Ketika Terjadi Perang Dingin Hubungan Industrial

LEGAL OPINION
Question: Memang saat ini management sedang bersengketa dengan beberapa pegawai yang pada saat ini sedang kami ajukan pemutusan hubungan kerjanya ke pengadilan. Masalahnya, yang hendak kami tanyakan, apa sebaiknya pegawai-pegawai bersangkutan tetap kami izinkan saja masuk ke pabrik selama proses menunggu putusan hakim akan status pemecatan yang kami ajukan ini?
Brief Answer: Tetap dibiarkan bekerja atau sebaliknya di-skoorsing, semua bergantung pada pertimbangan dan kebijakan internal Pengusaha. Dibiarkan tetap bekerja atau sebaliknya dikenakan kebijakan skoorsing kepada Pekerja yang sedang diajukan pemutusan hubungan kerja ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), tetap membebani pihak Pengusaha akan Upah Proses.
Pekerja yang telah mendapat berbagai surat peringatan ataupun pelanggaran fundamental yang serius, yang dinilai dapat menjadi provokator bagi para Pekerja lainnya, mungkin Skoorsing adalah solusi yang dapat ditempuh, meski dinilai ‘kurang produktif’ karena akan membebani Pengusaha dengan kewajiban membayar Upah Skoorsing—yakni Upah selama Skoorsing dengan besaran penuh sebagaimana diberikan setiap bulannya kepada sang Pekerja.
PEMBAHASAN:
Terkait upah selama proses sengketa menunggu putusan PHI, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 747 K/Pdt.Sus-PHI/2014 tanggal 21 April 2015, perkara antara:
- PT. SEMESTANUSTRA DISTRINDO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- SUYANTO, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat merupakan pekerja/karyawan pada Tergugat dengan masa kerja 5 tahun sejak tahun 2009 sebagai Area Sales Manager Cabang Bekasi dan efektif tanggal 1 November 2013 dipromosikan oleh Tergugat menjadi Branch Manager Area DKI.
Namun, per tanggal 4 Februari 2014, pihak Tergugat mengadakan pertemuan dengan Penggugat yang mana pihak Tergugat menyampaikan secara lisan meminta kepada Penggugat untuk mengundurkan diri, dan bahwa Tergugat akan memberikan kompensasi kepada Penggugat berupa uang jasa sejumlah 2 kali upah.
Pada tanggal 5 Pebruari 2014, dilakukan perundingan Bipartit antara pihak Penggugat dengan pihak Tergugat dalam keterkaitan dengan tanggung jawab Penggugat, yang mana Tergugat berkesimpulan bahwa Penggugat tidak mampu menduduki jabatan sebagai Branch Manager cabang Jabodetabek, dan menyarankan kepada Penggugat untuk mengundurkan diri.
Tanggal 6 Februari 2014 diadakan perundingan Bipartit lanjutan, dimana Tergugat masih tetap berpendirian akhir bahwa Penggugat dianggap tidak mampu menduduki jabatan sebagai Brand Manager cabang Jabotabek, dimana pihak Tergugat juga memberikan keputusan secara sepihak mengenai status Penggugat yaitu:
a. Bahwa Pekerja (sdr.Suyanto) diberhentikan dari Jabatan sebagai Branch Manager Cabang Jabotabek terhitung tgl 07 Februari 2014 (tanpa surat Keputusan pemberhentian);
b. Diperintahkan kepada Pekerja (Sdr.Suyanto) untuk menyerahkan semua fasilitas yang telah diberikan Perusahaan kepada managemen paling lambat tgl 07 Februari 2014;
c. Pekerja (Sdr.Suyanto) di-non-aktifkan sebagai karyawan per tgl 07 Februari 2014 sambil menunggu proses selanjutnya dengan instansi terkait.
Terhadap kejadian tersebut, yang menjadi tanggapan Penggugat:
- pemberhentian dari Jabatan Branch Manager dan penonaktifan sebagai karyawan adalah bertentangan dengan Surat Keputusan promosi jabatan Penggugat, yakni : Apabila hasil evaluasi selama masa percobaan dinyatakan tidak lulus, maka saudara dikembalikan ke Jabatan semula, dan tidak dengan dikeluarkan Surat Keputusan Pemberhentian dari OSD (Operasional Sales Director);
- Apabila Perusahaan tetap berkehendak agar Penggugat untuk mengundurkan diri, Penggugat akan menerima dilakukan PHK oleh Perusahaan, dengan syarat seluruh hak normatif Pekerja diberikan sesuai hukum yang berlaku.
Oleh karena upaya penyelesaian secara bipartit gagal membuat kesepakatan, maka Penggugat mengajukan kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, guna mendapatkan penyelesaian secara tripartit. Karena deadlock, Mediator pada Disnaker Kota Bekasi menerbitkan Surat Anjuran, yang menganjurkan: Agar pihak Perusahaan PT. Semestanustra Distrindo dapat mengadakan PHK terhadap Sdr. Suyanto (Penggugat) terhitung dengan kewajiban membayar hak-hak pekerja sesuai Ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.
Penggugat menerima anjuran, namun Pengusaha menolaknya. Karena tidak tercapai kesepakatan, maka Penggugat mengajukan gugatan. Tergugat dinilai telah melakukan PHK secara sepihak atas dasar ‘Tanpa Kesalahan’, sehingga dapat dianalogikan pihak Pengusaha melakukan Efisiensi.
Terhadap gugatan Penggugat, maupun sanggahan Tergugat yang menyatakan bahwa Penggugat telah membuat surat pernyataan akan mengundurkan diri bila tidak sanggup mencapai target saat mendapat promosi jabatan, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung kemudian menjatuhkan putusan Nomor 97/G/2014/PHI/PN.BDG., tanggal 8 September 2014, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, Tergugat tidak dapat dapat serta merta memberhentikan Penggugat melainkan Tergugat wajib mengembalikan atau mendemosi Penggugat kejabatan semula yaitu ASM Trading Area Bekasi, oleh karena itu pemberhentian atau PHK yang dilakukan Tergugat adalah tidak beralasan hukum;
“Menimbang, bahwa surat pernyataan seperti bukti surat T-5 tersebut tidak memiliki syarat formil sebagai alat bukti surat, karena surat yang sedemikian hanya berupa pernyataan sepihak yang berakibat terhadap pihak lain dan surat pernyataan tersebut juga tidak dapat dipersamakan sebagai keterangan saksi, oleh karena itu bukti surat T-5 tersebut tidak memiliki daya bukti apapun, karenanya bukti surat T-5 tersebut haruslah dikesampingkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena pemberhentian PHK yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat adalah tidak beralasan hukum dan juga Penggugat tidak terbukti menyampaikan pernyataan kesediaannya mengundurkan diri di hadapan Operasional Sales Direktur;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan dan fakta-fakta hukum tersebut di atas, Majelis Hakim memerintahkan Tergugat: untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak perumahan/pengobatan/perawatan kepada Penggugat sebesar sebagai berikut :
- Uang Pesangon : 2 x 6 x Rp7.800.000,- = Rp 93.600.000,-
- Uang Penghargaan Masa Kerja : 1 x 2 x Rp7.800.000,- = Rp 15.600.000,-
- Uang penggantian Hak: 15% x Rp. 109.200.000,- = Rp 16.380.000,-
Jumlah = Rp125.580.000,-
“Menimbang, bahwa oleh karena hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat dinyatakan putus sejak tanggal 1 September 2014, PHK mana tanpa kesalahan penggugat sedangkan menurut dalil Penggugat upahnya tidak lagi dibayar Tergugat sejak Februari 2014, maka berdasarkan ketentuan Pasal 155 ayat (2) jo. Penjelasan Pasal 93 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 Tergugat wajib dan karenanya Majelis hakim memerintahkan Tergugat untuk membayar upah Penggugat sejak bulan Februari 2014 sampai dengan Agustus 2014 sebesar 7 (tujuh) bulan x Rp. 7.800.000,- = Rp54.600.000,-;
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak tanggal 1 September 2014;
3. Memerintahkan Tergugat untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak kepada Penggugat sebesar Rp125.580.000,- (seratus dua puluh lima juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah);
4. Memerintahkan Tergugat untuk membayar upah kepada Penggugat sebesar Rp54.600.000,- (lima puluh empat juta enam ratus ribu rupiah).”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil bahwa pada mulanya saat Penggugat dipromosikan menjadi Branch Manager dengan disaksikan oleh 2 pejabat Perusahaan dan Staff Operasional menyatakan ‘apabila tidak sanggup, maka bersedia untuk mengundurkan diri’. Disamping itu berlaku pula kaedah norma Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur:
Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.”
Dimana terhadap kasasi yang diajukan Pengusaha, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 30 September 2014 dan jawaban memori tanggal 13 Oktober 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan pengajuan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi diketahui bahwa ternyata Termohon Kasasi telah salah mengartikan pernyataan mengundurkan diri, bahwasanya pembuktian pengunduran diri tidak dapat dibuktikan secara lisan, sehingga tidak dapat menjadi bukti yang sah adanya proses pengunduran diri;
- Bahwa khusus mengenai upah proses yang telah diberikan 7 bulan menjadi tidak diberikan (zero) oleh karena Pemohon Kasasi tidak melarang Termohon Kasasi untuk datang bekerja namun Termohon Kasasi pun tidak datang bekerja;
- Bahwa Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi terhadap Termohon Kasasi tidak beralasan hukum dan pernyataan pengunduran diri secara lisan yang pernah disampaikan tidak dapat dijadikan alat bukti pengunduran diri yang sah;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi harus ditolak;
“Menimbang, bahwa namun demikian Hakim Agung anggota I / Arief Sudjito, S.H., M.H., menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) yaitu bahwa keberatan-keberatan kasasi dapat dibenarkan dengan alasan-alasan sebagai berikut:
- Bahwa Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Bandung kurang tepat dalam putusan, dan kurang benar dalam pertimbangan;
- Bahwa dalam pertimbangan ditemukan kinerja Termohon / Penggugat tidak dapat mencapai target sesuai yang diperjanjikan, menunjukkan kwalitas kerja Penggugat dapat dinilai kurang terampil, dapat di PHK dengan hak 1 x uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak Pasal 156 ayat (2), (3), (4), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan diatas maka menurut Hakim Anggota I, permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dapat dikabulkan, dengan amar lengkap sebagai berikut:
MENGADILI
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon;
“Membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 97/G/2014/PHI/PN.BDG. tanggal 8 September 2014;
MENGADILI SENDIRI
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak tanggal 1 September 2014;
3. Mewajibkan Tergugat untuk membayar hak Tergugat sebagai berikut:
- Uang pesangon : 1 x 6 x Rp7.800.00,- : Rp46.800.000,-
- Uang Penghargaan Masa Kerja: 2 x Rp7.800.000,- : Rp15.600.000,-
Jumlah : Rp62.400.000,-
- Uang Pengganti Hak Perumahan dan Pengobatan: 15 % x Rp62.400.000,- : Rp 9.360.000,-
Jumlah seluruhnya : Rp71.760.000,-
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
“Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat dalam musyawarah Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka berdasarkan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Majelis Hakim setelah bermusyawarah maka diambil putusan dengan suara terbanyak yaitu menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi;
“bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. Semestanustra Distrindo tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. SEMESTANUSTRA DISTRINDO tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.