Kelemahan Utama Menjadi Pemegang Saham Minoritas

LEGAL OPINION
Direksi Tidak Proaktif, Pemegang Saham Meradang
Pemegang Saham Minoritas Selalu Tersandera Kuorum dan Keputusan RUPS
Question: Ini direktur tidak mau juga gugat orang yang telah rugikan keuangan perusahaan. Sudah bertahun-tahun tapi tetap saja dibiarkan kerugian itu terus berlarut-larut. Jadi musti gimana saya selaku pemegang saham perseroan terbatas?
Brief Answer: Dapat SHIETRA & PARTNERS pastikan, Anda pastilah Pemegang Saham Minoritas, sehingga tidak sanggup memenuhi kuorum untuk membuat voting yang menghasilkan resolusi berupa keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang mengikat Perseroan beserta para pengurusnya.
Pemegang saham mayoritas akan mudah saja menyelenggarakan RUPS, sekalipun tanpa kehadiran pemegang saham minoritas, untuk mengganti / mencopot dan mengangkat kepengurusan baru Perseroan, membuat agenda kegiatan prioritas Perseroan, dsb.
Sebaliknya, ketika Pemegang Saham Minoritas mendapati Direksi maupun Pemegang Saham Mayoritas tidak memiliki itikad baik bagi kepentingan modal yang telah ditanam para Pemegang Saham Minoritas, maka Pemegang Saham Minoritas hanya mampu mengharap pada “kebaikan hati” dan itikad baik pihak Pemegang Saham Mayoritas—pemaparan tersebut bukanlah teori atau wacana semata, namun sudah banyak penulis jumpai dalam praktik, terutama modus “transfer pricing” yang terjadi secara masif.
Salah satu modus transfer pricing yang sangat sederhana, Pemegang Saham Mayoritas memerintahkan Direksi untuk menunjuk pribadi para Pemegang Saham Mayoritas untuk mengerjakan proyek konstruksi pembangunan gedung kantor Perseroan. Ketika bangunan kantor telah berdiri, terdapat indikasi mark up. Jika sudah demikian, meski modal perseorang telah terkuras, tidak mungkin Direksi akan menggugat pribadi pelaksana proyek jasa konstruksi, karena sama artinya melawan pribadi para Pemegang Saham Mayoritas yang sewaktu-waktu dapat menyelenggarakan RUPS Luar Biasa untuk mencopot sang Direksi yang mengancam posisi mereka.
Sebagai kesimpulan, SHIETRA & PARTNERS tidak pernah merekomendasikan klien untuk memasukkan modal sebagai pemegang saham minoritas, kecuali pihak Pemegang Saham Mayoritas benar-benar rekan yang klien kenal secara baik dan sangat dekat hubungan personalnya.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut merupakan salah satu kasus konkret yang dapat menjadi cerminan, sebagaimana putusan sengketa korporasi register Nomor 680 K/Pdt/2006 tanggal 9 Nopember 2006 yang diperiksa serta diputus oleh Hakim Agung HARIFIN A. TUMPA, I MADE TARA, dan REHNGENA PURBA, perkara antara:
- HARRYANTO DJUNARTO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
1. TIO ANG KHIANG/AKHIANG; 2. TJHAI TJAW HA/CAU HA; 3. DJUI TJIANG/AMENG; 4. ANG HIONG/AHIONG; 5. DJOEI TONG/ATHONG; 6. SPEI LONG/AONG; selaku Para Termohon Kasasi, semula para Penggugat.
Meski Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas saat Legal Opinion ini disusun telah diubah dengan UU No. 40 Tahun 2007, namun secara norma masih relevan dengan kasus yang SHIETRA & PARTNERS angkat berikut ini.
Para Penggugat dan Tergugat adalah sebagai Komisaris dan Pemegang Saham PT. Cita Jaya Raya. Untuk merealisasikan operasional PT. Cita Jaya Raya, PT. Cita Jaya Raya memberikan dana sebesar Rp.1.828.900.000,- kepada Tergugat  untuk membeli peralatanan/perlengkapan PT. Cita Jaya Raya.
Berdasarkan perhitungan PT. Cita Jaya Raya atas materiel yang dibeli oleh Tergugat, dana/uang yang masih tersisa pada Tergugat adalah sebesar Rp.485.800.860,-. Salah satu fakta hukum yang penting: Tergugat masih mempunyai saham di PT. Cita Jaya Raya nilai nominal sebesar Rp.272.500.000,-.
Penggugat berasumsi, kerugian Perseroan dapat dikompensasikan dengan nominal saham milik Tergugat, dimana setelah dikurangkan dengan uang milik PT. Cita Jaya Raya yang ada pada Tergugat sebesar Rp.485.800.860,- maka piutang PT. Cita Jaya Raya yang masih menjadi kewajiban pengembalian oleh Tergugat adalah senilai Rp.213.300.860,-. [Note SHIETRA & PARTNERS: Idealnya, bila sekalipun suatu pihak hendak masuk sebagai Pemegang Saham Minoritas, perlu dicantumkan “aturan main” dalam Anggaran Dasar / Pendirian Perseroan, bahwasannya kerugian yang diakibatkan oleh Pemegang Saham Mayoritas, maka Pemegang Saham Minoritas berhak merekapitulasi kepemilikan saham Pemegang Saham Mayoritas pada Perseroan sebagai kompensasi kerugian.]
Dalam rangka menyelesaikan perselisian antara para Penggugat dengan Tergugat, para pemegang saham PT. Cita Jaya Raya mengadakan rapat pemegang saham yaitu pada tanggal 12 Agustus 2003, 15 September 2003, dan 28 Nopember 2003.
Oleh karena setiap rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan para pemegang saham, pihak Tergugat tidak pernah hadir walaupun panggilan telah dikirimkan melalui surat tercatat, maka para pemegang saham (para Penggugat) memutuskan untuk membawa penyelesaian perselisian melalui jalur hukum, sesuai jawaban dari Tergugat yang menyatakan bahwa Tergugat tidak sanggup lagi untuk melakukan penambahan modal.
Sementara itu Tergugat dalam bantahannya mendalilkan, bahwa gugatan Penggugat bersifat tidak jelas, kabur alias absurb, oleh karena:
a. Status Penggugat I s/d VI, dalam perkara ini adalah dalam kedudukannya selaku pribadi (subjek hukum individu), bukan mewakili perusahaan subjek hukum badan hukum PT. Cita Jaya Raya;
b. Sedangkan Posita dan Petitum dalam gugatan perkara ini mengenai hubungan hukum antara Tergugat dengan PT. Cita Jaya Raya.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Tanjungpinang telah mengambil putusan, yaitu putusannya No.10/Pdt.G/2004/PN.TPI. tanggal 16 Maret 2005, dengan amar sebagai berikut :
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA :
- Mengabulkan gugatan Penggugat-Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
- Menghukum Tergugat untuk membayar kepada para Penggugat uang sebesar Rp.485.800.860,- (empat ratus delapan puluh lima juta delapan ratus ribu delapan ratus enam puluh rupiah) secara tunai dan sekaligus;
- Menolak gugatan Penggugat-Penggugat untuk selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Riau dengan putusannya No.63/PDT/2005/PTR. tanggal 08 Agustus 2005. Selanjutnya pihak Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan karena judex facti telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :
“Bahwa uang yang digugat Penggugat dari Tergugat adalah uang PT. Cita Jaya Raya yang diberikan kepada Tergugat untuk dikelola, oleh karena itu yang berhak menggugat adalah Direksi PT. Cita Jaya Raya, bukan sebagai pribadi pemegang saham; [Note SHIETRA & PARTNERS: Oleh sebab saat inbreng (pemasukan modal) terjadi, maka kekayaan pendiri / pemegang saham beralih menjadi kekayaan milik badan hukum Perseroan.]
“Bahwa dengan demikian Penggugat sebagai pemegang saham tidak berkwalitas sebagai Penggugat (persona standi in judicio);
“Bahwa atas dasar hal tersebut ada alasan mengabulkan kasasi dan membatalkan putusan judex facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan apa yang dipertimbangkan diatas tanpa perlu mempertimbangkan keberatan kasasi lainnya, putusan Pengadilan Tinggi Riau No.63/Pdt/2005/PT.R. tanggal 08 Agustus 2005 dan putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang No.10/Pdt.G/2004/PN.TPI tanggal 16 maret 2005 tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan amar seperti di bawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : HARRYANTO DJUNARTO tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Riau No.63/Pdt/2005/PT.R. tanggal 08 Agustus 2005 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang No.10/Pdt.G/2004/PN.TPI. tanggal 16 Maret 2005;
MENGADILI SENDIRI :
“Menyatakan tidak dapat diterima gugatan para Penggugat tersebut.”
...
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.