Kelemahan Utama Jual-Beli Tanah Girik

LEGAL OPINION
Sengketa Tanah, Dahulukan Pidana Baru Perdata
Question: Pak Hery (SHIETRA & PARTNERS) bilang kalau menuntut pidana dan menggugat secara perdata, bisa diajukan secara bersama-sama. Saya ada punya masalah tanah, yang indikasinya pihak lawan pakai surat palsu untuk mengklaim kepemilikan lahan. Apa baiknya saya tuntut pidana sekaligus gugat, atau bagaimana?
Brief Answer: Causa prima dari permasalahan hukum tersebut ialah perihal pemalsuan akta atau penggunaan akta yang dipalsu. Guna menghindari terkurasnya energi serta emosi, ada baiknya berfokus mendorong pihak berwajib untuk memproses pidana, hingga terbit putusan perkara pidana yang menyatakan benar atau tidaknya indikasi pemalsuan akta / surat yang berimplikasi terhadap suatu keadaan hukum.
Atas dasar putusan pidana tersebut, Anda kemudian dapat mengajukan gugatan secara perdata, dimana Majelis Hakim dalam pemeriksaan perkara perdata tentunya akan merujuk pada alat bukti otentik yang bersifat “sangat menentukan” yang telah diputus oleh hakim dalam perkara pidana, yakni putusan perkara pidana itu sendiri—sehingga tiada lagi dapat dibantah oleh pihak Tergugat.
Konteks sebaliknya dapat pula terjadi dengan konstruksi sebagai berikut: suatu pihak digugat oleh pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah, maka pihak tergugat dapat segera melakukan laporan tindak pidana, sehingga menjadi terang dan jelas apakah klaim penggugat adalah berdasar atau tanpa dasar. Ketika tergugat telah “mengantungi” amar putusan perkara pidana, yang menyatakan benar bahwa tergugat adalah korban telah dirugikan, maka sejatinya gugatan sang penggugat akan “mentah” secara sendirinya.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi konkret, SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI tingkat Peninjauan Kembali sengketa tanah register Nomor 46 PK/Pdt/2014 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
1. MUNIAH BINTI MUSA BIN TOJIB; 2. MARALI BIN MUSA BIN TOJIB; 3. MARDJUKI BIN MUSA BIN TOJIB, sebagai Para Pemohon Peninjauan Kembali, semula Tergugat I, II, III; melawan
- PT. GRAHA METROPOLITAN NUANSA, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat; dan
1. BADAN PERTANAHAN NASIONAL cq. BADAN PERTANAHAN NASIONAL KANWIL PROPINSI DKI JAKARTA;
2. BADAN PERTANAHAN NASIONAL KANWIL PROPINSI DKI JAKARTA cq. KANTOR PERTANAHAN KOTAMADYA JAKARTA SELATAN;
3. LBH FBR;
4. Dr. DELHIANA TALIB;
5. AHLI WARIS ENTONG BAHRUM BIN BANI;
6. ASMAH BINTI BANI;
7. SITI BINTI BANI;
8. H. A. AZIZ;
9. PT. INDONESIA SALES ORGANIZATION (PT. ISO);
... sebagai Para Turut Termohon Peninjauan Kembali, dahulu Tergugat IV, V, VI, VII dan Para Turut Tergugat.
Sengketa tanah antara para pihak bermula dari sengketa waris yang saling mengklaim sebagai ahli waris yang sah atas Objek Sengketa berupa tanah Girik Letter C di kawasan pusat bisnis Jakarta Selatan, yang kemudian terjadi peralihan hak kepada pihak Penggugat yang kini telah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan diatas Objek Sengketa. Para ahli waris lainnya kemudian mengajukan eksekusi ke hadapan pengadilan terhadap Objek Sengketa.
Terhadap gugatan Penggugat yang meminta hakim agar menyatakan dirinya adalah pemilik sah atas Objek Sengketa, yang kemudian menjadi amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1080/Pdt.G/2006/PN.Jak.Sel tanggal 23 Agustus 2007, sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Provisi :
1. Mengabulkan tuntutan provisi dari Penggugat;
2. Menangguhkan pelaksanaan Penetapan Eksekusi Nomor 605/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel, tanggal 12 Juni 2006, jo. Putusan Nomor 605/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel tanggal 24 Februari 2005 sampai perkara ini mempunyai kekuatan hukum pasti;
3. Melarang Para Tergugat atau pihak manapun juga untuk melakukan tindakan apapun atas tanah sengketa sampai putusan ini mempunyai kekuatan hukum pasti, menghukum Tergugat-Tergugat membayar ganti rugi sebesar Rp10.000.000,00/hari untuk tiap-tiap hari lalai menjalankan isi putusan ini;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Penggugat pemilik kavling 67, terletak di Jalan Jend. Sudirman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terdiri dari 2 girik yaitu C.568 persil 19 a D.II seluas 2.290 m² dan 87 persil 19 a. D.II seluas 2.710 m² dengan batas-batas sebagai berikut: ...
3. Menyatakan Tergugat I sampai dengan VII melakukan perbuatan melawan hukum;
4. Menyatakan Kikitir/Girik C.97 dan C.241 atas nama Tojib bin Kiming tidak mempunyai kekuatan hukum;
5. Menyatakan Penggugat bukan pihak dalam Perkara Nomor 605/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel., yang diputus pada tanggal 24 Februari 2005;
6. Menyatakan Penggugat tidak tunduk pada Putusan Nomor 605/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel., tanggal 24 Februari 2005;
7. Menyatakan Kavling Nomor 67, terletak di Jalan Jend. Sudirman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, terdiri dari 2 Girik yaitu C.568 persil 19 a D.II seluas 2.290 m² dan 87 persil 19 a. D.II seluas 2.710 m² dengan batas-batas sebagai berikut: ... bukan obyek dari Perkara Nomor 605/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel;
8. Menyatakan Putusan Nomor 605/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel tanggal 24 Februari 2005 jo. Penetapan PN Jakarta Selatan Nomor 605/Pdt.G/2004/PN.Jak.Sel tanggal 12 Juni 2006, tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap tanah Penggugat Kavling Nomor 67, Jalan Jend. Sudirman dan terhadap Penggugat dan tidak dapat dieksekusi pada Penggugat (non executable);
9. Menyatakan Surat Ukur dan Peta Bidang Tanah Nomor 00307/2000 tanggal 30 November 2000 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai bukti pemilikan tanah;
10. Menyatakan Surat Ukur dan Peta Bidang Tanah Nomor 422/S/2000 tanggal 23 November 2000 yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Propinsi DKI Jakarta tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai bukti pemilikan tanah;
11. Menghukum Tergugat I, II, IIl, IV, V, VI, VII untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng pada Penggugat sejumlah Rp16.000.000,00 (enam belas juta rupiah);
12. Menghukum Para Turut Tergugat untuk mematuhi isi putusan ini;
13. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 496/PDT/2008/PT.DKI, tanggal 11 November 2008 adalah sebagai berikut:
- Menerima permohonan banding dari Pembanding I, II, III, IV, V, VI semula Tergugat I, II, III, VI, VII dan V;
- Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1080/Pdt.G/2006/PN.Jak.Sel tanggal 23 Agustus 2007 yang dimohonkan banding tersebut.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2596 K/Pdt/2009 tanggal 30 Desember 2010, adalah sebagai berikut:
“Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II: Pemerintah RI. Cq. Badan Pertanahan Nasional Cq. Badan Pertanahan Nasional Kanwil Propinsi DKI Jakarta dan menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi I: 1. Muniah binti Musa bin Tojib, 2. Marali bin Musa bin Tojib, 3. Mardjuki bin Musa bin Tojib, tersebut.”
Tergugat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan bukti baru (novum) berupa putusan pidana Nomor 06/PK/Pid/1998.MA tanggal 5 Maret 1999 yang menyatakan bahwa H. Abdul Aziz yang menjual tanah Girik Objek Sengketa kepada Penggugat, telah melakukan tindak pidana, dengan amar putusan perkara pidana selengkapnya berbunyi:
“Menyatakan bahwa terdakwa H. Abdul Aziz bin H. Marzuki telah terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:
I. Menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik;
II. Menggunakan akta palsu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenarnya;
III. Menyuruh membuat surat palsu;
IV. Menggunakan surat palsu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.
“Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan penjara;
“Memerintahkan agar barang bukti berupa Akta Jual Beli Nomor 10/-/1983/Kebayoran Baru tertanggal 11 Mei 1983 dan Surat Pernyataan tertanggal 10 Mei1983, setelah dari panitera diberi catatan tentang kepalsuan surat-surat tersebut tetap terlampir dalam berkas perkara ini.”
Putusan pidana H. Abdul Aziz tersebut telah dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, yaitu berupa pelaksanaan pencatatan palsunya Akta Nomor 10/1983 tanggal 11 Mei 1983 dan surat pernyataan tanggal 10 Mei 1983 sebagai dasar Hak Girik C.568 Persil 19a atas nama Musa bin Tojib seluas 2.338 m2 dinyatakan tetap melekat dalam berkas perkara setelah dicatatkan tentang kepalsuannya sebagaimana surat eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Girik C.568 Persil 19a seluas 2.338 m² yang berasal dari atas nama Musa bin Tojib kemudian digunakan oleh Penggugat sebagai alas hak dan permohonan hak pada objek tanah sehingga terbitlah Sertipikat HGB Nomor 456/Senayan atas nama PT. Graha Metropolitan Nuansa seluas 14.890 m2.
Ternyata alas hak yang digunakan Penggugat untuk memohon hak sehingga terbit Sertipikat HGB Nomor 456/Senayan pada Objek Sengketa adalah surat palsu yang sudah diputus dalam perkara pidana dimana yang menjadi terdakwa ialah H. Abdul Aziz, sehingga sifatnya ialah sebatas sebagai penggunaan surat palsu, dan penerbitan Sertipikat HGB Nomor 456/Senayan oleh BPN RI kepada PT. Graha Metropolitan Nuansa (Penggugat) mengandung cacat hukum Administrasi.
Dimana terhadapnya dalil-dalil Tergugat, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan dalam permohonan Peninjauan Kembali dapat dibenarkan, oleh karena terdapat kekhilafan Hakim dalam mempertimbangkan dan menerapkan hukum berkaitan dengan pembuktian dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa dasar gugatan/bukti alas Penggugat (Termohon Peninjauan Kembali) dalam gugatan perkara a quo, berdasarkan Girik C.568 persil 19a seluas 2.338 m² an. Musa bin Tojib yang diperoleh Penggugat (Termohon Peninjauan Kembali) dari H. Abdul Aziz, yang dikenal sebagai kavling 67, Jalan Jend. Sudirman, Jakarta;
“Bahwa H. Abdul Azis berdasarkan putusan pengadilan telah divonis dinyatakan bersalah terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan Akta Nomor 10 Tahun 1983 tanggal 11 Mei 1983 yang menjadi dasar hak Girik C.568 persil 19a seluas 2.338 m² an. Musa bin Tojib sesuai Putusan Nomor 06/PK/Pid/1988 Mahkamah Agung tanggal 5 Maret 1999 jo. Nomor 361/Pid/1992, demikian pula Surat Girik C.87 yang telah dipalsukan oleh terdakwa H. Marali bin Musa dan H. Marjuki sesuai Putusan Pidana Nomor 478 K/Pid/2012 dan Putusan Pidana Nomor 479 K/Pid/2012. Halmana mengakibatkan dicabut dan dibatalkannya Girik 568 tersebut oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
“Bahwa berdasar fakta tersebut, telah nyata dan terbukti adanya kebohongan dan tipu muslihat yang dilakukan oleh Penggugat (Termohon Peninjauan Kembali) yang telah menggunakan surat palsu sebagai dasar alas hak/dasar gugatan Penggugat dalam perkara a quo, sebagaimana novum yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali;
“Bahwa dengan demikian status tanah objek sengketa Kav 67, Jalan Jend. Sudirman, Jakarta telah dapat dibuktikan, adalah milik Para Tergugat (Para Pemohon Peninjauan Kembali) karena Penggugat (Termohon Peninjauan Kembali) tidak dapat membuktikan dalil gugatannya, sedangkan Kav. 68 Jalan Jend. Sudirman, Jakarta sesuai petitum Penggugat tidak menjadi objek sengketa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan peninjauan kembali lainnya, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Para Pemohon Peninjauan Kembali : Muniah binti Musa bin Tojib, dan kawan-kawan, dan membatalkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2596 K/Pdt/2009 tanggal 30 Desember 2010 serta Mahkamah Agung mengadili kembali perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Para Pemohon Peninjauan Kembali: 1. MUNIAH BINTI MUSA BIN TOJIB, 2. MARALI BIN MUSA BIN TOJIB, 3. MARDJUKI BIN MUSA BIN TOJIB, tersebut;
“Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2596 K/Pdt/2009 tanggal 30 Desember 2010;
MENGADILI KEMBALI
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Note SHIETRA & PARTNERS:
Mengapa pihak Penggugat, yang merupakan pihak ketiga yang tidak terlibat dalam perkara pidana pemalsuan, namun hanya selaku pembeli yang bisa jadi tidak memiliki itikad buruk, tidak dilindungi oleh hukum?
Itulah salah satu kelemahan jual-beli tanah Girik yang belum bersertifikat, dimana pihak pembeli sekalipun merupakan pihak ketiga, akan dinilai sebagai belum beritikad baik, sehingga sewaktu-waktu dapat terancam kebatalan akibat sengketa ahli waris pihak penjual sebagaimana kerap terjadi pada sengketa tanah Girik.
Hanya sertifikat hak atas tanah, yang dijamin oleh pemerintah atas kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalam Sertifikat Hak Atas Tanah, dan diasumsikan benar adanya sepanjang belum terdapat putusan pengadilan yang membatalkannya (Pasal 19 UU PA), sehingga pihak ketiga yang membeli hak atas tanah tersebut barulah mendapat perlindungan oleh hukum dengan kategorisasi sebagai pihak ketiga yang beritikad baik.
Itulah resiko terbesar jual-beli terhadap tanah Girik, sekalipun kemudian setelah dibeli oleh pembeli kemudian diajukan sertifikat, alas hak berupa jual-beli tanah Girik tetap berpotensi terancam kebatalannya sewaktu-waktu oleh gugatan suatu pihak.
...
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.