 (enam) bulan serta THR tahun 2015;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. MINCON INDO RESOURCES tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. MINCON INDO RESOURCES tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.