LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya yang dapat dicabut haknya oleh negara dengan alasan terlantar, hanya Hak Guna Usaha, ataukah Hak Guna Bangunan juga bisa?
Brief Answer: Bila yang menjadi objek Keputusan “Tanah Terlantar” berupa hak atas tanah dengan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), maka hal tersebut lumrah terjadi karena HGU memang dilarang dikuasai secara guntai / absentee berdasarkan norma Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang memiliki semangat utama penghapusan praktik partikelir tuan tanah (land lord).
Namun bukan berarti Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) tidak memilki potensi ancaman serupa, ditetapkan sebagai tanah terlantar oleh pemerintah, terutama bila objak SHGB berupa bidang-bidang tanah dengan luasan yang mencapai ratusan hektar.
PEMBAHASAN:
Salah satu kasus konkret yang dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk, dapat dijumpai dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa Tata Usaha Negara “Penetapan Tanah Terlantar” register Nomor 90 PK/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016, perkara antara:
- PT. MOJOKERTO INDUSTRIAL PARK, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat; melawan
I. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL; II. KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR SELAKU PANITIA C IDENTIFIKASI DAN PENELITIAN TANAH TERLANTAR; III. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR selaku Termohon Peninjauan Kembali I, II, III semula Tergugat I, II, III.
Terhadap SHGB Penggugat, BPN menerbitkan surat keputusan, yang pada substansinya: Pertama,tanah Hak Guna Bangunan atas nama Penggugat ditetapkan sebagai tanah terlantar. Kedua, menetapkan hapusnya hak atas tanah, memutuskan hubungan hukum, dan tanah dimaksud kembali dikuasai oleh negara.
Penggugat berkeberatan, dengan dalil, bahwa tujuan diberikannya Hak Atas Tanah berupa Hak Guna Bangunan kepada Penggugat adalah untuk dipergunakan atau dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak sebagaimana tercantum didalam Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan tersebut.
Untuk membangun suatu kawasan industri, Penggugat beragumentasi, tidak hanya semata-mata tersedianya lahan dengan hak atas tanah berupa Hak Guna Bangunan, akan tetapi memerlukan juga izin-izin teknis, seperti izin prinsip dari Menteri Perindustrian, Izin Lokasi dari Gubernur, Izin Lokasi untuk Perubahan Batas Kawasan Industri dari Kantor Pertanahan, Persetujuan Prinsip dari Bupati, dan Izin Membangun dari Bupati, yang kesemuanya izin-izin tersebut memerlukan persyaratan dan proses.
Penggugat sejak semula tidak mempunyai itikad atau niat untuk menelantarkan Hak Guna Bangunan atas nama Penggugat untuk kepentingan Pembangunan Kawasan Industri, jika hal itu terjadi akan merusak reputasi Penggugat dan membuang begitu banyak investasi biaya yang telah dikeluarkan oleh Penggugat.
Argumentasi yang menarik dari Penggugat, dengan menyebutkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar tidak terdapat satu pasal pun norma hukum tertulis yang mengatur batas waktu (time limit / fatale termijn) hak atas tanah tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atas tanah, dengan demikian terdapat kebebasan yang luar biasa dari Tergugat I dan Tergugat II untuk melakukan penilaian apakah “Yang Terindikasi Terlantar” dan dalam kualifikasi “Tanah terlantar”—dengan kata lain, bisa dimaknai sebagai satu tahun, dua tahun, atau sepuluh tahun, sesuai selera pejabat yang berwenang.
Pada lokasi bidang tanah dari keseluruhan Hak Guna Bangunan atas nama Penggugat (kecuali yang belum dibebaskan), telah dimanfaatkan oleh Penggugat dengan melakukan kegiatan berupa:
- Pemagaran;
- Pembuatan jalan;
- Pembangunan kantor dan prasarananya;
- Sarana penghijauan dengan memanfaatkan lahan kosong dengan tanaman produktif berupa padi dan tebu.
Terhadap gugatan Penggugat, yang kemudian menjadi amar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 62/G/2013/PTUN.SBY, tanggal 5 September 2013 adalah sebagai berikut:
I. Dalam Eksepsi;
- Menyatakan eksepsi Tergugat I tidak diterima;
- Menyatakan menerima eksepsi yang diajukan Tergugat II;
II. Dalam Pokok Sengketa;
1. Menyatakan gugatan Penggugat terhadap Tergugat II tidak diterima;
2. Mengabulkan gugatan Penggugat terhadap Tergugat I dan Tergugat III seluruhnya;
3. Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Tergugat I Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yaitu:
3.1. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 15/PTT-HGB/BPN RI/2013 Tentang Penetapan Tanah Terlantar Yang Berasal Dari Hak Guna Bangunan Nomor 3/Sadartengah atas nama PT Mojokerto Industrial Park, Terletak Di Desa Sadartengah, Kecamatan Mojoanyar (Dahulu Kecamatan Bangsal), Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur Tanggal 18 Maret 2013;
3.2. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16/PTT-HGB/BPN RI/2013 Tentang Penetapan Tanah Terlantar Yang Berasal Dari Hak Guna Bangunan Nomor 4/Sadartengah atas nama PT Mojokerto Industrial Park, Terletak Di Desa Sadartengah, Kecamatan Mojoanyar (Dahulu Kecamatan Bangsal), Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur Tanggal 18 Maret 2013;
3.3. ...
5. Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Tergugat III, yaitu Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto Nomor 880/024.35.16.500.11/IV/2013, tertanggal 09 April 2013, Perihal: Pencabutan beberapa Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1;2;3;4;5/Gebang Malang, Nomor 4;5;6;7;8, 9;10;11;12;13;14;15; 16;17;18;19;20;21;22;23;24;25;26;27;28;29;30;31;32;33;37/Kepuhanyar, Nomor 3;4;5;6;7;8;9;10/Sadartengah Atas nama PT. Mojokerto Industrial Park;
6. Mewajibkan kepada Tergugat III untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkannya, yaitu Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mojokerto Nomor 880/024.35.16.500.11/IV/2013, tertanggal 09 April 2013, Perihal: Pencabutan beberapa Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1;2;3;4;5/Gebang Malang, Nomor 4;5;6;7;8, 9;10;11;12;13;14;15; 16;17;18;19;20;21;22;23;24;25;26;27;28;29;30;31;32;33;37/Kepuhanyar, Nomor 3;4;5;6;7;8;9;10/Sadartengah Atas nama PT Mojokerto Industrial Park.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 01/B/2014/PT.TUN.SBY., tanggal 17 Februari 2014 adalah sebagai berikut:
- Menerima Permohonan Banding dari Tergugat I/Pembanding I dan Tergugat II/Pembanding II;
- Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya tanggal 5 September 2013 Nomor 62/G/2013/PTUN.SBY. yang dimohon banding.”
Sementara dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 286 K/TUN/2014, tanggal 12 Agustus 2014 adalah sebagai berikut:
“Mengabulkan Pemohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi I: Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dan Pemohon Kasasi II: Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur Selaku Panitia C Identifikasi dan Penelitian Tanah Terlantar tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 01/B/2014/PT.TUN.SBY., tanggal 17 Februari 2014 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha negara Surabaya Nomor 62/G/2013/PTUN.SBY, tanggal 5 September 2013;
“Mengadili Sendiri:
- Menolak Gugatan Penggugat.”
Penggugat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa bukti-bukti baru (novum) P.PK.1 berupa Akta Perjanjian Ikatan Jual Beli Nomor 10 tanggal 30 September 1993, P.PK.2 berupa Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 22 tanggal 16 Februari 1995 dan Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 25 tanggal 25 Agustus 1995 tidak bersifat menentukan sebagaimana dimaksud Pasal 67 huruf b Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, karena yang menjadi pokok permasalahan perkara a quo adalah terbitnya objek sengketa berupa Keputusan tentang Penetapan Tanah Terlantar yang berasal dari Hak Guna Bangunan atas nama PT. Mojokerto Industrial Park, bukan mengenai asal muasal tanahnya;
- Bahwa Bahwa oleh karena tanah seluas ± 152,6590 hektar yang telah diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan ternyata ditelantarkan oleh Penggugat dan telah ditegur sebanyak 3 (tiga) kali, maka objek sengketa yang diterbitkan oleh Tergugat I dan Tergugat III adalah sah;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh: PT. MOJOKERTO INDUSTRIAL PARK tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT. MOJOKERTO INDUSTRIAL PARK tersebut.”
Note SHIETRA & PARTNERS:
Negara tentulah tidak secara serta-merta menerbitkan keputusan pencabutan hak atas tanah, terutama dalam kasus diatas, yang dicabut secara sekaligus ialah hampir 50 bidang tanah bersertifikat milik Penggugat, mengingat SOP yang berlaku di BPN ialah 4 (empat) bagian tahapan penertiban tanah terlantar, yaitu:
a. Dimulai dari inventarisasi tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi terlantar;
b. Identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar;
c. Peringatan terhadap pemegang hak;
d. Berhulu pada penetapan tanah terlantar.
...
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.