Mutasi Tempat Kerja sebagai Bentuk Intimidasi Terhadap Pekerja Tetap yang Menolak Tanda Tangan PKWT

LEGAL OPINION
Question: Beberapa kawan termasuk saya, sebenarnya adalah karyawan tetap karena ketika kami pertama kali bergabung dengan perusahaan sebagai pegawai, tidak ada kontrak kerja apapun. Kini, mendadak manajemen menyuruh kami untuk tanda-tangan perjanjian Kerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu). Jelas kami tidak mau tanda-tangan. Tapi perusahaan memaksa, bahkan mengancam akan memutasi kami ke luar kota. Apa boleh oleh hukum, mengintimidasi pegawai dengan cara-cara tidak etis semacam itu?
Brief Answer: Yang bernama kesepakatan, timbul murni akibat persetujuan antara para pihak yang saling mengikatkan diri, tidak terkecuali ikatan hubungan kerja. Bentuk-bentuk intimidasi yang membuat seorang Pekerja terpaksa untuk tunduk, adalah sebentuk “cacat kehendak” sehingga syarat sah perjanjian tidak terpenuhi sebagaimana diatur Pasal 1320 KUHPerdata.
Namun untuk mencegah penyalahgunaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) oleh pihak Pengusaha, para Pekerja / Buruh berhak untuk menolak bentuk-bentuk pemaksaan down grade dari Pekerja Tetap (PKWTT) menjadi PKWT—dengan cara bersikukuh untuk tidak menandatangani PKWT.
Bila pihak Pekerja mampu membuktikan adanya unsur-unsur intimidasi dari kalangan Pengusaha, sebagai akibat pendirian sikap Pekerja yang menolak penurunan derajat status kerja, Pekerja dapat mengajukan gugatan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan disertai hak kompensasi atas pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan normal disertai Upah Proses untuk setidaknya 6 kali Upah.
PEMBAHASAN:
Pada era keterbukaan informasi publik (termasuk putusan pengadilan) seperti sekarang ini, bukan lagi zamannya Pengusaha dapat melakukan praktik-praktik intimidasi maupun pelanggaran terhadap hak-hak normatif seorang Pekerja seperti satu dekade lampau—sebab, bila hal demikian sampai terjadi, sama artinya dengan mencemarkan nama baik sang Pengusaha itu sendiri. Dimana kita sadari sepenuhnya, membangun reputasi adalah sukar, namun mencemarinya adalah semudah satu buah gugatan dari pihak Buruh.
Sebagai ilustrasi yang relevan, SHIETRA & PARTNERS untuk itu akan merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 812 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 13 Oktober 2016, perkara antara:
- PT. DUTA SWAKARYA INDAH, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- 4 orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
PT. Duta Swakarya Indah merupakan perusahaan Oil Palm Plantation atau perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang perkebunannya berada di wilayah Kabupaten Siak. Para Penggugat telah bekerja pada Tergugat sejak tahun 2011, Tergugat sebagai karyawan tetap dengan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Bermula, pada bulan Juli 2015, Tergugat secara sepihak menyuruh seluruh karyawan untuk menandatangani Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) yang berlaku sejak ditandatangani sampai dengan tahun 2016. Karena tidak pernah dirundingkan sebelumnya dan tidak ada kejelasan status masa kerja para karyawan, sementara para Pekerja / Buruh telah bekerja lebih dari 3 tahun pada PT. Duta Swakarya Indah, maka para Pekerja menolak menandatangani PKWT yang disodorkan Pengusaha.
Disebabkan para karyawan tidak mau menandatangani PKWT, pihak perusahaan mengancam akan memutasi atau akan mem-PHK para karyawan. Akibat dari penolakan karyawan untuk menandatangani PKWT, pada tanggal 24 Agustus 2015 Tergugat mengeluarkan Surat Mutasi terhadap 13 orang karyawan termasuk Para Penggugat. Seluruh karyawan tersebut dimutasi dari Kabupaten Siak (Kalimantan) ke Kantor Pusat perusahaan di Kota Pekanbaru (Sumatera).
Mengingat, sebelumnya Tergugat pernah mengancam para karyawan untuk dimutasi jika tidak mau menandatangani PKWT, maka mutasi ini dinilai oleh para karyawan sebagai bentuk intimidasi. Menyikapi persoalan ini pihak Serikat Pekerja melaporkan masalah paksaan menandatangani PKWT dan mutasi sepihak tersebut kepada Disnaker Kabupaten Siak dengan.
Selanjutnya pihak Disnaker memanggil para pihak, dimana dalam pertemuan tersebut, pihak Disnaker menyarankan kepada pihak perusahaan bahwa masalah menandatangani PKWT dan mutasi terhadap 13 orang karyawannya agar dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Tanggal 14 September 2015 pihak Tergugat kembali mengeluarkan Surat Mutasi, namun Surat Mutasi tersebut yang tadinya untuk 13 orang sekarang untuk 4 orang yaitu Para Penggugat. Karena tidak ada dibicarakan sebelumnya dan tidak ada kejelasan fasilitas baik tempat tinggal, sarana transportasi maupun perihal gaji, dan sepertinya mutasi tersebut ada unsur intimidasi terkait penolakan menandatangani PKWT, maka Para Penggugat menolak untuk dimutasi.
Kemudian lewat suratnya tertanggal 21 September 2015, Tergugat memanggil Para Penggugat untuk datang menghadap ke HRD di Kantor Pusat PT. Duta Swakarya Indah di Pekanbaru pada tanggal 23 September 2015. Dalam pemanggilan tersebut Tergugat tidak menyediakan sarana transportasi untuk Para Penggugat, akan tetapi walaupun tidak disediakan sarana transportasi Para Penggugat tetap datang meskipun terpaksa merental mobil dengan biaya sendiri.
Dalam pertemuan, HRD PT. DSI menyampaikan mutasi terhadap Para Penggugat dikarenakan perusahaan melakukan efisiensi, sebab beberapa orang karyawan di Kantor Pusat telah diberhentikan. Dalam pertemuan tersebut Para Penggugat menyampaikan, perihal menolak mutasi ini dengan alasan:
1) Karena mutasi ini ada unsur intimidasi, sebab didahului penolakan oleh pihak karyawan untuk menandatangani PKWT;
2) Karena Tergugat tidak menyediakan fasilitas baik transportasi, akomodasi, ataupun intensif atas mutasi ini;
3) Tergugat melarang para karyawan untuk pulang selama 3 bulan sebagaimana tertera didalam surat mutasi sebelumnya.
Pihak HRD mengatakan bahwa jika menolak mutasi ini berarti para karyawan melanggar Peraturan Perusahaan. Dalam kesempatan tersebut pihak karyawan menyatakan tidak pernah ada sosialisasi sebelumnya perihal Peraturan Perusahaan. Kesimpulan dari pertemuan tersebut: tidak ada keputusannya dari pihak HRD.
Selanjutnya, Tergugat kembali memanggil Para Penggugat untuk hadir pada tanggal 28 September 2015 di Kantor Pusat PT. Duta Swakarya Indah di Pekanbaru. Dalam pemanggilan ini pihak Tergugat juga tidak menyediakan akomodasi dan fasilitas transportasi.
Oleh karena tidak disediakan akomodasi dan transportasi dan tidak adanya iktikad baik dari Tergugat untuk membicarakan permasalahan ini dengan Serikat, maka Para Penggugat tidak hadir pada tanggal 28 September 2015. Tanggal 01 Oktober 2015, Tergugat mengeluarkan surat PHK terhadap Para Penggugat, dengan alasan dianggap mengundurkan diri.
Untuk itu Penggugat mengacu pada kaedah Pasal 155 UU Ketenagakerjaan yang mengatur:
(1) Pemutusan Hubungan Kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum;
(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.”
Oleh karena tidak dapat diselesaikan secara bipartit dan Tergugat menolak untuk berunding, maka Para Penggugat mengajukan permasalahan ini ke hadapan Disnaker Kabupaten Siak untuk dicatatkan sebagai perselisihan hubungan industrial dengan perkara “PHK secara sepihak”.
Dari hasil proses klarifikasi, Tim Mediator Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Siak menyatakan alasan Tergugat melakukan PHK kepada Para Penggugat terlebih dianggap mengundurkan diri, adalah tidak berdasar dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam proses mediasi Para Penggugat menyampaikan, mencermati sikap perusahaan yang sewenang-wenang dan alasan-alasan yang dikemukakan oleh HRD PT. DSI, Para Penggugat juga merasa sudah tidak harmonis lagi hubungan kerja untuk ke depannya, maka Para Penggugat bersedia di PHK dengan catatan “di-Putus Hubungan Kerja karena perusahaan melakukan efisiensi”.
Setelah 4 kali pertemuan proses mediasi dan tidak didapat kesepakatan, Tim Mediator Hubungan Industrial Disnaker menerbitkan Surat Anjuran, dengan substansi: agar Pengusaha memberi kompensasi berupa pesangon satu kali ketentuan.
Para Penggugat menolak Anjuran Tim Mediator Disnaker tersebut, oleh karena di dalam Anjuran pekerja/buruh dianjurkan di PHK berdasarkan Pasal 161 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebelum adanya permasalahan ini, Para Penggugat tidak pernah mendapatkan Surat Peringatan (SP), juga menjadi rancu bila dikualifikasikan mengundurkan diri, sebab Para Penggugat sama sekali tidak pernah mangkir, bahkan setelah Tergugat mengeluarkan Surat Keputusan PHK karena dianggap mengundurkan diri tersebut, Para Penggugat tetap hadir untuk bekerja di tempat biasa, sampai dengan dikeluarkannya Anjuran oleh Tim Mediator Disnaker.
Penggugat hanya bersedia di-PHK dengan alasan perusahaan melakukan efisiensi, sehingga berhak atas kompensasi sebagaimana diatur dalam Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003, berupa Uang Pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Terhitung sejak tanggal 01 Oktober 2015 Tergugat tidak membayar Upah Para Penggugat sampai dengan saat gugatan diajukan. Dengan dmeikian, merujuk norma Pasal 169 UU No. 13 Tahun 2003, Pekerja dapat mengajukan gugatan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. Tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, atau
f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
Dengan tidak dibayarnya Upah Para Penggugat terhitung sejak tanggal 01 Oktober 2015, maka Tergugat telah melanggar Pasal 169 Ayat (1) Huruf (c) dan Huruf (d), sehingga Para Penggugat berhak mengajukan gugatan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Berdasarkan ketentuan Pasal 169 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003, Pekerja berhak mendapat Uang Pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Pekanbaru kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 14/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Pbr., tanggal 30 Maret 2016, dengan amar sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sah Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Tergugat terhadap Para Penggugat terhitung sejak putusan ini dibacakan pada tanggal 30 Maret 2016;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar Upah (Proses) Para Penggugat dari bulan Oktober 2015 sampai dengan putusan diucapkan, secara tunai, seketika dan sekaligus, dengan perincian sebagai berikut:
- Amri : 6 x Rp2.125.500 =Rp12.753.000,00
- Suder : 6 x Rp2.125.500 =Rp12.753.000,00
- David Saputra Sinaga: 6 x Rp2.125.500 =Rp12.753.000,00
- Fatmawaty : 6 x Rp2.125.500 =Rp12.753.000,00
4. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat atas PHK:
- Amri:
Pesangon 5 x 2 x Rp2.125.500,00 = Rp21.255.000,00
Uang Penghargaan Masa Kerja 2 x 1 x Rp2.125.500,00 = Rp 4.251.000,00
Penggantian Perumahan dan Pengobatan = 15% x Rp25.506.000,00 = Rp 3.825.900,00
Jumlah = Rp29.331.900,00
- Suder: ...
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara;
6. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 26 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 16 Mei 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa hubungan kerja antara Para Termohon Kasasi/Para Penggugat dengan Termohon Kasasi/Tergugat didasarkan atas PKWTT, namun selanjutnya pada bulan Juli 2015 Pemohon Kasasi/Tergugat menyuruh Para Termohon Kasasi/Para Penggugat menandatangani PKWT yang berlaku sampai tahun 2016, namun Para Termohon Kasasi/Para Penggugat menolak;
- Bahwa oleh karena Para Termohon Kasasi/Para Penggugat menolak menandatangani PKWT tersebut, maka kemudian Para Termohon Kasasi/Para Penggugat dimutasikan dari perkebunan di Siak ke Kantor Pusat di Pekanbaru, namun Para Termohon Kasasi/Para Penggugat menolak mutasi tersebut;
- Bahwa atas penolakan mutasi tersebut Pemohon Kasasi/Tergugat telah melakukan pemanggilan terhadap Para Termohon Kasasi/Para Penggugat sebanyak 2 (dua) kali, yang mana pada pemanggilan pertama Para Penggugat hadir dan pada pemanggilan kedua Para Penggugat tidak hadir, selanjutnya Para Penggugat tidak dipanggil lagi dan oleh karenanya tidak dapat dikualifikasikan mengundurkan diri sebagaimana Pasal 168 juncto Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga Para Penggugat haruslah dipekerjakan kembali;
- Bahwa namun demikian hubungan antara Para Termohon Kasasi/Para Penggugat dengan Pemohon Kasasi/Tergugat sudah tidak harmonis lagi, sehingga sangat tepat apabila kemudian Majelis Hakim memutuskan PHK sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dengan memberikan uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. DUTA SWAKARYA INDAH tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. DUTA SWAKARYA INDAH tersebut.”
Hukum bersifat regres, dalam arti meninjau sejauh mana akar penyebab dari suatu perbuatan hukum. Mangkir, adalah tindakan indisipliner yang memang dapat di-PHK dengan kualifikasi “mengundurkan diri”. Namun, seorang hakim yang baik ketika memeriksa dan mengadili suatu perkara hukum, akan mengevaluasi, apakah penyebab utama / alasan dibalik sikap seorang Pekerja yang menolak mutasi? Disitulah jiwa hukum terletak.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.