Pidana Kosmetik Tanpa Izin Produksi / Izin Edar

LEGAL OPINION
Question: Kalau obat-obatan, memang saya sudah tahu harus ada izin dari POM (Pengawas Bengawas Obat dan Makanan). Tapi kalau mau mendistribusikan produk kosmetika, apa harus ada izin juga? Memang apa sanksinya kalaupun harus ada izin tapi tetap dipasarkan?
Brief Answer: Pada prinsipnya, baik produk makanan, produk kesehatan, maupun kosmetika, wajib memiliki izin produksi dan izin edar dari otoritas, dengan ancaman pemidanaan baik penjara maupun denda yang diberlakukan secara tegas dalam praktiknya.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi yang dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk, yakni Putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 133 K/PID.SUS/2015 tanggal 29 September 2015, Terdakwa didakwa telah dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki ijin edar, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Berawal dari Kepolisian Polrestabes Surabaya mendapat informasi dari masyarakat tentang adanya pengemasan kosmetik tanpa ijin, maka dengan adanya informasi tersebut Petugas Kepolisian melakukan penyelidikan dan mendapai salah satu gudang di Surabaya yang digunakan untuk pengemasan kosmetik.
Selanjutnya petugas melakukan penggeledahan di dalam gudang milik Terdakwa, selaku pemilik PT. FARBER JAYA ABADI, mengaku sebagai wiraswasta yang bergerak dalam bidang mengemas dan mengedarkan industri kosmetik dan ada sebanyak 8 (delapan) produk yaitu Sabun, Shampo, Conditioning, Shampo, Conditioner, Bath Foam, Shower Gel, Body Lotion dan Mothwash dan Terdakwa menerangkan bahwa dalam mengedarkan kosmetik tersebut tidak mempunyai ijin yang sah dari Balai POM RI.
Sedangkan bahan kosmetik tersebut tidak diproduksi sendiri melainkan Terdakwa membeli dari saksi orang lain yang juga dijadikan Terdakwa (dalam berkas terpisah) selaku pemilik UD. CITRA WANGI MANDIRI di Sidoarjo. Dengan adanya keterangan tersebut, kemudian dilakukan penggeledahan terhadap UD. CITRA WANGI MANDIRI dan ternyata benar didapati kegiatan proses produksi kosmetik, adapun barang bukti yang didapat adalah 30 kg bahan baku shampo, sebuah corong, sebuah saringan, sebuah teko plastik, sebuah gayung, sebuah jerigen berisi 20 liter bahan setengah jadi shampo, sebuah mesin mixer, 2 dua jerigen berisi shampo sudah jadi @ 25 kg, sebuah Jerigen berisi 1 kg body lotion, sebuah jerigen berisi 2 kg conditioner dan 1 karung garam seberat 20 kg.
Ahli dari Badan POM RI menerangkan, barang bukti tersebut tidak memiliki Ijin Edar dan belum terdaftar di Badan POM RI. Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa telah dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 196 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Terhadap tuntutan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 493/Pid.B/2012/PN.Sby. tanggal 22 Oktober 2012, dengan amar selengkapnya sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa HARIYANTO WILOPO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘TANPA IJIN MENGEDARKAN KOSMETIKA’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan;
3. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana lain dalam putusan hakim sebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan berakhir telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 556/PID/2013/PT.SBY. tanggal 16 Desember 2013, dengan pertimbangan hukum serta amar lengkap sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa namun demikian Majelis Hakim Pengadilan Tinggi kurang sependapat mengenai pidana yang dijatuhkan, karena terlalu ringan mengingat Terdakwa telah melakukan dengan sengaja, agar Terdakwa menjadi jera sehingga tidak akan mengulangi lagi dan kemungkinan besar tidak ditiru oleh orang lain;
MENGADILI :
“Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum;
“Merubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya, tanggal 22 Oktober 2012 Nomor: 493/Pid.B/2012/PN. Sby, yang dimintakan banding sekedar mengenai penjatuhan pidananya, sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa HARIYANTO WILOPO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘TANPA IJIN MENGEDARKAN KOSMETIKA’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan.”
Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi/Terdakwa tidak dapat dibenarkan walaupun Judex Facti Pengadilan Negeri Surabaya dan Judex Facti Pengadilan Tinggi Surabaya telah salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa;
“Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 556/PID/2013/PT.SBY. tanggal 16 Desember 2013 yang merubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 493/Pid.B/2012/PN.Sby. tanggal 22 Oktober 2012 sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa dari pidana penjara selama 5 (lima) bulan dengan masa percobaan 8 (delapan) bulan dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya menjadi pidana penjara selama 5 (lima) bulan dalam putusan Pengadilan Tinggi Surabaya karena Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana tanpa ijin mengedarkan kosmetika dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang benar kecuali kualifikasi tindak pidana dan pidananya;
“Bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi yang diedarkan ke hotel-hotel pemesan dengan telah dikemas dan dilabel sesuai permintaan hotel yang bersangkutan yang bahan sediaan farmasi tersebut diperoleh Terdakwa dari UD. Citra Wangi Mandiri Sidoarjo milik Budi Gunardi, S.E., yang juga tidak mempunyai ijin produksi;
“Bahwa Judex Facti salah menerapkan hukum dalam penjatuhan pidana terhadap Terdakwa karena hanya menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa, padahal ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 bersifat kumulatif, pidana penjara dan pidana denda;
“Bahwa penjatuhan pidana dalam perkara a quo dengan dasar pertimbangan manfaat bagi negara dan Terdakwa lebih tepat dijatuhi pidana percobaan dan denda yang ditentukan dalam jumlah yang cukup sebagai hukuman atas perusahaan Terdakwa yang ilegal yang terhindar dari kewajiban membayar pajak;
“Menimbang, bahwa dengan demikian putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 556/PID/2013/PT.SBY. tanggal 16 Desember 2013 yang merubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 493/Pid.B/2012/PN.Sby. tanggal 22 Oktober 2012 harus diperbaiki sekedar mengenai pidana penjara dan pidana denda yang dijatuhkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut harus ditolak dengan memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi tersebut di atas;
“Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Kasasi/Terdakwa dipidana, maka harus dibebani untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa: HARIYANTO WILOPO tersebut;
“Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 556/PID/2013/PT.SBY. tanggal 16 Desember 2013 yang merubah putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 493/Pid.B/2012/PN.Sby. tanggal 22 Oktober 2012 sekedar mengenai pidana penjara dan pidana denda yang dijatuhkan sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa HARIYANTO WILOPO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘TANPA IJIN MENGEDARKAN KOSMETIKA’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
3. Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana lain dalam putusan hakim sebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan berakhir telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.