KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Kerancuan Hubungan Kerja Tenaga Outsourcing

LEGAL OPINION
Question: Sebagai pegawai outsource, saya hanya tahunya selama ini dikasih gaji oleh perusahaan outsource, dan bekerja dengan baik sesuai perintah kantor tempat dimana saya dipekerjakan (perusahaan pemberi kerja).
Mana saya tahu, apakah perusahaan outsource dengan kantor yang memakai tenaga saya itu, sudah legal atau belum perizinan alih dayanya. Saat ini saya mengalami sengketa dengan perusahaan. Yang bisa saya gugat siapa, apakah perusahaan outsource yang selama ini meng-gaji saya, atau kantor tempat saya dipekerjakan sehari-harinya?
Brief Answer: Dilematis memang, perlu kita akui, menjadi seorang Pekerja Outsourcing. Hubungan hukum antara unsur-unsur pekerjaan, upah, dan perintah, menjadi bias dan sarat instrumentalisasi hukum yang terselubung.
Prinsip sederhanya (meski praktiknya tidak semudah teori ini), ketika hubungan pekerja outsource dengan perusahaan outsourcing adalah sah menurut hukum—seperti berbentuk badan hukum yang pendiriannya telah disahkan oleh Kementerian Hukum (untuk badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas) atau Kementerian Koperasi (untuk badan hukum berbentuk Yayasan), serta telah mendapat izin kegiatan tenaga alih daya dari otoritas—maka hubungan hukum diasumsikan “murni” antara pekerja outsource dengan pihak perusahaan outsource.
Meski, secara de facto, sang pekerja dipekerjakan pada pihak pemakai jasa outsource, sehingga secara relevan unsur “pekerjaan” serta “perintah”, tidak turun secara langsung dari perusahaan outsource. Kecuali, bila ternyata hubungan hukum perusahaan outsource dengan pihak pemakai jasa tenaga outsource adalah tidak valid, barulah hubungan pekerja dinyatakan beralih kepada pengusaha pemakai tenaga outsource—dimana anehnya, perusahaan outsource menjadi dibebaskan sama sekali dari tanggung jawab, meski kesalahan sejatinya dilakukan oleh perusahaan outsource.
Mungkin maksud dibalik pembentuk undang-undang adalah baik, namun ketika implementasinya ternyata mengakibatkan “terlukanya” kepentingan pekerja outsource, maka dapatlah kita berkesimpulan: ada yang salah selama ini dengan konsep hubungan tenaga outsource dengan pemakai jasa outsource.
Namun guna mengantisipasi, ada baiknya menjadikan pihak perusahaan outsource dan pihak pengusaha pemberi pekerjaan sebagai Para Tergugat, yang nantinya apakah Majelis Hakim akan menilai siapa yang paling tepat untuk dibebani tanggung jawab, hakim cukup menunjuk salah satu pihak dari Para Tergugat untuk dibebankan tanggung jawab demikian, dimana yang terpenting gugatan telah mengakomodasi hakim untuk memilih, siapa yang sekiranya paling tepat untuk dibebani tanggung jawab.
Dalam teknik litigasi, terdapat asas pragmatis: lebih baik gugatan “kelebihan pihak”, ketimbang gugatan berisiko dinyatakan “kurang pihak”.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut dapat mencerminkan bagaimana kesalahan Pengusaha justru dimaknai sebagai merugikan kepentingan Pekerja, sebagaimana SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 232 K/Pdt.Sus-PHI/2014 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
- NORDIN, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- JUSTIN SIHOMBING, BE. DIREKTUR CV. RAMATIO MITRA SELARAS, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat adalah merupakan karyawan Tergugat, CV. Ramatio Mitra Selaras, telah bekerja sejak tahun 2007 yang ditugaskan sebagai tenaga security / satpam pada perusahaan yang ditunjuk oleh Tergugat.
Masa kerja Penggugat mencapai 5 tahun 5 bulan—Note SHIETRA & PARTNERS: Perhatikan, disinilah letak riskannya sebagai pekerja outsource, yakni ketika “demi hukum” sang Pekerja dinyatakan beralih hubungan hukumnya kepada perusahaan pemberi kerja, maka masa kerja tersebut pada perusahaan outsource akan hapus dan hangus. Suatu celah hukum yang rawan disalahgunakan sebagai bentuk penyelundupan hukum PHK terselubung sekaligus menghapus rekam masa kerja yang terkait hak atas pesangon.]
Tergugat terhitung mulai tanggal 31 Oktober 2012 telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dengan alasan hubungan kerja berakhir karena priode masa kerja yang disepakati dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) telah berakhir, meski PKWT bertentangan dengan Pasal 59 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga Perjanjian Kerja yang dibuat pihak Penggugat dan Tergugat menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Dikarenakan pihak Tergugat telah melakukan PHK terhadap Penggugat, maka Penggugat merasa dirugikan oleh karena itu Penggugat menuntut kompensasi sesuai Pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003.
Sementara itu pihak Tergugat mendalilkan, CV. Ramatio Mitra Selaras adalah perusahaan jasa penyedia tenaga kerja outsourcing untuk pihak ketiga (III), yaitu PT. BFI Finance Indonesia Tbk., khususnya tenaga outsourcing security (Satpam) di gedung kantor PT. BFI Finance Indonesia Tbk cabang Pangkalpinang.
Sebagai perusahaan jasa penyedia tenaga outsourcing, Tergugat, mempekerjakan/menempatkan Penggugat untuk bekerja sebagai tenaga Satpam di gedung kantor PT. BFI Finance Indonesia Tbk cabang Pangkalpinang sejak Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2012 sebagai tenaga outsourcing dengan periode masa kerja yang disepakati Perjanjian Kerja Waktu Tertentu setiap 6 bulan diperpanjang berdasar addendum atas permintaan pihak ke-tiga (III) yaitu PT. BFI Finance Indonesia Tbk.
Pada tanggal 15 Oktober 2012, PT. BFI Finance Indonesia Tbk selaku perusahaan yang menggunakan jasa outsource dari CV. Ramatio Mitra Selaras, mengajukan surat permintaan penggantian tenaga security atas Penggugat untuk digantikan dengan tenaga kerja security yang baru per-tanggal 01 November 2012, dengan alasan tenaga satpam atas nama Penggugat dikarenakan attitude/perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar PT. BFI Finance Indonesia Tbk.
Tergugat sebagai pihak yang menyediakan/mempekerjakan Penggugat sebagai tenaga Outsource Security pada PT. BFI. Finance Indonesia Tbk., tidak bisa memenuhi permintaan PT. BFI. Finance Indonesia Tbk karena tidak adanya personil lagi, sehingga pihak PT. BFI. Finance Indonesia Tbk sebagai user (Pemakai) tenaga outsource security tidak mau lagi memperpanjang kontrak kerjasama dengan CV. Ramatio Mitra Selaras sebagai perusahaan jasa penyedia tenaga kerja outsource, sehingga berimbas pada PKWT antara Tergugat dengan Penggugat.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Pangkal Pinang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 01/G/2014/PHI PN.Pkp, tanggal 4 Maret 2014, dengan amar sebagai berikut:
1. Menerima eksepsi dari Tergugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).”
Sang Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung bersikap konservatif dengan membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 21 Maret 2014 dan kontra memori kasasi tanggal 7 April 2014 dihubungkan dengan pertimbangan judex facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pangkal Pinang tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa gugatan Penggugat kurang pihak Tergugat yaitu PT. BFI Finance Indonesia, Tbk. Cabang Pangkalpinang yang menggunakan jasa outsourcing dari Termohon Kasasi tidak dimasukkan sebagai pihak dalam gugatan permohonan kasasi;
2. Bahwa Termohon Kasasi bukanlah perusahaan yang berbadan hukum hanya berbentuk CV dan tidak memiliki izin usaha outsourcing dari Instansi Ketenagakerjaan karena itu hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi berubah menjadi hubungan kerja antara Pemohon Kasasi dengan PT. BFI Finance Indonesia, Tbk. Cabang Pangkalpinang; [Note SHIETRA & PARTNERS: Modus guna menghapus rekam ‘masa kerja’ sang Pekerja.]
3 Bahwa keberatan-keberatan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang sudah tepat dan benar dalam putusannya serta pertimbangan dan penerapan hukumnya karena itu permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi tidak menjadi pertimbangan dan patut untuk ditolak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pangkal Pinang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: NORDIN tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: NORDIN tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.