LEGAL
OPINION
Question: Kalau saya tak mau dipindah tempat kerja ke luar
kota oleh atasan, keukeuh untuk tetap masuk kerja di tempat biasa,
apa boleh perusahaan bilang saya mangkir kerja, tak diberi gaji, bahkan dipecat?
Memang dalam perjanjian kerja, saya ada cantumkan “bersedia di mutasi ke luar
kota” dalam kolom formulir lamaran yang dibuat pihak perusahaan saat saya pertama
kali melamar kerja saat masih bujang. Tapi sekarang saya sudah berkeluarga, dan
saya tak mau meninggalkan anak serta istri saya.
Brief Answer: Mutasi tempat kerja ke luar kota, bagi sebagian
kalangan Pekerja, terutama bagi yang telah berkeluarga, bukanlah perkara yang
sepele. Telah banyak terjadi modus yang dirancang untuk mengarah pada pemutusan
hubungan kerja (PHK) terhadap Pekerja / Buruh yang tidak disukai pihak Pengusaha,
dengan cara memutasi tempat kerja Pekerja bersangkutan, sehingga sang Pekerja
tidak kerasan untuk terus berkerja.
Mutasi tempat kerja, dengan
segala kerepotan yang ditanggung oleh Pekerja yang telah berkeluarga, harus
memperhatikan kesediaan dari Pekerja yang bersangkutan. Ketika Pekerja
melakukan “perlawanan” dengan tidak tunduk pada perintah Pengusaha untuk
dimutasi, dengan tetap hadir (presensi)
pada tempat kerja semula sang Pekerja
bekerja, maka tak dapat dikategorikan sebagai mangkir terlebih dimaknai sebagai
pengunduran diri.
Pengusaha tetap berhak mem-PHK
Pekerja yang tidak patuh pada “perintah”, sebagai salah satu dari tiga unsur
utama dalam hubungan hukum ketenagakerjaan, namun disertai kewajiban memberikan
kompensasi berupa pesangon—suatu win win
solution dalam kacamata Pengadilan Hubungan Industrial, yang tetap lebih
baik bagi para pihak.
PEMBAHASAN:
Salah satu dari sekian banyak kasus serupa yang akan SHIETRA &
PARTNERS rujuk perihal mutasi demi mutasi yang sewenang-wenang, dapat dijumpai
dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa register Nomor 990 K/Pdt.Sus-PHI/2016
tanggal 13 Desember 2016, perkara antara:
- PT. PIONEERINDO GOURMET
INTERNATIONAL, Tbk, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- RISMAYANTI, selaku Termohon
Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat sudah bekerja di Perusahaan Tergugat sejak tahun 2004 dengan
masa kerja kurang lebih 11 tahun, dengan Jabatan terakhir sebagai Store
Manager. Penggugat terakhir ditempatkan bekerja di CFC outlet PTC Palembang. Selama
bekerja pada Tergugat, Penggugat tidak pernah mendapat sangksi baik berupa
teguran lisan ataupun peringatan yang berkaitan dengan hubungan kerja.
Setelah ditempatkan di CFC HERO Palembang, dan hanya berselang beberapa
bulan di tempat tersebut, Penggugat dimutasi ke CFC Palembang Square selama kurang
lebih 3 (tiga) Tahun terhitung sejak mulai bulan Januari 2005 sampai Maret
2008.
April sampai November 2008, Penggugat dimutasi keluar Kota, yakni
Bengkulu, setelah berapa bulan kemudian Penggugat dipromosikan untuk menjadi
Training Instructor dengan terlebih dahulu melewati masa Training selama 3 bulan
di Jakarta terhitung mulai bulan Desember 2008 sampai Februari 2009.
Setelah itu Penggugat kembali ditempatkan di Surabaya selama 2 (dua)
bulan Februari s/d Maret 2009, berlanjut pada bulan April Penggugat ditugaskan di
Semarang. Namun mutasi terhadap Penggugat tidak cukup sampai disitu. Penggugat
juga pernah dimutasi ke Ambon, Samarinda, Bali juga Medan dari Tahun 2012
sampai dengan Tahun 2014, terakhir Tahun 2015 Penggugat kembali lagi ke Kota
Palembang. Dimana semua mutasi tersebut Penggugat jalani tanpa pernah membantah
atasan.
Kronologi kejadian berawal pada malam hari tanggal 2 Oktober 2015 pukul
22.00 WIB, dimana saat Penggugat beserta 2 crew Penggugat yang segera akan
pulang ke rumah dikarena jam kerja telah usai, dan ketika Penggugat beserta
kedua Crew yang dimaksud hendak akan menutup rolling door outlet, didapati rolling
door tidak mau terkunci, walaupun Penggugat sudah berusaha semaksimal mungkin
untuk menguncinya, namun rolling door tidak bisa terkunci juga. Daripada
Penggugat paksakan untuk menguncinya yang nanti justru akan mengalami kerusakan
yang parah, akhirnya Penggugat pun hanya bisa menutup rolling door outlet
tersebut dalam keadaan tidak terkunci.
Keesokan harinya, pada hari Sabtu yang mana seharusnya bukan Jatwal kerja
Penggugat, oleh karena rasa tanggungjawab dan Jabatan Penggugat, Penggugat tetap
datang melihat dan mengecek rolling door outlet yang telah ditinggal semalaman
dalam keadan tidak terkunci, Penggugat merasa bersyukur ternyata tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
Kejadian tersebut kemudian Penggugat laporkan pada sang atasan, dengan cara
mengirim foto-fota rolling door outlet. Maksud dan tujuan Penggugat
menyampaikan permasalahan pada Atasan, agar mendapatkan solusi supaya persoalan
tidak berlarut-larut juga menghindari kemungkinan terjadinya pencurian yang
bisa merugikan perusahaan.
Alih-alih solusi yang Penggugat dapatkan dari seorang atasan, melainkan
ucapan yang tak sepatasnya diucapkan seorang atasan sehingga terjadilah
pertengkaran, dimana atasan Penggugat sempat berucap bahwa beliau akan
memutasikan Penggugat, juga beliau tidak mau mempunyai Store Manager seperti
Penggugat.
Pada tanggal 8 Oktober 2015, sang atasan menerbitkan 2 Surat Mutasi
sekaligus dalam satu hari yaini Surat Form Perubahan Status Karyawan tentang
Mutasi Penggugat ke CFC Jakabaring dan via email Mutasi Penggugat ke CFC
Martadinata, yang pada pokoknya menyuruh Penggugat bertugas di tempat yang
dimaksud mulai tanggal 9 Oktober 2015, dimana jabatan Penggugat turut diturunkan.
Mutasi yang dilakukan oleh sang atasan terhadap Penggugat, bukanlah
berkaitan dengan kondisi dan keadaan Perusahaan, melainkan tindakan pribadi
seorang atasan terhadap bawahannya, disamping terkesan dipaksakan sebab dalam
satu hari sang atasan menerbitkan 2 surat mutasi sekaligus untuk Penggugat yang
penepatannya berbeda-beda, bagi Penggugat ini adalah pebuatan yang tidak pantas
dilakukan oleh seorang Atasan terhadap seorang karyawan.
Menyikapi adanya 2 Surat Mutasi tersebut, Penggugat meminta kepada
perusahaan agar dimutasikan ke Semarang supaya Penggugat dapat hidup dekat bersama
suami, sebagaimana demi tanggung jawab pekerjaan selama ini Penggugat telah
rela berpisah dengan keluarga, namun dikarenakan saat ini Penggugat telah mempunyai
Suami, maka adalah wajar bila Penggugat harus ikut dimana sang suami berada.
Akan tetapi permohonan Penggugat tidak menemui kepastian. Surat Mutasi
yang berupa Form Perubahan Status Karyawan tertanggal 8 Oktober 2015 yang memerintakan
agar Penggugat mulai Efektif tanggal 9 Oktober 2015 ditempatkan pada dua tempat
sekaligus, Penggugat nilai cacat hukum dan sangat memaksakan kehendak, mengingat
tanpa adanya alasan yang jelas dan tidak mendasar dalam memutasi seorang pegawai.
Selama menunggu hasil proses Keberatan yang Penggugat ajukan baik secara lisan
maupun tertulis kepada pihak perusahaan, namun belum ada tanggapan yang pasti,
Penggugat masih tetap melaksanakan tugas-tugasnya alias tetap bekerja sebagaimana
biasa di outlet CFC PTC Palembang.
Pada tanggal 13 November 2015, Tergugat mengerluarkan surat panggilan I bagi
Penggugat. Tanggal 25 November 2015, Tergugat mengeluarkan surat panggilan II bagi
Penggugat. Atas kedua surat panggilan tersebut, Penggugat memberi respon melalui
surat tertanggal 17 November 2015 dan 27 November 2015.
Dalam satu hari pihak Tergugat telah menjawab surat dari Penggugat yang bertanggal
sama, yakni tertanggal 27 November 2015, dengan esensi Surat dari Tergugat
tersebut ialah telah menolak apa yang menjadi permintaan dari Penggugat untuk
dimutasikan ke Semarang.
Pada tanggal yang sama pula, 27 November 2015, pihak Tergugat mengeluarkan
Surat perihal panggilan III untuk Penggugat yang mana substansinya berupa
ancaman: jika Penggugat mengabaikan perintah Penggugat, maka akan dikualifikasikan
sebagai pengunduran diri.
Penggugat membalas surat perihal panggilan III dari pihak Tergugat,
tertanggal 29 November 2015. Tanggal 30 November 2015, Penggugat mengajukan
cuti dan ketika Penggugat ambil Surat Permohonan Cuti tersebut, ternyata Penggugat
sudah dianggap mengundurkan diri oleh atasan Penggugat.
Tanggal 4 Desember 2015, Penggugat menerima Surat dari pihak Tergugat
perihal surat panggilan penyelesaian Administrasi pengunduran diri dan
pengambilan packlaring. Atas surat panggilan ke-I dan ke-II tersebut Penggugat
telah menanggapinya baik secara tertulis maupun secara lisan, serta Penggugat masih
tetap bekerja sebagaimana biasanya, disamping keberadaan Surat Mutasi yang diberikan
oleh Tergugat adalah cacat karena sangat dipaksakan oleh Tergugat, dimana
Penggugat sudah mengajukan keberatan namun belum ada tanggapan sama sekali
apalagi penyelesaian atas keberatan Penggugat.
Karena dinilai sudah tidak lagi harmonis, maka Penggugat menerima
pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut, dengan syarat agar dikategorikan
sebagai “PHK Tanpa Kesalahan”. Oleh karena Penggugat di-PHK secara sepihak dan
tanpa kesalahan, maka Penggugat berhak Uang Pesangon.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Palembang kemudian
menjatuhkan putusan Nomor 25/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Plg., tanggal 28 Juli 2016,
dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Bahwa meskipun Penggugat
menolak mutasi ke cabang CFC Jakabaring, Penggugat tetap masuk kerja di CFC
Cabang PTC Palembang sampai dengan 3 Desember 2015 dan mendapatkan upah
bulan November 2015 (vide bukti: P.3 absensi bulan November dan Desember 2015
serta slip gaji bulan November 2015) dan bedasarkan (vide Bukti P.7, P.8 dan
vide bukti T.3, T.4 dan T.5) berupa surat panggilan I, panggilan II dan
panggilan III yang dijadikan landasan hukum penggugat dikualifikasikan
mengundurkan diri oleh tergugat (vide Bukti P.11) tidaklah memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud Pasal 168 (1) Undang–undang 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan;
“Bahwa oleh karenanya bedasarkan
pertimbangan hukum-pertimbangan hukum sebagaimana tersebut diatas, bahwa pemutusan
hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat bukanlah karena PHK sepihak atau
dikualifikasikan mengundurkan diri, akan tetapi PHK Tergugat kepada Penggugat
adalah alasan pelanggaran peraturan perusahaan Pasal 5 ayat (1), (2), (3)
dan ayat (4);
“Bahwa berdasarkan ketentuan
Pasal 161 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan
“dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara
berturut-turut”;
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menghukum Tergugat untuk membayar uang pengakhiran hubungan kerja secara tunai dan seketika kepada
Penggugat, dengan perhitungan uang pengakhiran hubungan kerja yang seharusnya
diterima:
Masa kerja 11 tahun 8 bulan
- Uang Pesangon: 9 X Rp2.550.000,00 = Rp22.950.000,00
- Uang penghargaan Masa kerja: 4 X Rp2.550.000,00 =Rp10.200.000,00
=Rp33.150.000,00
- Uang Penggantian Hak: 15% x Rp33.150.000,00 = Rp4.972.500,00
TOTAL =Rp38.122.500,00 (tiga
puluh delapan juta seratus duapuluh dua ribu lima ratus rupiah);
3. Membebankan seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara sebesar
Rp126.000,00 (seratus dua puluh enam ribu rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah
Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak
dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi
tanggal 24 Agustus 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 16 September 2016
dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang tidak salah menerapkan hukum dengan
pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Pekerja tidak dapat
dikualifisir mengundurkan diri sesuai Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 tahun
2003, karena sekalipun penolakan mutasi tidak sah, pekerja tetap masuk di
tempat kerja yang lama/semula yaitu mutasi terhitung mulai tanggal 8
Oktober 2015 tetap bekerja sampai dengan 3 Desember 2015, sedangkan
panggilan masuk kerja I, II dan III tanggal 13 November 2015, 17 November 2015,
25 November 2015, yang mana pekerja masih tetap masuk kerja;
“Bahwa dengan demikian PHK
dengan kualifikasi mengundurkan diri sebagaimana didalilkan oleh Pemohon
Kasasi, tidak memenuhi ketentuan Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
dan penjelasannya yang mensyaratkan mangkir 5 hari kerja berturut-turut/tidak
melaksanakan kewajiban sama sekali dan sudah dipanggil secara patut dan
tertulis 2 kali dalam waktu yang ditentukan;
“Bahwa oleh karena itu
Penggugat/Termohon Kasasi berhak atas kompensasi berupa uang pesangon 1
(satu) kali ketentutan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), uang Penggantian hak 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (4);
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Pelembang dalam perkara ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi
yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. PIONEERINDO GOURMET INTERNATIONAL, Tbk.,
tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. PIONEERINDO GOURMET
INTERNATIONAL, Tbk, tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.