Tersangka dan Penyitaan, Dilematika Penyidikan

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya tugas penyidik di kepolisian itu, ngumpulin bukti dulu baru tetapkan seseorang sebagai tersangka, atau jadikan seseorang sebagai tersangka dulu baru cari bukti?
Brief Answer: Dilematis, bagai pertanyaan klise: mana yang lebih dahulu, telur atau ayam? Pada dasarnya alat bukti kejahatan bersifat tertutup, alias tidak terang benderang—tidak ada pelaku kejahatan yang membuka jejak kejahatannya secara transparan di muka umum.
Bisa saja pihak Penyidik Kepolisian maupun Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan status seorang “tersangka potensial” (meski belum secara resmi ditetapkan sebagai tersangka) sebagai sebatas “saksi”, hingga penyidik telah mengantongi setidaknya 2 alat bukti.
Namun, untuk menemukan minimum 2 alat bukti guna dapat memasukan seorang calon tersangka ke meja hijau sebagai terdakwa, tentu dibutuhkan penggeledahan serta penyitaan. Pertanyaan paling mendasar: bisakah seorang saksi digeledah dan disita barang kepemilikannya? Sang saksi dapat melakukan perlawanan, dengan berkata: “Mengapa menyita harta kekayaan saya, saya bukan seorang tersangka.”
Secara falsafah pemidanaan (bila kita merujuk pada konsep awal terminologi status “tersangka”), tujuan seseorang potential suspect sebagai tersangka, ialah agar memudahkan pihak penyidik untuk melakukan penahanan, penggeledahan, serta penyitaan, yang tidak lain dalam rangka mencari, menghimpun, dan mengamankan alat bukti.
Ketika seorang “calon potensial tersangka” tidak dapat dinaikkan status hukumnya sebagai “tersangka”, akibat tersandera prosedur minimum alat bukti (minimal dua buah alat bukti, bukan dua saksi), maka secara tidak langsung akan menyukarkan pihak penyidik untuk menghimpun alat bukti paling minimum guna menaikkan status tersangka sebagai terdakwa guna dimajukan ke hadapan persidangan.
Akan lebih kontradiktif, ketika “calon tersangka” baru dinaikkan statusnya sebagai “tersangka”, dimana pihak penyidik bersiap untuk melakukan aksi penggeledahan dan penyitaan, namun sang tersangka secara serta-merta melakukan intervensi dengan mengajukan praperadilan, dengan alasan penyidik hanya baru memiliki 1 alat bukti, sehingga sejatinya tujuan paling utama dalam proses pemidanaan teramputasi dan tersandera prosedur hukum.
Penyelidik memiliki tugas utama mengumpulkan alat bukti permulaan yang cukup, namun hanyalah penyidik yang memiliki kewenangan besar untuk menggeledah dan menyita (kecuali dalam hal tertangkap tangan).
Permasalahan timbul, kejahatan yang luar biasa biasanya tertutup rapat, sehingga seorang penyelidik tidak memiliki kewenangan untuk secara leluasa melakukan penggeledahan dan penyitaan. Karena itu jugalah, kejahatan yang tertutup rapat akan selamanya tertutup rapat.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut menggambarkan betapa sukarnya peran dan tanggung jawab seorang penyidik, sebagaimana dapat dijumpai dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan perkara praperadilan register Nomor 32/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 12 Mei 2015, dimana terhadapnya praperadilan yang diajukan Tersangka, Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Bahwa berdasarkan pasal 44 Undang Undang ini jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu 7 hari kerja dihitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Bahwa bukti permulaan yang cukup dianggap telah ditemukan sekurang- kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optic.
“Bahwa telah diterangkan diawal tentang alat bukti, yang dimaksud alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 ialah :
- Keterangan saksi.
- Keterangan ahli.
- Surat.
- Petunjuk.
- Keterangan Terdakwa.
“Bahwa perbuatan kejadian atau keadaan yang karena persesuaian baik yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakukanya.
“Bahwa petunjuk sebagaimana dimaksud adalah hanya dapat diperoleh dari:
- Keterangan saksi;
- Surat;
- Keterangan terdakwa;
“Bahwa berdasarkan pasal 26A Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemerantasan tindak pidana korupsi, yang diubah dengan undang undang nomor 20 tahun 2001, menerangkan alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud pasal 188 ayat 2 UU nomer 8 tahun 1981 tentang KUHAP tersebut diatas khusus untuk tindak pidana korupsi petunjuk yang dimaksud dalam tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh (dari) :
- Alat bukti lain berupa informasi, yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dangan cara optic atau yang serupa dengan itu.
- Dokumen yaitu setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik fisik, apapun, selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, suara, tanda angka, atau perforasi yang memiliki makna.
“Menimbang bahwa akan dipertimbangkan apakah TERMOHON dalam menetapkan status tersangka kepada Pemohon telah memenuhi ketentuan pada waktu penyidikan telah dikumpulkan bukti awal minimum 2 sah yang dapat membuat terang suatu terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan pada tahap penyidikan dengan mengumpulkan bukti tersebut guna menemukan tersangkanya.
“Menimbang bahwa yang dipermasalahkan Pemohon dalam permohonannya karena Pemohon tanggal 2 Mei 2014 Yang diumumkan di televise pada tanggal 7 Mei 2014. Bahwa diakui oleh Termohon, Termohon telah mengeluarkan Sprin Dik-20/01/05/2015 bukti T-5 bahwa dalam bukti T-5 tersebut telah dicantumkan nama tersangka.
“Bahwa bukti T-5 dikeluarkan berdasarkan Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi LK TPK-3/KPK/03/2014 tertanggal 14 Maret 2014 bukti T-8.
“Bahwa bukti T-8 tersebut dilaporkan berdasarkan pernyataan penyidik ARRY WIDIAYTMOKO yang telah menerima LHP Nomer LHP 12/22-13/2014. Tanggal 13 Maret 2014 tentang dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan PDAM Kota Makasar tahun 2006 s/d2011 yang diduga dilakukan oleh Pemohon selaku Walikota Makasar periode 2004 s/d 2014 dan DIRUT Utama PT TRAYA.
“Bahwa LHP bukti bukti T-7 dibuat berdasarkan SprinLidik45/01/06/2012.tetanggal 29 Juni 2012.
“Memimbang bahwa proses pembuatan LHP adalah Penyelidik saksi (KPK) menyatakan dibuat berdasarkan berita acara mengabilan keterangan dalam klarifikasi.
“Bahwa seperti telah diterangkan diawal bahwa Penyelidik KPK guna mencari ada tidaknya tindak pidana korupsi dalam penyelidikan , dan berdasarkan 2 alat bukti sah yang ditemukan dipenyidikan dapat tidaknya ditemukan tersangkanya.
“Menimbang Hakim Pengadilan Negeri akan mempelajari bukti yang diajukan TERMOHON yang diajukan dipersidangan, yang mana Termohon menyatakan dalam jawabannya telah melakukan klarifikasi dalam pengambilan keterangan yang disusun dalam LHP sesuai procedure.
1. Apakah ada bukti sah tentang keterangan saksi dalam penyusunan LHP yang telah dimintai keterangan oleh Penyidik.
- Bukti T-25 Berita Acara keterangan ABDUL RACHMANSYAH penyelidik AMINUDIN, berupa photo copy surat tidak ada aslinya, dimeterai tidak dileges, tidak ada stempel KPK.
- Bukti T-27 Berita Acara keterangan Ir H Ridwan Syahputra Musagani, penyelidik Aminudin, berupa photo copy surat tidak ada aslinya, dimeterai tidak dileges, tidak ada stepel KPK • Bukiti T-28 Berita Acara keterangan Darwis, penyelidik Febryanto Nugroho, berupa photo copy tidak ada aslinya, dimeterai tidak dileges, tidak ada stempel dari KPK.
- Bukti T-29 Berita Acara keterangan Ir H Muh Tajudin, penyelidik Aminudin, berupa photo copy tidak ada aslinya, dimeterai tidak dileges dan tidak ada tanda tangan penyelidik Aminudin dan Febrianto Nugroho, dimeterai tidak dileges, tidak ada stempel KPK.
- Bukti T-30 Berita Acara keterangan JAMES EDWARD CHAN, penyelidik MILTON OCTO PIERE, berupa photo copy surat tidak ada aslinya, dimeterai tidak dileges, tidak ditanda tangini penyelidik Milton Octo Piere, tidak ada stempel KPK.
- Bukti T-31 Berita Acara keterangan TJA TJWAN BIENG, penyelidik MURDO GUNTORO, berupa copy surat tidak ada aslinya, dimeterai tidak dileges, tidak ada stempel KPK.
- Bukti T-22 Berita Acara Keterangan JOHANES SUMILAT, penyelidik MURDO GUNTORO, berupa photo copy surat dimeterai tidak dileges, tidak ada stempel KPK.
“Bahwa bukti yang diajukan TERMOHON tentang BA keterangan saksi klarifikasi tidaka ada aslinya kecuali bukti T-22 ada aslinya, keseluruhan alat bukti ini berupa surat dibawah tangan bukan akta otentik surat yang ada tanda tangan dan stempel.
1. Apakah ada bukti pemeriksaan calon Tersangka.
- Bukti T-9a Berita Acara Pemeriksaan ILHAM ARIEF SIRAJUDIN, penyelidik Aminudin, Febrianto Nugroho dan Nurul Hudaeni, ada aslinya, tidak ada stempel KPK.
- Bukti T-9b Berita Acara calon Tersangka, penyelidik MUDRO GUNTORO, berupa photo copy surat ada aslinya, tidak ada stempel KPK.
“Bahwa keseluruhan alat bukti berupa akta dibawah tangan tidak bukan akta otentik yang ada tanda tangan dan stempel.
1. Apakah ada bukti keterangan ahli Bahwa Termohon tidak mengajukan bukti yang terkait keterangan ahli.
2. Apakah ada bukti surat.
- Bukti T- 10 Laporan Hasil Audit investigasi atas dugaan penyimpangan dalam kerja sama Rehabilitasi dan transfer instalasi Pengelolaan air minum Panaikan Kota Makasar pada perusahaan PDAM, berupa foto copy surat tidak ada aslinya, tidak ada stempel BPKP Perwakilan Propinsi Sulawesi Selatan.
- Bukti T-24 Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tanggal 27 Maret 2012 berupa foto copy surat tidak ada aslinya.
- Bukti T-23 MOU Kerja sama rehabilitasi kelola Transfer 19 Oktober 2005, berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
- Bukti T-18 Perjanjian kerjasama 4 Mei 2007, berupa foto copy tidak adalinya.
- Bukti T-14 Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pendapatan Belanja daerah 31 Deseber 2010, berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
- Bukti T-15 tentang Badan Pengawas Daerah Air Minum Kota Makasar , berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
- Bukti T-15 tentang persetujuan membuat MOU, berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
- Bukti T-17 surat Persetujuan Prinsip 2 Mei 2007 berupa photo copy surat surat tidak ada aslinya.
• Bukti T-20 persetujuan berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
• Bukti T-29 Surat Pemberhentian Walikota, berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
• Bukti T-33 Dokumen kwalifikasi kegiatan, berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
• Bukti T-34 Notulen Penindakan, berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
“Bahwa dipersidangan seluruh buktik surat tersebut diatas tidak ada aslinya.
1. Apakah ada bukti petunjuk menurut pasal 26A UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan UU no 31 tahan 1999.
- Tidak ada bukti yang diajukan sebagai bukti petunjuk.
“Menimbang bahwa Termohon juga mengajukan bukti berkaitan dengan penyitaan. Yaitu :
- T,-11 tentang Surat Perintah penyitaan barang, berupa photo copy surat ada aslinya.
- T -12 tentang Surat tanda Penerimaan dokumen berupa photo copy surat tidak ada aslinya.
- T -26 tentang Surat tanda penyerahan barang, photo copy surat tidak ada aslinya.
- T –32 tentang Surat Surat tanda penerimaan barang. photo copy surat tidak ada aslinya.
“Kesemua bukti tersebut tidak ada aslinya, kecuali bukti T-11.
“Menimbang bahwa TERMOHON juga mengajukan bukti Sprin-DIK /20A/01/11/2014 bukti T-6 tentang surat Perintah Penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan kerjasama untuk instalasi Pengelolaan Air antara PDAM Kota Makasar dengan pihak Swasta periode 2006 s/d 2007. Diduga dilakukan ILHAM ARIEF SIRAJUDDIN.
“Bahwa bukti T-6 dibuat berdasarkan bukti T-8 LKTPK-13/KP/2003/14 tanggal 14 Maret 2014 (bukti T-5).
“Menimbang bahwa bukti T-8 yang mana surat mendasarkan pada LHP 12/22/03/2014 diperuntukan laporan hasil penyelidikan yang dilakukan tindak korupsi periode 2006 sampai dengan 2011.
“Menimbang bahwa berdasarkan pendapat ahli yang diambil alih menjadi pendapat Hakim sendiri satu Surat Perintah Penyidikan hanya dapat digunakan untuk satu kali perbuatan pidana. Hal ini menyangkut apabila surat perintah penyidikan dikeluarkan dua kali maka Surat Perintah penyidikan yang baru harus disertai LHP sesuai dengan tempos dari pidana yang diduga terjadi.
“Menimbang bahwa TERMOHON sampai dengan surat Perintah Penidikan kedua bukti T-6, tidak dapat menunjukan bukti awal yang sah minimal 2 alat bukti.
- Termohon tidak dapat menunjukan bukti Berita Acara pemeriksaan saksi yang ada tandi pro justisia nya.
- Termohon tidak dapat mengajukan bukti surat.
- Termohon tidak dapat menunjukan bukti telah dilakukan pemeriksaan calon tersangka yang ada pro justisia nya.
- Termohon tidak dapat menunjukan telah ditemukan bukti petunjuk bukti adanya petunjuk menurut hukum acara tindak pidana korupsi.
- Termohon tidak dapat menunjukan adanya bukti pemeriksaan saksi ahli yang telah didengar pendapat ahli yang ada pro justia nya.
“Menimbang bahwa bukti yang diajukan Termohon menetapkan Tersangka pada tanggal 2 Mei 2014 belum ditemukan bukti awal 2 alat bukti.
“Oleh karena dugaan terjadi perbuatan pidana, maka penetapan Tersangka baru dapat ditetapkan setelah ditemukan 2 alat bukti, yaitu setelah dilakukan pengumpulan bukti pada tahap penyidikan, hal ini juga sejalan dengan pertimbangan putusan Mahkamah konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 bahwa penetapan tersangka bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia.
“Menimbang bahwa LHP yang dibuat Penyelidik yang akan disampaikan kepada Penyidik bukti yang diajukan Termohon dalam proses penyelidikan belum ditemukan minimal dua alat bukti sah yang membuat terang suatu perbuatan pidana yang terjadi guna menentukan tersagkanya.
“Menimbang bahwa Sprindik kedua Nomer Spin-Dik20A/01/11/2014 tertanggal 20 November 2014 ditetapkan juga berdasakan LHP yang sama hingga permohonan praperadilan ini diajukan Penyidik Termohon tidak dapat menunjukan 2 alat bukti yang cukup/sah untuk membuat terang perbuatan pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka Pengadilan Negeri berpendapat Pemohon telah berhasil membuktikan dalil permohonannya sekedar mengenai penetapan tersangka tidak memenuhi syarat ditemukan dua alat bukti sah.
“Menimbang bahwa oleh karena penetapan Tersangka tidak memenuhi syarat tentang ditemukan 2 alat bukti sah pada tahap penyidikan maka Pengadilan Negeri berpendapat penetapan Pemohon sebagai tersangka oleh Pemohon tidak sah menurut hukum.
“Menimbang Pengadilan Negeri akan mempertimbangkan petitum poin 3 tidak sahnya segala penggeledahan dan penyitaan oleh Termohon dalam perkara tidak pidana Pemohon.
“Menimbang bahwa atas petitum aquo hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa berdasarkan pasal 47 Undang Undang nomer 30 tahun tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, atas dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan, tanpa ijin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya. [Note SHIETRA & PARTNERS: Masalahnya, bukti permulaan tidak akan pernah cukup, dan bila sudah cukup maka untuk apa lagi penyitaan ataupun penggeledahan?]
“Bahwa penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membuat Berita Acara penyitaan pada hari penyitaan yang sekurang-kurangnya memuat:
- Nama dan jenis dan jumlah benda berharga lain yang disita.
- Keterangan tempat, atau hari, tanggal bulan dan tahun dilakukan penyitaan.
- Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai pemilik atau yang menguasai barang atau benda berharga tsb.
- Tanda tangan dan identitas penyidik yang melakukan penyitaan; dan
- Tanda tangan dan identitas dari pemilik atas orang yang menguasai barang.
“Menimbang bahwa oleh karena penyitaan telah dilakukan berdasarkan proses pemeriksaan perkara aquo. Bahwa bukti P-8, P-10, P-11, P-12 dan P-13 disita sehubungan dengan perkara aqua dan ternyata dalam pertimbangan hukum aquo karena tidak ditemukan alat bukti permulaan minimal 2 alat bukti sah, dan berdasarkan keterangan saksi Pemohon menerangkan bahwa dokumen yang disita tidak dikuasai oleh saksi.
Bahwa penyitaan yang sah harus memuat keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang disita dan harus ada tanda tangan dari pemilik atau yang menguasai barang tersita, maka Hakim Pengadilan Negeri berpendapat terhadap penyitaan dan penggeledahan nyapun dalam perkara akuo menjadi tidak sah.
“Menimbang bahwa tentang petitum menyatakan tidak sah pemblokiran rekening atas nama Pemohon No. Rekening Bank Mega Cabang Makasar atas nama Pemohon, Bank Sulsel atas nama Pemohon, Bank Sulawesi selatan atas mana Pemohon, dipertimbangkan sebagai berikut.
“Menimbang bahwa oleh Karena penetapan Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon dinyatakan tidak sah maka pemblokiran Rekening Bank atas mana Pemohon oleh Termohon yang sehubungan dengan perkara ini diyatakan tidak sah.
“Menimbang bahwa terhadap petitum tengtang ganti rugi dan petitum tentang memulihkan hak hak pemohon baik dalam kedudukan, harkat dan martabat akan dipertimbangkan sebagai berikut :
“Bahwa dalam hal seseorang dirugikan sebagai akibat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh KPK secara bertentangan dengan undang-undang ini atau dengan hukum yang berlaku yang bersangkutan berhak mengajukan gugatan rehabilitasi dan atau kompensasi. Oleh karena kompensasi yang dimintakan Rp.1000,- seribu rupiah maka petitum permohonan tentang hal itu tidak dibuktikan oleh Pemohon maka petitum tersebut akan ditolak.
“Bahwa tentang permohonan rehabilitasi, oleh karena penetapan Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon dinyatakan tidak sah maka perhononan tersebut berdasar hukum oleh karenanya adil apaila Pemohon dikabulkan dan akan dipulihkan hak hak dan pemohon baik dalam kedudukan, harkat dan martabatnya yang akan diucapkan dalam amar putusan ini.
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagain.
2. Menyatakan tidak sah penetapan Tersangka Pemohon Dr H Ilham Arief Sirajuddin, MM oleh Termohon.
3. Menyatakan tidak sah penyitaan dan penggeledahan oleh Termohon dalam perkara tindak pidana Pemohon.
4. Menyatakan tidak sah menyatakan pemblokiran rekening atas nama Pemohon, No. Rekening Bank Mega Cabang Makasar atas nama Pemohon, Rek Bank Sulsel atas nama Pemohon dan Bank Sulawesi selatan atas mana Pemohon.
5. Memulihkan hak hak Pemohon baik dalam kedudukan, harkat serta martabatnya.
6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini sebesar Rp.5000,- (lima ribu rupiah)
7. Menolak permohonan Pemohon lain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.