Pailitnya Pengusaha Tidak Melahirkan Upah Proses

LEGAL OPINION
Tiadanya Lagi Pokok Pekerjaan, Berlaku Asas “No Duty No Paid”
Question: Jika perusahaan pailit, apa pekerja bisa memperjuangkan upah proses dengan mengajukan gugatan?
Brief Answer: Tidak bisa. Pailitnya Pengusaha dimaknai sebagai putusnya hubungan kerja (PHK) demi hukum, sehingga karena Pengusaha tidak lagi memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum dalam dunia niaga / bisnis, praktis tiada lagi operasional yang membutuhkan tenaga Pekerja / Buruh, mengingat pula Kurator yang kini bertanggung jawab melakukan pemberesan dan likuidasi—dengan demikian berlaku asas no duty no paid.
Jika Kurator telah mencatatkan nilai kompensasi pesangon terhadap para Pekerja yang dimasukkan sebagai klasifikasi “Kreditor Preferen / Istimewa” akibat PHK yang bersumber dari kepailitan sesuai dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan, maka tidak perlu memboroskan waktu dengan melakukan upaya hukum.
Dalam suatu konstruksi hubungan industrial, terdapat tiga elemen yang bersifat kumulatif, yakni: perintah, pekerjaan, dan upah. Karena unsur “pekerjaan” sudah tidak lagi tersedia, maka sejatinya Upah Proses tidak lagi relevan untuk dimintakan ataupun dikabulkan—sama seperti ketika Pengusaha melakukan PHK karena “gulung tikar”.
Sebaiknya hal yuridis tersebut juga menjadi pertimbangan kalangan Pekerja / Buruh ketika berencana untuk mempailitkan Pengusaha yang tidak memberikan hak-hak normatif para Pekerja, karena jika permohonan pailit dikabulkan Pengadilan Niaga, sama artinya memasung Upah Proses.
PEMBAHASAN:
Yang perlu kita pahami, tugas seorang Kurator ialah untuk melikuidasi, bukan untuk mengurus. Guna memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa ketenagakerjaan terkait kepailitan register Nomor 498 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 27 Juli 2016, perkara antara:
- KURATOR PT. HENRISON IRIANA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- ROBBY TUHUMURY, selaku Termohon Kasasi semula Penggugat.
Penggugat dalam perkara terpisah sebelumnya telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Manokwari dalam Perkara Nomor 15/Pdt.Sus-PHI/3014/PN.Mnk. atas nama Penggugat melawan PT. Henrison Iriana, dimana pada 20 Februari 2015 PHI menjatuhkan putusan: menyatakan gugatan Penggugat gugur demi hukum berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dikarenakan PT. Henrison Iriana telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Makassar dalam Perkara Nomor 02/Pdt.Sus.Pailit/2014, pada tanggal 13 November 2014.
Penggugat mendalilkan, walaupun telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Makassar, namun hingga saat ini PT. Henrison Iriana (dalam pailit) masih tetap beroperasi dan kegiatan produksi masih tetap berjalan seperti biasa dibawah pengawasan Kurator.
Oleh karenanya kini Penggugat mengajukan gugatan kepada sang Kurator PT. Henrison Iriana. Pasal 95 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur, dalam hal Pengusaha dinyatakan pailit atau dilikuidasi, maka upah dan hak-hak lainnya dari Pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
Penggugat selama ini bekerja pada Pengusaha sebagai staf personalia, dengan masa kerja selama 23 tahun. Sengketa bermula bukan akibat PHK yang timbul akibat pailitnya Pengusaha, namun Pengusaha saat sebelum jatuh pailit ada mengeluarkan surat skorsing kepada Penggugat, karena Penggugat dinilai telah melakukan pelanggaran berat yaitu mencemarkan nama baik perusahaan terkait aduan yang disampaikan Penggugat selaku Pekerja kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Sorong tanggal 17 Februari 2014.
Tanggal 2 Mei 2014, atau kurang lebih satu setengah bulan setelah Penggugat menerima surat skorsing atas tuduhan pencemaran nama baik sedang dalam proses penyidikan oleh penyidik kepolisisan, Tergugat secara sepihak kemudian melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Penggugat melalui suratnya, yang menyebutan bahwa hak-hak Penggugat akan diselesaikan sesuai ketentuan yang berlaku namun sampai saat gugatan ini didaftarkan Tergugat belum membayar hak-hak Penggugat.
Namun karena PHK yang terjadi ialah secara sepihak, maka Penggugat memandang PHK belum secara yuridis terjadi, sehingga berhak atas Upah Proses hingga terdapat putusan pengadilan yang berwenang untuk memutus hubungan kerja.
Tanggal 19 September 2014, Penyidik Kepolisian Polres Kabupaten Sorong menerbitkan surat perihal: Pemberitahuan Perkembangan hasil Penyidikan yang isinya menjelaskan bahwa dari hasil penyidikan ternyata Penggugat tidak terbukti melakukan Pencemaran Nama Baik perusahaan seperti yang dituduhkan dan dijadikan dasar / alasan Pengusaha dalam melakukan PHK.
Pasal 155 Ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 mengatur bahwa, selama Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum menyatakan putus hubungan kerja, Pengusaha wajib mempekerjakan Pekerja seperti biasa dengan tetap membayar upah. Ketentuan itu memberi arti bahwa tiada PHK tanpa penetapan dari PHI, sehingga berlaku ketentuan mengenai Upah Proses.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Manokwari untuk selanjutnya menjatuhkan Putusan Nomor 4/Pdt-Sus.PHI/2015/PN.Mnk, tanggal 12 November 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Putusan Sela:
1. Mengabulkan tuntutan putusan sela Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan tindakan Tergugat membayar upah skorsing Penggugat 50% (lima puluh persen) tidak berdasar dan tidak beralasan hukum;
3. Menghukum Tergugat membayar kekurangan upah skorsing Penggugat 50% (lima puluh persen) saat mulai skorsing tanggal 21 Maret 2014 sampai dengan 20 April 2014 sebesar Rp1.121.710,00;
4. Menghukum Tergugat membayar kekurangan upah skorsing Penggugat 50% (lima puluh persen) upah skorsing tanggal 21 April 2014 sampai dengan 20 Mei 2014 sebesar Rp1.121.710,00;
5. Menghukum Tergugat membayar upah skorsing Penggugat sejak bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2015, yaitu 14 (empat belas) bulan upah sebesar Rp34.139.000,00 dengan perhitungan 14 x Rp2.438.500,00;
6. Menolak selain dan selebihnya;
Dalam Pokok Perkara:
1. Menyatakan Tergugat telah dipanggil dengan patut tetapi tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dengan verstek;
3. Menyatakan Hubungan Kerja antara Tergugat dan Penggugat putus sejak putusan atas perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
4. Menghukum Tergugat membayar Tunjangan Hari Raya tahun 2014 sebesar Rp2.438.500,00 kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Penggugat uang pesangon, uang penghargaan, uang perumahan/pengobatan dan cuti tahunan dengan perbaikan sebesar Rp48.648.075,00 sejak putusan atas perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
6. Menolak selain dan selebihnya.”
Pihak Kurator mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara seksama memori kasasi tanggal 27 November 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 23 Desember 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Manokwari tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan ketentuan Pasal 165 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 terhadap peristiwa hukumnya karena terbukti perusahaan Tergugat telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga;
- Bahwa namun demikian terhadap putusan Judex Facti dalam provisi sepanjang mengenai upah proses perlu diperbaiki dengan tidak memberikan upah proses dengan pertimbangan perusahaan Tergugat sudah dinyatakan pailit, maka tuntutan Penggugat dalam putusan sela patut untuk ditolak seluruhnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Manokwari dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi KURATOR PT. HENRISON IRIANA tersebut harus ditolak dengan perbaikan sebagaimana dalam amar putusan dibawah ini:
M E N G A D I L I :
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KURATOR PT HENRISON IRIANA tersebut;
2. Memperbaiki Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Manokwari Nomor 4/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Mnk, tanggal 12 November 2015, sehingga lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Dalam Provisi:
- Menolak permohonan Provisi Penggugat untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
1. Menyatakan Tergugat telah dipanggil dengan patut tetapi tidak hadir;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dengan verstek;
3. Menyatakan Hubungan Kerja antara Tergugat dan Penggugat putus sejak putusan atas perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
4. Menghukum Tergugat membayar Tunjangan Hari Raya tahun 2014 sebesar Rp2.438.500,00 (dua juta empat ratus tiga puluh delapan ribu lima ratus rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada Penggugat uang pesangon, uang penghargaan, uang perumahan / pengobatan dan cuti tahunan dengan perbaikan sebesar Rp48.648.075,00 (empat puluh delapan juta enam ratus empat puluh delapan ribu tujuh puluh lima rupiah) sejak putusan atas perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
6. Menolak selain dan selebihnya.”

Note SHIETRA & PARTNERS: Bukankah semestinya gugatan Penggugat diajukan ke hadapan Pengadilan Niaga dalam register “gugatan lain-lain” (kompetensi absolut) karena kedudukan sang mantan Pekerja sebagai Kreditor Preferen terhadap Pengusaha yang pailit?
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.