Klaim Piutang Sepihak, Debitor Pailit Melawan

LEGAL OPINION
Ketika Sifat Pembuktian yang Sederhana Tidak Lagi dapat Dimaknai Secara Sempit
Question: Pak Hery (SHIETRA & PARTNERS) pernah bilang kalau keadaan pailit adalah momen yang krusial, karena banyak kreditor bermunculan dan mengajukan klaim nominal piutang secara seenaknya. Apa debitor yang pailit masih bisa maju untuk membantah terhadap klaim-klaim sepihak para kreditor tersebut?
Brief Answer: Masih dimungkinkan, sepanjang terdapat alasan logis dibalik argumentasi upaya hukum perlawanan di hadapan Pengadilan Niaga dalam rangka renvoi prosedur terhadap tagihan satu atau lebih kreditor yang mengajukan piutang.
Hakim pada Pengadilan Niaga yang berpengalaman, tentu memahami dan pernah mengalami, betapa banyak kreditor beritikad buruk yang “aji mumpung” terhadap keadaan pailit sang debitor, dengan mengajukan piutang dengan besaran nominal secara irasional (dengan aturan main sendiri secara sepihak men-total jumlah piutang).
Singkat kata, pailitnya debitor, tidak mengakibatkan debitor sama sekali terpasung atau tidak lagi berdaya untuk bersuara dan menggugat para kreditor yang menyalahgunakan keadaan yang dialami debitornya. Itulah saat-saat dimana kreditor yang “memancing di air keruh” akan menjadi tergugat yang hanya akan merusak reputasinya sendiri.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana SHIETRA & PARTNERS dapat merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa tagihan dalam kepailitan register Nomor 400 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 tanggal 18 Agustus 2016, perkara antara:
- PT. INTAN BARUPRANA FINANCE, Tbk., sebagai Pemohon Kasasi dahulu Terlawan; melawan
- PT. DWIPA INDONESIA (dalam pailit), selaku Kasasi dahulu Pelawan; dan
- Kurator PT. DWIPA Indonesia (dalam pailit), sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Terlawan.
Pada tanggal 23 November 2015, dilakukan rapat pencocokan utang, yang dilakukan Turut Terlawan atas tagihan-tagihan yang telah diajukan kepada Turut Terlawan selaku kurator dalam Perkara kepailitan Nomor 12/Pailit/2015/PN.Niaga.Sby yang dialami Pelawan selaku debitor.
Pada saat Turut Terlawan (Kurator) menyampaikan jumlah tagihan yang diajukan PT. Intan Baruprana Finance, Tbk, jumlah tagihannya sebesar USD4,431,901.43. Terhadap jumlah tagihan tersebut, Pelawan berkeberatan, karena jumlah tagihan piutang tersebut tidak direkapitulasi dengan setidaknya nilai likuidasi agunan fasilitas kredit yang diterima Pelawan dari Terlawan, sehingga akan terjadi tagihan berganda sebab Terlawan seketika menarik objek jaminan pelunasan piutang saat Pelawan jatuh pailit—sehingga nilai ekonomi dari objek agunan yang ditarik Terlawan semestinya diperhitungkan terhadap jumlah hutang-piutang yang ada.
Terhadap semua unit yang masih belum dalam keadaan jatuh tempo maupun unit yang sudah ditarik Terlawan, Pelawan telah melakukan pembayaran sebesar USD290,537.93, adapun kewajiban Pelawan seluruhnya hingga bulan Oktober 2015 adalah sebesar USD2,462,666.06.
Oleh karena telah adanya penarikan 6 unit oleh Terlawan, namun dalam pengajuan tagihan kepada Turut Terlawan tidak memperhitungkan hasil yang telah didapatkan akibat penarikan barang sewa guna usaha (leasing).
Piutang Terlawan yang diakui Pelawan ialah USD2.462.666,06 namun belum ada perhitungan nilai likuidasi, sehingga Pelawan dapat menerima utang kepada Terlawan setelah adanya perhitungan nilai likuidasi dan karenanya Turut Terlawan harus menunggu hasil likuidasi.
Terhadap perlawanan sang debitor, Pengadilan Niaga Surabaya kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 02/Renvooi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby, juncto Nomor 12/Pailit/2015/PN.Niaga.Sby, tanggal 4 Februari 2016, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dalam mengajukan bantahannya, Pelawan telah mengajukan bukti berupa P-1 tentang rekap utang Pelawan kepada Terlawan, yang menurut Pelawan, jumlah yang ditagihan kepada Turut Terlawan adalah jumlah yang dihitung berdasarkan akhir masa akad kredit;
“Menimbang, bahwa nilai hutang Pelawan yang diajukan Terlawan adalah perhitungan yang dihitung hingga akad kredit berakhir, dan perhitungan-nya dengan Pelawan adalah berbeda;
“Menimbang, bahwa sesuai vide bukti-bukti yang diajukan Pelawan, bahwa perhitungan utang hingga Pelawan hingga akad kredit berakhir adalah sebesar USD2,462,666.06, sedangkan perhitungan menurut Terlawan adalah USD4,431,901.43;
“Menimbang, bahwa terjadi perbedaan perhitungan antara Pelawan dan Terlawan, menurut hemat majelis adalah yang perlu dipertimbangkan adalah belum dilakukannya perhitungan nilai barang modal;
“Menimbang, dengan ditariknya barang modal oleh Terlawan, maka sesuai dengan ketentuan pasal 15 akad kredit, seharusnya Terlawan memperhitungkan nilai jual barang modal dengan cara menjual atau meminta pihak lain untuk menaksir harganya, sehingga kewajiban utang Pelawan kepada Terlawan menjadi pasti, disamping itu pula Terlawan telah meminta Turut Terlawan untuk mengembalikan barang modal lainnya yang masih berada di berbagai lokasi tambang dan harus pula diperhitungkan, apakah telah mencukupi untuk membayar utang dan apabila tidak mencukupi, barulah kekurangan utangnya ditagihkan kepada Turut Terlawan;
“Menimbang, bahwa dengan ditariknya barang modal oleh Terlawan, maka Pelawan sudah tidak memperoleh manfaat lagi dari barang modal itu sendiri, sehingga hal itu tidak adil apabila Pelawan masih dibebani untuk membayar sewa guna usaha beserta bunganya dan adalah adil apabila Terlawan memperhitungkan lebih dahulu nilai barang modal dan apabila ada kekurangannya, maka Terlawan dapat mengajukan tagihannya kepada Turut Terlawan;
“Menimbang, bahwa oleh karena barang modal yang menjadi objek dalam akad kredit kembali kepada Terlawan maka tagihan sebesar USD4.431.901,43 sangat tidak beralasan dan ditolak dan selanjutnya Majelis Hakim sependapat dengan perhitungan yang diajukan Pelawan sebesar USD2,462,666.06 dengan ketentuan masih harus diperhitungkan dengan nilai likuidasi barang modal yang ditarik Terlawan;
“Menimbang, bahwa oleh karena dalam akad kredit diperjanjikan pula biaya-biaya penarikan barang modal, maka adalah dibenarkan bila Terlawan juga mengajukan biaya penarikan kepada Pelawan dengan disertai bukti-bukti yang sah;
“Menimbang, bahwa pada dasarnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk membuat klausula baku asalkan tidak bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, apabila dalam perjanjian ada yang bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka klausul tersebut batal demi hukum, tetapi tidak berarti batalnya perjanjian secara keseluruhan, pelaku usaha wajib menyesuaikan perjanjian baku dengan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen; [Note SHIETRA & PARTNERS: partial anullment.]
“Menimbang, bahwa perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi yang dibuat Terlawan dan Pelawan tersebut diatas, juga memenuhi ciri-ciri atau kriteria perjanjian baku menurut Mariam Darus, yaitu:
- Isinya ditetapkan secara sepihak oleh yang posisi ekonominya kuat;
- Masyarakat / debitur sama sekali tidak ikut bersama menentukan isi perjanjian;
- Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu;
- Bentuk tertentu;
- Disiapkan terlebih dahulu secara masal dan kolektif;
MENGADILI :
1. Mengabulkan perlawanan dari Pelawan sebagian;
2. Menyatakan pengajuan tagihan Terlawan adalah sebesar USD2,462,666.06 (dua juta empat ratus enam puluh dua ribu enam ratus enam puluh enam Dollar nol enam sen), tetapi masih harus diperhitungkan dengan nilai hasil likuidasi atas penarikan barang modal;
3. Memerintahkan Turut Terlawan untuk tunduk dan patuh pada putusan ini;
4. Menolak gugatan Pelawan untuk selain dan selebihnya.”
Sang kreditor mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi bahwa Pembuktian yang diterapkan oleh Majelis Hakim adalah merupakan pembuktian yang tidak sederhana, karena amar putusan menyatakan pengajuan tagihan Terlawan adalah sebesar USD2,462,666.06 tetapi masih harus diperhitungkan dengan hasil likuidasi atas penarikan barang modal.
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak membuat perhitungan dalam pertimbangan maupun putusannya, mengapa memutuskan utang dari Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi adalah sebesar USD2,462,666.06.
Putusan hakim menyatakan tagihan Terlawan kepada Pelawan adalah sebesar USD2,462,666.06 tetapi masih harus diperhitungkan dengan hasil likuidasi atas penarikan barang modal, sudah terbantah dengan sendirinya. Dengan kata lain, amar putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya sebesar USD2,462,666.06 tetapi masih harus diperhitungkan dengan hasil likuidasi atas penarikan barang modal, adalah putusan yang keliru mengenai pembuktian yang sederhana. Perhitungan mengenai hasil likuidasi masih akan dilakukan pada masa mendatang.
Sang kreditor juga keberatan karena Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya mempergunakan hukum perlindungan konsumen sebagai dasar pertimbangannya. Majelis Hakim Pengadilan Niaga menyebutkan perihal larangan bagi pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku.
Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa yang disebut dengan klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 10 Februari 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 4 Maret 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa pertimbangan dan putusan Judex Juris sudah tepat dan benar;
“Bahwa karena barang modal yang menjadi objek perjanjian kembali kepada Terlawan / Pemohon Kasasi, maka perhitungan USD4,431,901.43 yang diajukan Terlawan / Pemohon Kasasi memang tidak beralasan. Perhitungan Judex Facti terhadap tagihan Terlawan/Pemohon Kasasi sebesar USD2,462,666.06 sudah cukup adil dan berdasarkan hukum;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 02/Renvooi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby, juncto Nomor 12/Pailit/2015/PN.Niaga.Sby, tanggal 4 Februari 2016 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. INTAN BARUPRANA FINANCE ,Tbk tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. INTAN BARUPRANA FINANCE, Tbk tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.