Perselisihan Kepentingan Status Pekerja, Tiada Kasasi

LEGAL OPINION
Question: Kalau para buruh bersikeras dirinya adalah Pekerja Tetap, sementara managemen hanya mengakui mereka sebagai Pekerja Kontrak, maka itu masuknya sebagai ‘perselisihan kepentingan’ atau ‘perselisihan hak’? Memang ada bedanya?
Brief Answer: Sengketa perihal status Pekerja / Buruh, semisal perbedaan pandangan tentang status hubungan industrial berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, atau sebatas Pekerja Harian Lepas, Pekerja Borongan, dsb, yang bila dipersengketakan oleh salah satu pihak (biasanya oleh pihak Pekerja ketika menghadapi pemutusan hubungan kerja), masuk dalam kategori ‘perselisihan kepentingan’ yang tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)—berbeda dengan ‘sengketa PHK’ maupun ‘sengketa terkait penafsiran hak normatif’ yang masih dibuka peluang upaya hukum kasasi hingga Peninjauan Kembali.
PEMBAHASAN:
Salah satu kasus konkret yang dapat SHEITRA & PARTNERS rujuk, ialah putusan Mahkamah Agung RI sengketa ‘perselisihan kepentingan’ register Nomor 641 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 26 November 2015, perkara antara:
- PT. SIANTARJAYA EKATAMA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- 129 orang Pekerja / Buruh, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Terhadap perselihan industrial yang terjadi antara para pihak dimana Pengusaha dinilai telah melanggar Perjanjian Kerja Bersama, Mediator dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Gresik telah menerbitkan Anjuran tertulis tentang status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (Karyawan Tetap).
Penggugat menerima Anjuran, sementara Pengusaha menolaknya, sehingga Penggugat kemudian mengajukan gugatan, yang pada pokoknya meminta Pengadilan Hubungan Industrial Gresik agar berkenan memberikan putusan: Menyatakan penetapan hubungan kerja sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sesuai Anjuran Disnaker.
Terhadap gugatan para Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Gresik kemudian menjatuhkan putusan Nomor 18/Pdt.Sus-PHI/2014/PN Gs tanggal 7 April 2015 dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat dengan Hubungan Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT);
3. Menghukum Tergugat untuk menetapkan Para Penggugat sebagai karyawan berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap;
4. Menghukum Tergugat untuk membayaran uang paksa sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan menjalankan putusan ini;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mengemukakan bahwa yang menjadi substansi PKB (Perjanjian Kerja Bersama) dalam perkara ini, memuat antara lain kesepakatan:
1. Jika antara Para Penggugat dengan Tergugat dalam perjanjian tersebut lama bekerjanya hanya dalam waktu 3 (tiga) bulan saja;
2. Pekerjaan yang dilakukan oleh Para Penggugat/Termohon Kasasi adalah pekerjaan penunjang bukan produksi.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 21 Mei 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 10 Juni 2015 dihubungkan dengan pertimbangan judex facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Gresik tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa perkara a quo adalah perkara Perselisihan Kepentingan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka (3) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004, karena pokok perkara dalam gugatan a quo adalah berkenaan dengan perubahan perjanjian kerja;
- Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 putusan Pengadilan Hubungan Industrial mengenai Perselisihan Kepentingan merupakan putusan pertama dan terakhir, oleh karena itu pengajuan upaya hukum kasasi atas putusan PHI a quo tidak dapat diterima;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT SIANTARJAYA EKATAMA, tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dalam Musyawarah Majelis Hakim Agung pada tanggal 26 Nopember 2015 terdapat perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) dari Pembaca I Hakim Anggota Dwi Tjahyo Soewarsono, S.H., M.H. yang berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan keberatan dari Pemohon Kasasi dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah salah dan keliru serta tidak tepat dalam menilai, menimbang, dan menerapkan hukumnya;
“Bahwa adanya surat pernyataan dari Termohon Kasasi yang menyatakan mulainya bekerja tanpa didukung bukti lain yang merupakan perjanjian kerja maka surat pernyataan tersebut secara yuridis tidak mempunyai nilai bukti;
“Bahwa berdasarkan bukti perjanjian kerja harian lepas (PHL – T3) dibuat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, Kepmen Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan jangka waktu PHL berakhir demi hukum. Maka sudah seharusnya permohonan kasasi dapat dikabulkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) antara Ketua Majelis dengan Anggota Majelis dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai permufakatan maka sesuai Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 setelah Majelis bermusyawarah dan diambil keputusan dengan suara terbanyak yaitu permohonan kasasi yang diajukan dinyatakan tidak dapat diterima;
M E N G A D I L I :
“Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. SIANTARJAYA EKATAMA.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.