LEGAL OPINION
Question: Ada istilah di ilmu hukum: “Aspek prosedural dalam hukum adalah bagian dari hukum itu sendiri”. Maksudnya apa?
Brief Answer: Terkadang, ketika kita bersentuhan denggan hukum negara selaku warga negara (pengemban hukum), kita tidak dapat secara naif hanya berbicara mengenai teori keadilan sosial. Hukum sangat kental akan nuansa prosedural—yang disisi lain bertolak-belakang dengan semangat utilitarianisme haluan pragmatis.
Karena hukum sangat kental akan nuansa prosedur, maka perlu teknik tertentu untuk menuntut keadilan ke hadapan pengadilan maupun instansi pemerintahan. Contoh paling konkret ialah perihal perizinan penanaman modal kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang mungkin mengundang protes banyak kalangan bahwasannya peraturan teknis BKPM cenderung berubah dengan cepat setiap waktunya dan tidak rigid—namun itulah aturannya, dan investor hanya dapat tunduk.
Contoh lain ialah kaedah padat prosedur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. “Keadilan Prosedural” cenderung kaku dan kadang menuntut kepatuhan secara membuta tanpa alasan kemanfaatan dibaliknya selain aturan prosedur itu sendiri. Namun, demikian adanya hukum yang tidak lepas dari prosedur.
“Keadilan Prosedural” seyogianya tidak terus-menerus berubah, yang dapat menyukarkan warga negara untuk beradabtasi. Sebagai ilustrasi konkret, perihal kaedah berlalu lintas, dimana pengendara wajib menggunakan lajur kiri ketika berjalan. Ketika warga negara lain memaksakan aturan mainnya sendiri, yang terjadi ialah kecelakaan dalam berlalu-lintas. Terkadang, “keadilan prosedural” dibutuhkan demi tertib sosial (public order).
PEMBAHASAN:
Untuk mempermudah pemahaman akan pentingnya keterampilan dalam prosedur, SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 628 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 6 September 2016, perkara antara:
- PT. VINSA INDO SEJAHTERA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- 11 (sebelas) orang Pekerja, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Tergugat merupakan perusahaan yang bergerak dibidang bengkel dan penjualan suku cadang mobil, dimana Para Penggugat bekerja pada Tergugat sebagai mekanik dan administrasi operasional kegiatan perusahaan. Pada April 2015, Para Penggugat mendapat rumor bahwa Tergugat akan beralih kepemilikan/management ke PT. Sedayu Citra Mobil. Hingga juni 2015, pihak Tergugat tidak memberikan keterangan dalam bentuk apapun atas status kerja Penggugat, yang dirasakan menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan bagi para Penggugat dalam bekerja.
Tergugat membuat peraturan berupa kenaikan target kerja sementara sparepart di gudang tidak lengkap sehingga target kerja sukar tercapai dan atas peraturan lisan tersebut sangat merugikan Para Penggugat karena uang insentif sulit untuk tercapai sementara Penggugat hanya mendapatkan upah pokok tanpa terdapat tunjungan lainya.
Pengusaha membuat peraturan baru lainnya, berisi serangkaian ancaman sanksi denda dan pemotongan upah yang dinilai kurang manusiawi sehingga tidak menyisakan ‘ruang bernafas’ bagi Pekerja.
Dengan tidak adanya kepastian status hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat, maka perselisihan dicatatkan kepada Mediator Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru. Tanggal 9 Oktober 2015, Para Penggugat dari tempat kerja hendak berangkat ke kantor Disnaker, namun Tergugat melarangnya sementara surat panggilan untuk mediasi resmi datang dari Disnaker dimana pihak Tergugat juga turut dipanggil.
Kemudian Tergugat secara terselubung hendak memutus hubungan kerja dengan cara membuat tidak betah dalam bekerja dengan cara melakukan rotasi tugas kerja. Oleh karenanya Penggugat meminta agar pengadilan menyatakan hubungan kerja putus dengan mendasarkan diri pada kedah Pasal 169 Ayat 1 huruf (d) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat dalam gugatannya memohon agar Pengadilan Hubungan Industrial Pekanbaru memberikan putusan, antara lain agar pengadilan menetapkan pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat berdasarkan Pasal 169 Ayat 1 huruf (d) UU No. 13 Tahun 2003 disertai kompensasi.
Adapun yang menjadi Anjuran tertulis Mediator Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru, memiliki substansi:
MENGANJURKAN
- Bahwa para pihak pekerja Eri Sunarto Cs (12 orang) dan perusahaan tetap melanjutkan hubungan kerja;
- Bahwa para pekerja Eri Sunarto Cs (12 orang) tetap bekerja seperti biasa di perusahaan PT. Vinsa Indo Sejahtera;
- Bahwa perusahaan wajib membuat struktur dan skala upah dengan mengacu pada peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 yang dituangkan pada Peraturan Perusahaan dengan mendapat legalitas dari Dinas Tenaga Kerja setempat sehingga persoalan yang sama kedepan tidak muncul lagi;
- Agar kedua belah pihak memberikan jawaban atas anjuran tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 hari kerja setelah menerima surat anjuran ini;
- Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima/menyetujui anjuran ini dapat mengajukan gugatan ke PHI pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan alamat jalan Teratai Pekanbaru.”
Adapun yang menjadi tanggapan pihak Tergugat, bahwa dalam gugatan Penggugat, didalilkan bahwa Penggugat merasa resah dan tidak nyaman dalam bekerja yang disebabkan karena tidak ada kepastian dalam hubungan kerja. Kemudian disisi lain mendalilkan bahwa Tergugat tidak memberikan uang makan Para Penggugat. Selanjutnya didalilkan bahwa Penggugat merasa rugi atas sanksi-sanksi (peraturan) yang dikeluarkan oleh Tergugat. Disisi lain mendalilkan bahwa Penggugat tidak menerima THR yang sesuai dengan upahnya tiap bulan.
Dengan demikian berbagai dalil dalam gugatan sangat kabur dan tidak jelas, apakah masalah perselisihan kepentingan atau perselisihan hak, PHK ataukah masalah uang kerajinan kerja, bonus, uang THR, uang insentif, uang makan dan atau masalah lainya.
Terhadap gugatan para Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Pekanbaru kemudian menjatuhkan putusan Nomor 63/Pdt.Sus- PHI/2015/PN.Pbr., tanggal 10 Maret 2016, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa karena Para Penggugat dapat membuktikan sebagian dalil-dalil gugatannya maka gugatan Para Penggugat dikabulkan untuk sebagian;
“Menimbang bahwa fakta-fakta yang terungkap di persidangan adalah tidak tersedianya Sparepart di perusahaan sehingga Para Penggugat tidak dapat bekerja sesuai dengan target yang ditentukan oleh perusahaan;
“Menimbang bahwa terhadap tuntutan insentif Para Penggugat Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa sesuai dengan bukti Para Penggugat yang diberi tanda P-13 tentang perjanjian bersama bahwa hanya Penggugat 2 dan Penggugat 10 yang belum dibayar uang insentifnya;
“Menimbang bahwa berdasarkan dari pertimbangan diatas, maka Tergugat berkewajiban untuk membayar uang insentif kepada Penggugat 2 dan penggugat 10 masing-masing sebesar Rp3.411.751,00 (tiga juta empat ratus sebelas ribu tujuh ratus lima puluh satu rupiah) dan petitum Penggugat pada poin 2.b dapat dikabulkan;
“MENGADILI :
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menetapkan hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat putus karena Tergugat tidak memberikan pekerjaan kepada Para Penggugat sebagaimana yang diperjanjikan terhitung sejak putusan ini dibacakan dengan segala akibat hukumnya;
- Menghukum Tergugat untuk membayarkan hak-hak Para Penggugat sebagai berikut: Pesangon ...
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, berkeberatan atas Pertimbangan Majelis Hakim PHI Pekanbaru yang memutus berdasarkan kaedah Pasal 169 ayat (1) yang mengatur:
“Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.”
Sementara Tergugat tidak ada melanggar ketentuan Pasal 169 ayat (1) tersebut dan Tergugat tidak pernah melarang Para Penggugat untuk bekerja, maka oleh karenanya Penggugat tidak berhak untuk mengajukan gugatan PHK terhadap Pengusaha.
Dimana terhadap keberatan-keberatan pihak Pengusaha, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 1 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 22 April 2016, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru telah salah menerapkan hukum;
“Bahwa alasan-alasan keberatan dari Pemohon Kasasi/Tergugat dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah salah dan keliru serta tidak tepat dalam menilai, menimbang dan menerapkan hukumnya;
“Bahwa gugatan Para Pengugat tidak jelas atau kabur, karena tidak secara tegas dinyatakan dalam gugatan apakah perselisihan kepentingan, perselisihan hak atau pemutusan hubungan kerja karena dalam gugatan antara posita dan petitum tidak saling terkait maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. VINSA INDO SEJAHTERA tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 63/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Pbr tanggal 10 Maret 2016 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
“M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. VINSA INDO SEJAHTERA tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 63/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Pbr tanggal 10 Maret 2016;
“MENGADILI SENDIRI :
Dalam Pokok Perkara
- Menyatakan gugatan Para Pengugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.