LEGAL OPINION
Question: Memangnya apa fungsi dari joint venture agreement? Bukankah sudah ada UU PT yang mengatur perihal perlindungan bagi pemegang saham minoritas?
Brief Answer: Pengaturan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas (UU PT), sama sekali belum memadai untuk memberi kepastian hukum maupun perlindungan bagi pemegang saham minoritas. Joint Venture Agreement biasanya dibentuk oleh para pendiri, yang tujuannya ialah mengatur hak dan kepentingan masing-masing pemegang saham—yang tidak lain ialah untuk memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi pemegang saham minoritas, sehingga pemegang saham mayoritas terikat dan dapat tunduk.
Bila hubungan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas dalam UU PT sifatnya ialah tidak spesifik, dalam arti tiada kesepakatan kontraktual apapun antar para pemegang saham kecuali pengaturan yang sangat minim dalam UU PT.
Dengan kata lain, Joint Venture Agreement memiliki fungsi ialah sebagai perikatan perdata berupa perjanjian / kesepakatan antar pemegang saham, dimana hak dan kewajiban antar pemegang saham dinyatakan secara tegas dan terperinci, semisal perihal pemegang saham mayoritas diberikan hak untuk menunjuk dan mengangkat Direksi, sementara pemegang saham minoritas diberikan hak untuk mengangkat dan menunjuk Dewan Komisaris—suatu contoh hak priviledge yang tidak terdapat pengaturan dalam UU PT.
Fungsi kedua, ialah perihal pengaturan penyertaan modal yang berupa dana tunai ataukah cara perhitungan inbreng. Inbreng berupa barang modal yang dikonversikan dalam bentuk nominal equivalen harga saham, merupakan salah satu isu hukum yang kerap menjadi permasalahan dalam praktik korporasi.
Oleh karenanya, SHIETRA & PARTNERS tidak pernah merekomendasikan bagi suatu pihak untuk memasukkan modalnya pada sebuah badan hukum perseroan, terutama bila sebagai pemegang saham minoritas, ataupun badan hukum yang akan “disuntikkan” modal usaha berupa inbreng, tanpa didahului atau disertai Joint Venture Agreement—kecuali perseroan berbentuk “Tbk.”.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa korporasi register Nomor 76/Pdt/G/2010/PN/BKS tanggal 15 Maret 2011, perkara antara:
1. PT. HANYUNG FUJISEI (d/h PT. FUJISEI METAL INDONESIA), sebagai Penggugat I;
2. CHEN CHIN CHIANG, sebagai Penggugat II;
3. SACHIO MIYOSHI, selaku Penggugat III;
4. HARYA WIDJAYA. Sebagai Penggugat IV; melawan
1. HANYUNG ALCOBIS CO, LTD., selaku Tergugat I;
2. NOTARIS HELMI, SH, sebagai Tergugat II;
3. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, selaku Turut Tergugat I;
4 MENTERI HUKUM DAN HAM RI cq. DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM, sebagai Turut Tergugat II.
Bermula ketika Penggugat I (PT. Fujisei Metal Indonesia) mengadakan kerjasama dengan Tergugat I (Hanyung Alcobis Co.Ltd), perusahaan yang berkedudukan di Korea. Kerjasama tersebut adalah rangka untuk memproduksi komponen lemari pendingin, yang untuk itu kemudian ditandatangani perjanjian perjanjian serbagai berikut :
1. PRELIMINARY JOINT VENTURE CONTRACT, tertanggal 10 Juli 2008 dengan prosentase nilai investasi antara Penggugat I dan Tergugat I 73,21 % : 26,79 %. Jadi nilai investasi Tergugat I adalah sebesar US$ 1,5 juta (26,79 %);
2. AGREEMENT CONTRACT ditandatangani pada tanggal 17 Oktober 2008, mengenai investasi Penggugat I dan Tergugat I diperjanjikan sebagai berikut:
e. Setelah Penggugat memulai usaha Joint Venture (JV) ini secara bersama-sama kedua pihak setuju, untuk mengubah nama perseroan menjadi PT. Hanyung Fujisei dalam satu tahun;
f. Modal yang disetor oleh Tergugat I adalah :
1.) Mesin-mesin yang disesuaikan dengan daftar senilai US$ 1.200.000,- dimana kapasitas dari mesin-mesin tersebut setelah dioperasikan secara normal akan menghasilkan sebanyak 150.000 unit per bulan;
2.) Seluruh beban yang timbul hingga mesin-mesin siap dikomersialkan adalah senilai US$ 300.000 termasuk untuk tranportasi, instalasi, perawatan, peralatan dan tes percobaan laboratorium;
3.) Kondisi dari mesin-mesin tersebut ketika tiba di Indonesia ada dibawah jaminan dari Tergugat I yang menyatakan bahwa kondisi mesin-mesin tersebut dapat dioperasikan dengan baik untuk satu tahun pertama, keseluruhan suplai dari suku cadang mesin-mesin yang dibutuhkan tersebut harus menjadi tanggung jawab dari Tergugat I.
Kemudian diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT.Fujisei Metal Indonesia pada tanggal 17 Oktober 2008, dihadiri Penggugat II, Penggugat III, Penggugat IV, Tergugat I, dan Tergugat II dengan agenda, antara lain :
a. Menyetujui Peningkatan Modal dasar Perseroan;
b. Menyetujui Peningkatan Modal ditempatkan dan disetor dengan cara inbreng berupa memasukkan benda bergerak yaitu mesin milik Tergugat I dengan nilai US$ 1,500.000;
c. Menyetujui perubahan susunan Direksi;
d. Penggantian nama PT. dalam PT. Fujisei Metal menjadi Hanyung Fujisei.
RUPS tersebut diaktakan dalam bentuk Akta Keputusan Rapat PT. Fujisei Metal Indonesia No.3 yang dibuat dihadapan Tergugat II (notaris). Tergugat I terhadap RUPS tersebut mengajukan permohonan persetujuan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (Turut Tergugat I), dimana terhadapnya pada tanggal 16 Desember Turut tergugat I menerbitkan Surat perihal Perubahan Rencana Proyek Perluasan.
Pada tanggal 10 maret 2009 perubahan anggaran dasar tersebut disetujui Turut Tergugat II sehingga terbitlah Surat Keputusan No. AHU-06769.AH.01.02 tahun 2009 tanggal 10 Maret 2009 tentang Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan.
Tanggal 23 Juni 2009, Tergugat I menginformasikan bahwa untuk mempermudah proses perbankan dan Pemerintah di Korea, pihak Tergugat I minta agar pihak Penggugat I mau membantu dengan cara menandatangani Addendum yang berisi perubahan jenis investasi Tergugat I dari mesin ke uang sebesar USD 1,5 juta, PT. Hanyung Fujisei harus menolong Hanyung Alcobis dalam mengubah barang investasi dari mesin-mesin ke uang tunai, dan addendum akan digunakan untuk kepentingan internal di negara Tergugat I saja.
Addendum kemudian dibuat dan ditandatangani Pengggat I tanggal 13 Juli 2009, lalu di-waarmeking dihadapan Tergugat II pada tanggal 14 Juli 2009. Untuk merealisasikan kepentingan Tergugat I guna pelaporan di Pemerintah Korea, Tergugat I minta Penggugat I mengirimkan uangnya dalam 3 (tiga) tahap sehingga total menjadi USD 1,5 juta. Jadwal pengiriman dan pengambilan uang sudah dilaksanakan oleh Penggugat dan Tergugat I. Berlanjut pada tanggal 30 Agustus 2009, Tergugat I meminta agar:
- Addendum tanggal 23 Juni 2009 disahkan RUPS;
- Merubah jenis Investasi dari mesin ke uang;
- Perubahan susunan Direksi;
- Pengangkatan Dong Soo Choi sebagai Komisaris.
Atas permintaan Tergugat I tersebut yakni tuntutan agar dibuat Pernyataan Addendum Contract untuk internal Tergugat I saja. Namun pada tanggal 9 September 2009, Tergugat I mengirimkan surat yang isinya memutar-balikkan fakta mengenai perubahan metode investasi dari mesin ke uang adalah untuk penyelesaian masalah cukai dan pajak di Indonesia dan hal itu adalah usul dari Penggugat I, mengenai usul Tergugat I telah investasi sebesar USD 1,5 juta sehingga memiliki 26,79 % dari jumlah total saham Penggugat I dan menggunakan ketentuan cara Tergugat I menarik investasinya dari Penggugat I.
Dengan adanya surat tanggal 9 September 2009 dari Tergugat I tersebut, Para Penggugat mulai menyadari bahwa ada itikad tidak baik dan upaya penipuan dari Tergugat I untuk memiliki saham dalam Penggugat I dengan nilai yang tidak wajar dan jauh dibawah harga seharusnya.
Selanjutnya Penggugat I melakukan penilaian terhadap dokumen dan mesin-mesin yang diinvestasikan oleh Tergugat I yang terletak di pabrik Penggugat yang mana hasilnya nilai mesin-mesin tersebut hanya Rp.3.904.000.000,- kurang lebih setara dengan USD 400.000.
Dengan adanya rangkaian kebohongan dan tipu-muslihat dari Tergugat I, posisi Para Penggugat menjadi dirugikan, yaitu Tergugat I memperoleh saham senilai USD 1,5 juta (26,79 %) di Penggugat I hanya dengan menginvestasikan mesin-mesin senilai USD 400.000, dimana dengan nilai investasi tersebut di Penggugat I, Tergugat I (semestinya) hanya memperoleh porsi saham senilai 3,75% saja di Penggugat I.
Dimana terhadap gugatan Penggugat maupun gugatan balik Tergugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II mengakui setidak-tidaknya tidak menyangkal antara Penggugat I (PT. Fujisei Metal Indonesia) dan Tergugat I telah mengadakan perikatan untuk mengadakan kerja sama untuk memproduksi komponen Lemari pendingin;
“Menimbang, Tergugat I mempermasalahkan bahwa kerja sama antara Penggugat I dan Tergugat I dalam perikatan adalah untuk membentuk perusahaan PMA Baru, dengan demikian yang menjadi masalah adalah apakah kerja sama antara Penggugat I dan Tergugat I adalah suatu bentuk PMA baru;
“Menimbang, bahwa dari Preliminary Agreement tertanggal 10 Juli 2008 (bukti P-1a, P-1b, T.I-1a, T.I-1b) pada pokoknya mengatur Hanyung Alcobis Co.Ltd. di Korea (Hanyung Alcobis) dan PT. Fujisei Metal Indonesia (PT. Fujisei) telah memutuskan untuk melanjutkan usaha dari PT. Hanyung Fujisei sebagai suatu Joint Verture. Hal tersebut dituangkan lagi dalam Agreement Contrak Pasal 1 ke 1 diatur bahwa sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan yang ditentukan dalam Perjanjian ini Hanyung Alcvobis dan Fujisei Metal Indonesia akan menjadikan Joint Venture yang akan dibuat sebagai suatu kerja sama berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia (bukti P-1b, T.I-1b);
“Menimbang, bahwa Joint Venture sebagaimana dikenal dalam Hukum Investasi dan Pasar Modal adalah suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan perjanjian untuk membentuk perusahaan baru;
“Menimbang, bahwa Joint Venture sebagaimana telah diperjanjikan oleh kedua belah pihak tersebut dalam Agreemen Contract adalah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia dalam hal ini sesuai ketentuan yang berlaku mengenai penanaman Modal dan tentang Badan Hukum yang terikat dalam Joint Venture tersebut yaitu mengenai Perseroan Terbatas;
“Menimbang, bahwa mekanisme pembentukan Joint Venture dalam bentuk PT. Hanyung Fujisei telah terpenuhi dengan diadakannya RUPSLB tanggal 17 Oktober 2008 dan diaktakan dalam bentuk Akta Keputusan Rapat PT. Fujisei Metal Indonesia No.3 oleh Tergugat II dan dengan dikeluarkannya Surat No. 1943/III/PMA/2008 oleh Turut Tergugat I perihal Perubahan Rencana Proyek Perluasan yang kemudian disetujui oleh Pejabat yang berwenang dengan dikeluarkannya Surat Keputusan No. AHU 06769.AH.01.02 tahun 2009 dan Turut Tergugat II tanggal 10 maret 2009 tentang Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan (P-31, P-3b, T.I-3, T.I-4, T.II-1a, T.II-1b, T.II-3, T.II-4, TT.II-3, TT.II-4);
“Menimbang, berdasarkan pertimbangan diatas maka proses pembentukan Joint Venture antara kedua belah pihak (Penggugat dan Tergugat I) telah terbentuk dan sesuai dengan ketentuan hukum karenanya mengikat kedua belah pihak untuk mematuhi perikatan sebagai dasar dibentuknya Joint Venture tersebut;
“Menimbang, bahwa pada tanggal 23 Juni 2009 disetujui Addendum antara Hanyung Alcobis dan PT. Hanyung Fujisei (P-9a, P-9b) sebagai berikut:
- Bahwa mesin-mesin yang diinvestasikan oleh Hanyung Alcobis yang akan diubah ke mesin-mesin ekspor melalui kontrak penjualan untuk melaporkan kepada kepabeanan untuk mendapatkan pembebasan pajak dan pengurangan PPN di Indonesia. Hal yang mendasar adalah bahwa Hanyung Alcobis menerima uang tersebut dari Hanyung Fujisei dengan jumlah yang sama dengan nilai mesin-mesin yang harus diinvestasikan dalam bentuk uang tunai atau dana;
- Bahwa jika hal untuk mengurangi dan pelaporan kepada Kepabeanan sudah berada dibawah persetujuan pihak dari pemerintah dan diterima oleh PT. Hanyung Fujisei maka hak tanggung jawab dari mesin F/C berada dibawah Hanyung Alcobis sebelum penyelesaian pembayaran (senilai US $ 1,5 juta);
- Bahwa PT. Hanyung Fujisei harus menolong Hanyung Alcobis dalam mengubah cara investasi dari mesin-mesin ke uang terhadap pemerintah dan perbankan Korea;
- Bahwa tanggal efektif Joint Venture ini adalah pada tanggal 1 September 2009, Hanyung Alcobis harus membantu PT. Hanyung Fujisei untuk melancarkan proses penyelesaian penginstalasi mesin secara cepat serta proses persetujuan;
- Bahwa disetujui untuk mengubah poin-poin dari Akte Notaris sebagai berikut :
- Penjual : Hanyung Alcobis
- Pembeli : PT. Hanyung Fujisei harus mengirim uang untuk mesin-mesin tersebut sejunlah US$ 1.500.000 hingga tanggal 10 Desember 2009 dan Hanyung Alcobis akan membuat investasi tunai dengan nilai yang sama dengan jumlah yang sama di PT. Hanyung Fujisei, Hanyung Alcobis akan melakukan proses di Korea untuk mendapat persetujuan bagi perubahan model investasi (dari mesin ke uang tunai);
- Mengganti nama Mr. Soon Taek Kwon, Perwakilan dari hanyung Alcobis di PT. Hanyung Fujisei dengan nama Mr. Soo In Seok;
- Hanyung Alcobis dapat memperluas investasinya ke PT. Hanyung Fujisei dimasa datang;
“Menimbang, bahwa dari bukti P-8a, P-8b dihubungkan dengan keterangan saksi Nia Apriani berkenaan dengan Addendum tersebut diatas terbukti Hanyung Alcobis (Tergugat I) mohon kepada PT. Fujisei (Penggugat I) untuk menandatangani addendum karena diperlukan juga untuk perubahan bentuk investasi dari mesin ke uang tunai atau pendanaan, untuk itu bank ingin memastikan perubahan investasi tersebut ke uang tunai dengan serta merta;
“Selain itu Tergugat I mohon agar transfer uang dibuat menjadi 2 (dua) kali pembayaran, berdasarkan P-8c dan P-8d sesuai dengan keterangan saksi Nia Apriani terhadap permohonan Hanyung Alcobis (Tergugat I) tersebut, Penggugat (PT. Hanyung Fujisei) menyatakan setuju namun menegaskan dua hal yaitu : Addendum hanya diperuntukkan bagi internal Hanyung Alcobis dan Hanyung Fujisei untuk memudahkan dan melancarkan proses Bank atau Pemerintah di Korea dan dokumen ini tidak bernilai hukum di Indonesia, bahwa jumlah transfer maksimal yang dapat diupayakan PT. Fujisei hanya $ 500.000 saja;
“Dengan demikian dalil sangkalan Tergugat I bahwa kehendak perubahan investasi dari mesin ke uang adalah kehendak Penggugat tidak dapat diterima;
“Menimbang, bahwa perubahan jenis investasi Tergugat I dari mesin ke uang sebesar USD 1,5 juta telah terealisasi dengan adanya pengiriman uang dari Hanyung Fujisei (Penggugat) kepada Hanyung Alcobis Co.Ltd (Tergugat I) dan pengembalian dari Hanyung Alcobis Co Ltd. (Tergugat I) kepada PT. Hanyung Fujisei (Penggugat I) (bukti P-10a, P-10b, P-11a, P-11b, P-11c, P.11d, P-11e, P-11f, P-11g, T,I-5a, T.I-5b, T.I-6a, T.I-6b, T.I-7a, T.I-7b, T.I-8a, T,I-8b);
“Menimbang, bahwa sebagaimana termuat dalam bukti P-13a, P-13b yang merupakan surat dari Hanyung Alcobis Co. Ltd (Tergugat I) kepada Mr. Chen dari Hanyung Fujisei (Penggugat I) tertanggal 9 September 2009 berkenaan rapat tanggal 31 Agustus 2009, dikemukanan hal-hal sebagai berikut :
g. Perubahan metode investasi dari mesin ke uang adalah untuk menyelesaikan masalah cukai dan pajak di Indonesia bukan untuk mempermudah masalah perbankan di Korea dan perubahan jenis investasi tersebut adalah usul dari Penggugat I;
h. Tergugat I telah investasi sebesar USD 1,5 juta dan memiliki 26,79 % dari jumlah total saham Penggugat I Apabila Tergugat I menarik investasi di Penggugat akan dilakukan dengan cara :
- Menjual sahamnya kepada pemegang saham lain atau pihak ketiga;
- Menarik kembali komposisi saham 26,79 % dari asset bersih sebelum merger Hanyung Fujisei termasuk perlengkapan mesin yang diinvestasikan oleh Tergugat I;
“Menimbang bahwa atas surat tertanggal 9 September 2009 (P-13a P-13b) menurut Penggugat telah ada itikad tidak baik dari Tergugat I untuk memiliki saham dalam Penggugat I dengan nilai yang tidak wajar jauh dibawah harga seharusnya sehingga perlu dilakukan penilaian terhadap masin-mesin yang telah dikirim oleh Tergugat I;
“Menimbang, bahwa penilaian terhadap mesin-mesin yang telah dikirim oleh Tergugat I dilakukan oleh ... Profesional Appraiser;
“Menimbang, bahwa Penilaian dilakukan oleh Appraiser atas inisiatif dan permintaan Penggugat I dan kasil penilaiannya telah termuat dalam suatu laporan penilaian ( bukti P-15 );
“Menimbang, bahwa Penggugat telah mendalilkan adanya kerugian maka Penggugat harus membuktikan dalilnya (Pasal 163 HIR, Pasal 1865 KUHPerdata), sesuai dengan prinsip pembuktian dalam mencari kebenaran yang dianut dalam perkara perdata maka kebenaran formil sudahlah mencukupi untuk mendukung suatu pembuktian sepanjang tidak dipatahkan oleh bukti lawan, oleh karena itu laporan penilaian oleh Appraisers (bukti P-15) dapat diterima dan dipertimbangkan Majelis Hakim;
“Menimbang, bahwa laporan penilaian ( bukti P-15) yang dilakukan oleh ... Appraisers pada jenis properti : mesin-mesin Industri Komponen lemari pendingin PT. Hanyung Fujisei terletak di ... , dengan kesimpulan hasil,penilaian seluruh mesin-mesin tersebut dengan nilai pasar sebesar Rp. 3.904.000.000,- = USD 400.000;
“Menimbang, bahwa Penggugat telah dirugikan, Tergugat I memperoleh saham senilai USD 1,5 juta (26,79 % ) ( P-1a, P-1b, T.I-1a, T.I-1b, T.I-2a, T.I-2b, P-13a, P-13b), sedangkan Tergugat I hanya menginvestasikan mesin-mesin senilai USD 400.000 yang berarti dengan nilai investasi USD 400.000 Tergugat I seharusnya hanya memperoleh porsi saham sebesar 3,75 % saja pada PT. Fujisei usaha, yang semula milik Penggugat I.
“Dengan demikian telah terbukti adanya kerugian yang diderita Penggugat I sejumlah selisih antara nilai investasi yang diperjanjikan yaitu USD 1,5 juta dibandingkan dengan penilaian harga mesin-mesin setelah Appraisers yaitu sebesar USD 400.000;
“Menimbang, bahwa telah terbukti adanya kerugian yang diderita oleh Penggugat, bahwa apakah Tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Penggugat dapat dikabulkan, maka harus dibuktikan tentang apakah ada hubungan antara kerugian sebagai akibat adanya Perbuatan Melawan Hukum dari Tergugat I;
“Menimbang, bahwa Perbuatan Melawan Hukum (Onreht matige daad) eks. Pasal 1365 KUHPerdata mengandung unsur-unsur :
1. Adanya perbuatan Tergugat yang bersifat bertentangan dengan hukum;
2. Adanya kerugian yang ditimbulkan Tergugat;
3. Adanya kesalahan atau kelalaian pada pihak I;
4. Adanya kausaliteit atau sebab akibat antara kerugian pihak Penggugat dengan kesalahan atau perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat;
“Menimbang, bahwa pengertian bertentangan dengan hukum sebagaimana yang dianut dalam Yurisprudensi Hoge Raad tahun 1919 telah menjadi Yurisprudensi tetap serta menjadi doktrin Ilmu Hukum di Indonesia, dimana pengertian bertentangan dengan hukum diartikan luas meliputi 4 katagori perbuatan :
a. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya si pelaku sendiri;
b. Bertentangan atau melanggar hak subyektif orang lain menurut undang-undang;
c. Bertentangan dengan tata susila yang baik;
d. Bertentangan dengan azas kepatutan, kehati-hatian dan ketelitian dalam masyarakat;
“Menimbang ad 1 : Perbuatan pelaku bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku sendiri, bahwa berdasarkan bukti-bukti surat baik yang diajukan oleh Penggugat I maupun Tergugat I yang mengungkapkan fakta bahwa Tergugat I ingin merubah jenis investasi mesin menjadi investasi uang sehingga seakan-akan Penggugat membeli mesin tersebut untuk mempermudah masalah perbankan di Korea dan mengatasi masalah Kepabeanan/Cukai dan Pajak di Indonesia maka menurut Majelis Hakim permintaan Tergugat I tersebut untuk menghindari kewajiban Hukumnya atas hak-hak Kepabeanan dan Pajak di Indonesia sekaligus kewajiban yang harus dipenuhi Tergugat I sehubungan dengan prosedur-prosedur Bank pada Pemerintah di Korea;
“Menimbang, bahwa walaupun ternyata Penggugat memenuhi keinginan Tergugat I tentang hal diatas namun menurut Majelis Hakim yang sangat bertanggung jawab adalah Tergugat I, karena itu hal-hal yang dipertimbangkan diatas cukup memenuhi kriteria bahwa Tergugat I telah melakukan perbuatan yang melanggar kewajiban hukumnya;
“Menimbang ad.2 : mengenai pelaku bertentangan atau melanggar hak subyektif orang lain :
“Menimbang, bahwa berkaitan dengan hak Penggugat sebagai salah satu pihak dalam perjanjian adalah memperoleh mesin-mesin sebagai investasi Tergugat I dalam PT. Hanyung Fujusei dengan nama nama mesin yang diinvestasikan oleh Tergugat I yang diuraikan dalam F/C Facility list yang menjadi lampiran dalam perjanjian dengan nilai USD 1,5 juta atau sebesar 26,79 % dari keseluruhan nilai saham di PT. Hanyung Fujisei (bukti P-1a, P-1b, P-6, bukti P-2a, P-2b, T.I-1a, T.I-b, T.I-2a, T.I-2b);
“Menimbang, bahwa kemudian dilakukan perubahan investasi dari mesin ke uang karena menurut Tergugat I dipersyaratkan oleh Bank di Korea (Bukti P-9a, PO-9b point ke-5, P-8a, P-8b) namun selanjutnya terhadap mesin-mesin yang telah dikirim oleh Tergugat I dilakukan Appraiser/penilaian oleh Profesional Appreiser ternyata hasil penilaian terhadap nilai mesin-mesin yang telah diinvestasikan oleh Tergugat I tersebut adalah sebesar Rp. 3.904.000.000,- atau USD 400.000,- (P-15);
“Menimbang, dengan demikian nilai mesin-mesin yang dimaksud sebagai investasi Tergugat I kurang dari USD 1,5 juta, atau dengan kata lain masih kurang USD 1,1 juta (USD 1,5 juta-USD 400.000) yang menjadi hak PT. Hanyung Fujisei yang tidak terbayar/tidak disetor : sebaliknya Tergugat I telah mendalilkan bahwa ia telah menyetor uang kepada Penggugat sebagaimana (Bukti T.I-5a, T.I-5b, T.I-6a, T.I-6b, T.I-7a, T.I-7b) berupa pengiriman uang akan tetapi menurut Majelis Hakim berdasarkan bukti Penggugat (Bukti P-11a sampai dengan P-11h) berupa pengiriman uang dari Hanyung Alcobis kepada PT. Fujisei maka uang yang dikirim oleh Tergugat I kepada Penggugat sebenarnya pengembalian/pemulihan atas uang yang dikirim oleh Penggugat kepada Tergugat atas permintaan Tergugat I untuk mengelabui seakan-akan terjadi jual beli mesin, alasan Tergugat I untuk mempermudah prosedur pada pemerintah Korea dan bank di Korea;
“Menimbang, bahwa jika dihubungkan/dikaitkan dengan perbuatan Tergugat I dengan pasal 1365 KUHPerdata yang telah diperluas oleh Yurisprodensi diatas maka perbuatan Tergugat I telah bertentangan dengan kewajiban Hukum pelaku serta bertentangan dengan hak Subyektif Penggugat;
“Menimbang, bahwa pemenuhan unsur-unsur melawan hukum adalah bersifat Alternatif maka dengan dipenuhinya unsur diatas maka telah memenuhi kriteria Perbuatan Melawan Hukum, oleh karena itu Majelis berpendapat Tergugat I telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
“Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka Majelis berpendapat bahwa Penggugat harus dipandang telah berhasil membuktikan kebenaran dalil-dalil gugatannya dan alat-alat bukti yang diajukan Tergugat I tidak dapat melumpuhkan kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti dari pihak Penggugat;
“Menimbang, bahwa dengan demikian petitum gugatan 3, 4 dan 5 dapat dikabulkan;
“Menimbang, bahwa mengenai petitum agar Tergugat I dikeluarkan dari pemegang saham sebesar 26,79 % dari PT. Hanyung Fujisei, Majelis berpendapat hal-hal yang menyangkut kedudukan pemegang saham ada pada kekuasaan Rapat Umum Pemegang Saham karenanya Majelis tidak berwenang tentang hal tersebut. Dengan demikian Tuntutan Penggugat mengenai dikeluarkannya Tergugat I dari pemegang Saham harus dikesampingkan;
“Menimbang, bahwa petitum gugatan No. 6 adalah mengenai produk-produk hukum berupa Akta Keputusan rapat No. 3 tanggal 13 Nopember 2008, surat persetujuan perubahan rencana proyek perluasan No. 1943/III/PMA/2008 tanggal 16 Desember 2008 dan Surat Keputusan No. AHU.06769.AH.0l.02 tahun 2009 tanggal 10 Maret 2009 yang berdasarkan perjanjian-perjanjian prelemenary Joint Contract tanggal 10 Juli 2008 dan Contract Agreement 17 Oktober 2008 sebagaimana petitum No. 5 maka produk hukum tersebut harus pula dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, namun Majelis tidak mempunyai kewenangan membatalkan produk tersebut karena hal tersebut merupakan kewenangan RUPS, Pejabat dan Instansi yang berwenang mengeluarkan produk tersebut;
“Menimbang, bahwa petitum gugatan No. 7, mengenai petitum ini pun berhubungan dengan kekuasaan pemegang Saham maka petitum ini harus ditolak;
“Menimbang, bahwa mengenai petitum No. 8 tentang ganti rugi berhubungan dengan mesin Fin Cross yang dipasang di salah satu ruangan pabrik Penggugat I seluas 144 M2 sehingga Penggugat I tidak dapat memanfaatkan untuk disewa pada pihak ketiga, Majelis berpendapat Tuntutan tentang hal tersebut layak dilakukan dan mengenai besarnya tuntutan adalah wajar sebagaimana yang dituntut Penggugat I, oleh karenanya tuntutan ini harus dikabulkan;
“Menimbang, mengenai besarnya kerugian materiil yang dituntut pada point 2 telah diajukan berdasarkan perincian pengeluaran biaya perlengkapan dan biaya alat-alat untuk mesin Fin Cross (bukti P-10 sampai dengan P-76 dan P-80), pengeluaran ongkos kerja biaya Entertain (P-92 sampai dengan P-141b) dan telah diajukan secara terperinci, Majelis menilai tuntutan tersebut dapat dikabulkan;
DALAM REKONPENSI
“Menimbang, bahwa apa yang telah dipertimbangkan dalam Konpensi dinyatakan Penggugat Rekonpensi telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena gugatan Penggugat Rekonpensi adalah mengenai Wanprestasi maka mengenai hal tersebut adalah kontradiktif dengan gugatan Konpensi maka harus dinyatakan ditolak;
“M E N G A D I L I :
DALAM KONPENSI :
DALAM POKOK PERKARA :
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat I melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
3. Menyatakan bahwa Addendum tertanggal 23 Juni 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum;
4. Menyatakan perjanjian-perjanjian :
a Premilinary Joint Venture Contract, tanggal 10 Juli 2008;
b Contract Agreement, tanggal 17 Oktober 2008;
beserta turutan-turutannya tidak mempunyai kekuatan hukum, oleh karenanya tidak sah dan berharga;
5. Menyatakan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No.3 tanggal 13 Nopember 2008 yang dibuat dihadapan Tergugat II dan Surat Persetujuan Perubahan Rencana Proyek Perluasan No. 1943/III/PMA/2008, tanggal 16 Desember 2008 yang dikeluarkan oleh Turut Tergugat I serta Surat Keputusan Turut Tergugat II No. AHU-06769 AH.01.02 tahun 2009 tanggal 10 Maret 2009 tentang Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan dan berikut surat-surat persetujuan lainnya dari instansi terkait, tidak mempunyai kekuatan hukum;
6. Menghukum Tergugat I untuk membayar ganti kerugian Materiil Para Penggugat sebesar Rp. 451,440.000,- / bulan sejak bulan Juni 2009 sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap dan membayar Rp. 2.460.602.351,- yang merupakan jumlah total dari perlengkapan Instalasi mesin, Ongkos-ongkos, biaya-biaya serta pembelian bahan baku Fin Cross; [Note SHIETRA & PARTNERS: Itikad buruk selalu layak diganjar dengan hukuman yang tegas dan keras sebagai deterrent effect.]
7. Menghukum Turut Tergugat I dan II mematuhi putusan ini;
8. Menolak gugatan Para Penggugat selebihnya.
DALAM REKONPENSI :
- Menolak seluruh gugatan Penggugat Rekonpensi.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.