LEGAL
OPINION
Question: Putusan homologasi (akta perdamaian yang
dikukuhkan Pengadilan Niaga dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
/ PKPU), sebetulnya hanya berlaku bagi kreditor-kreditor yang mendaftarkan diri
(mencatatkan piutang) pada Pengurus, atau juga mengikat kreditor-kreditor lain
yang tidak ikut serta dalam perkara PKPU itu?
Maksudnya, bila saya selaku
kreditor yang tak mau ikut-ikutan dengan proses PKPU dan juga tak ikut voting
atas proposal perdamaian sang debitor, masa tak bisa menuntut agar hutang saya
dikembalikan seketika ini juga?
Brief Answer: Sebetulnya PKPU sementara maupun homologasi (PKPU
Tetap), menyerupai restrukturisasi (restructuring)
maupun rescheduling atas waktu jatuh tempo
kredit, yang bisa disertai atau tanpa disertai negosiasi besaran dan syarat-syarat
hutang-piutang.
Bila merujuk pada asas paling
fundamental dalam hukum perikatan perdata, maka perikatan restrukturisasi
kredit hanya berlaku bagi debitor dan kreditor yang saling mengikatkan diri—alias,
terhadap kreditor lain yang tidak bersedia melakukan restrukturisasi, perikatan
semula tetap berlaku dan dapat diberlakukan tanpa terpengaruh oleh aksi para
kreditor lain.
Akan menjadi melanggar asas
paling fundamentil dalam hukum perdata, perihal asas kebebasan berkontrak (pacta sunt servanda), bila pihak
kreditor yang tidak turut campur tangan atas proses PKPU maupun homologasi yang
dihadapi sang debitor, turut dinyatakan tunduk atas kesepakatan yang dibuat
oleh para kreditor lain.
Pernah terjadi, homologasi
adalah hasil rekayasa, dimana didalam komposisi para kreditor yang mengikuti
proses voting, disusupi kreditor pemegang piutang mayoritas yang tidak lain
ialah afiliasi dari pihak sang debitor, sehingga homologasi sejatinya hanyalah ‘pesan
sponsor’ dari sang debitor itu sendiri.
Homologasi yang menyatakan
penundaan kewajiban pembayaran hutang tetap selama lebih satu tahun, sejatinya
merugikan kreditor-kreditor lain yang tidak menyetujui adanya penundaan
pelunasan. Oleh karenanya Undang-Undang tentang PKPU menyatakan secara
tersurat, bahwa ‘PKPU Tetap’ hanya dapat berlaku maksimum untuk
jangka waktu selama 270 hari (alias kurang dari satu tahun) sejak “PKPU Sementara”.
Namun dalam praktiknya,
Pengadilan Niaga tetap saja mengesahkan homologasi yang menyekati PKPU selama
lebih dari satu tahun. Sebagai langkah moderat, guna mencari titik tengah,
alangkah bijaknya bila Lembaga Yudikatif menafsirkan perselisihan kepentingan
demikian dengan konstruksi sebagai berikut:
1. Bila homologasi menetapkan
lebih dari 1 (satu) tahun, maka PKPU selama lebih dari 1 tahun tersebut hanya
mengikat para kreditor yang mendaftarkan / mencatatkan piutangnya dan mengikuti
voting dalam kuorum homologasi;
2. Bila terdapat kreditor lain
diluar proses homologasi yang juga tidak mencatatkan diri serta piutangnya pada
pengurus PKPU sang debitor, maka dirinya hanya terikat homologasi selama 270
hari, bukan dalam hitungan lebih dari 1 tahun meski homologasi menetapkan lebih
dari 1 tahun.
3. Kreditor minoritas yang
mencatatkan piutang dan mengikuti voting dengan menyatakan “menolak” rencana
perdamaian yang diajukan debitor, namun mayoritas “menyetujui” perdamaian
sehingga tercipta homologasi, tetap tunduk pada homologasi.
PEMBAHASAN:
Pasal 228 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
(1) Pada hari sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ayat (1),
Pengadilan harus mendengar Debitor, Hakim Pengawas, pengurus dan Kreditor yang
hadir, wakilnya, atau kuasanya yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa.
(2) Dalam sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Kreditor
berhak untuk hadir walaupun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk
itu.
(3) Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan penundaan
kewajiban pembayaran utang sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat
(2) atau telah disampaikan oleh Debitor sebelum sidang maka pemungutan suara
tentang rencana perdamaian dapat dilakukan, jika ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 267 telah dipenuhi.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipenuhi, atau jika Kreditor belum dapat memberikan suara mereka mengenai
rencana perdamaian, atas permintaan Debitor, Kreditor harus menentukan
pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap dengan
maksud untuk memungkinkan Debitor, pengurus, dan Kreditor untuk
mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau sidang yang
diadakan selanjutnya.
(5) Dalam hal penundaan kewajiban pembayaran utang tetap tidak dapat
ditetapkan oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (4), Debitor dinyatakan pailit.
(6) Apabila penundaan kewajiban pembayaran utang tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) disetujui, penundaan tersebut berikut perpanjangannya
tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan
penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.” [Note SHIETRA & PARTNERS:
270 + 45 = 315 hari maksimum sejak penetapan PKPU sang debitor. Ingat,
homologasi adalah dalam konteks PKPU, sehingga homologasi tetap tunduk pada
rezim hukum PKPU.]
Salah satu ilustrasi penetapan homologasi yang
melampaui batas jangka waktu maksimum 270 hari, dapat dijumpai dalam putusan Pengadilan
Negeri Bandung sengketa register Nomor 05/Pdt.G/2015/PN.Bdg. tanggal 23
September 2015, perkara antara:
- 79 orang investor, sebagai Para
Penggugat; melawan
- Koperasi Cipaganti Karya
Guna Persada (KCKGP), selaku Tergugat I;
- Para Pengurus dan penanggung jawab KCKGP, sebagai Para Tergugat.
Para Penggugat adalah anggota mitra Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada,
terdiri dari 79 Pemodal yang telah menanda-tangani sejumlah Akta Perjanjian
Penyertaan dan Pengelolaan Modal pada Tergugat I, namun Tergugat I
ternyata melakukan praktik investasi ‘bodong’, sehingga terjadi gagal bayar,
berujung pada terjadinya gugatan ini, dimana terhadapnya Majelis Hakim membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa ... berdasarkan
Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
21/PDT.SUS/PKPU/2014/PN.NIAGA JKT.PST, tanggal 19 Mei 2014, Koperasi Cipaganti
Karya Guna Persada (Tergugat I) telah dinyatakan berada dalam status Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) sementara untuk jangka waktu selama 44 (empat puluh
empat) hari;
“Bahwa berdasarkan bukti
Penggugat 1 yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (sebagaimana dalam bukti penggugat I
Pengadilan Niaga memberikan waktu selama 44 hari untuk mencapai perdamaian
dengan para Kreditur Tergugat I;
“Bahwa pada tanggal 15 Juli
2014 Tergugat I dan Para Kreditur dari Tergugat I telah menyepakati Rencana
Perdamaian, yang telah disahkan berdasarkan Putusan Pengesahan Perdamaian
(Homologasi) No. 21/PDT.SUS/PKPU/2014/PN.JKTPST tanggal 23 Juli 2014;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
bukti T II-1, ‘Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) No.
21/PDT.SUS/PKPU/2014/PN.JKTPST tanggal 23 Juli 2014’, Tergugat I (Koperasi
Cipaganti Karya Guna Persada/ KCKGP) dalam diberi kesempatan untuk
menyelesaikan utang-utanganya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan
maksimal 3 (tiga) tahun, oleh karena itu berdasarkan Homologasi para Penggugat
baru dapat menggugat Tergugat I setelah tanggal 23 Juli 2017 Tergugat I belum
dapat melakukan seluruh kewajibannya kepada para Penggugat;
“Menimbang, bahwa apabila ada
Kreditur yang menggugat Debitur PKPU yang sedang melaksanakan Perjanjian
Perdamaian yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga dan gugatan tersebut
dikabulkan, maka pelaksanaan Putusan tersebut akan bertentangan dengan tujuan
diberlakukanya Undang-Undang No. 37 tahun 2004 (tentang Kepailitan Dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yaitu menghindari perebutan harta
Debitur. Selain itu dikemudian hari akan sangat dimungkinkan terdapat
Kreditur dari Debitur PKPU yang sengaja tidak mendaftarkan piutangnya dalam
proses PKPU agar dapat melakukan gugatan kepada Pengadilan Negeri yang
akhirnya akan terjadi perebutan harta Debitur;
“Menimbang, bahwa Penetapan
PKPU terhadap Debitur bertujuan untuk menyelesaikan utang Debitur kepada
seluruh Krediturnya. Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No. 21/PDT.SUS/PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT-PST, tanggal 19 Mei 2014 ditujukan
untuk menyelesaikan seluruh utang Tergugat I kepada seluruh Krediturnya
termasuk para Pengugat;
“Menimbang bahwa berdasarkan
gugatan Para Penggugat yang disangkal oleh Para Tergugat dan Para Turut
Tergugat, maka yang menjadi permasalahan pokok antara Penggugat dan Para
Tergugat / Para Turut Tergugat adalah sebagai berikut: Apakah Para Tergugat
telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan para Penggugat (79
pemodal) sebesar Rp. 40.597.000.000,- (empat puluh miliar lima ratus sembilan
puluh tujuh juta rupiah)?
“Menimbang bahwa berdasarkan
bukti Para Penggugat tersebut, bahwa gugatannya pada pokoknya tentang tagihan
Para Penggugat berupa uang penyertaan modal kepada Tergugat I;
“Menimbang bahwa mengenai hal
Tergugat I belum mengembalikan keuntungan penyertaan modal kepada Para Penggugat
tersebut, telah diperiksa dan diputus dalam perkara No. 21/PDT.Sus/PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST.,
tanggal 19 Mei 2014 dan Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) No.
21/PDT.Sus/PKPU/2014/PN.NIAGA.JKT.PST., tanggal 23 Juli 2014 (Vide: Bukti
TII-1);
“Menimbang bahwa berdasarkan
bukti TII-1 kepada Tergugat diberi jangka waktu 2 tahun atau maksimum 3 tahun
untuk menyelesaikan hutang-hutangnya;
“Menimbang, bahwa hal tersebut
telah diputus dalam Eksepsi tersebut di atas, yaitu Eksepsi Tergugat II, III,
V, VII, dan Turut Tergugat II, Turut Tergugat III beralasan hukum dan diterima,
maka pemeriksaan pokok perkara belum dapat dilanjutkan dan dengan demikian
gugatan para Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (niet on vangklijk
verklaard);
“M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI:
- Menyatakan Eksepsi Tergugat II, III, V, VII, dan Turut Tergugat II,
Turut Tergugat III tentang “Perkara a quo tidak dapat diadili sampai dengan proses
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Tergugat I berakhir” dapat
dikabulkan;
DALAM POKOK PERKARA:
- Menyatakan gugatan para Penggugat tidak dapat diterima (niet onvangklijkverklaard).”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.