Gugatan PHK Disertai Gugatan PMH

LEGAL OPINION
Ketika Pelanggaran Berat Pekerja Menimbulkan Kerugian Berat Bagi Pengusaha
Question: Karyawan yang sudah langgar SOP perusahaan, sehingga kantor jadi merugi besar sekali, boleh dong, dipecat? Tapi apa perusahaan tetap wajib bayar pesangon ke karyawan itu yang sudah buat rugi tidak sedikit bagi perusahaan?
Brief Answer: Pelanggaran oleh pihak Pekerja yang mengakibatkan kerugian berat bagi pihak Pengusaha, melahirkan hak pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi Pengusaha. Namun, dalam praktik beragam putusan pengadilan hingga Mahkamah Agung, tampaknya kerugian pihak Pengusaha tidak dapat secara serta-merta dikompensasikan dari hak atas pesangon sang Pekerja yang terkena kebijakan PHK—memang tampak rancu, namun demikianlah dalam praktiknya karena regulasi tertulis belum mengatur secara tegas kebolehan menyatukan (mencampur-adukkan) “gugatan sengketa hubungan industrial” dengan “gugatan Perbuatan Melawan Hukum (meminta ganti-rugi)”.
PEMBAHASAN:
Terdapat ilustrasi representatif kasus yang lebih ekstrim, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 956 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 30 November 2016, perkara antara:
1. NICOLAS HERLAMBANG, dan 2. ASRIL AMRAN; Para Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat; melawan
- PT. PANASONIC GOBEL INDONESIA, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
PT. Panasonic Gobel Indonesia (Penggugat) merupakan Pengusaha yang memiliki jenis usaha perdagangan besar barang elektronik, baterai, lampu dan keperluan rumah tangga. Sementara Tergugat I menjabat sebagai General Manager dan Tergugat II menjabat sebagai Manager.
Para Tergugat dinilai melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku pada perusahaan, dimana Para Tergugat dianggap telah melakukan pelanggaran dan kelalaian yang menimbulkan kerugian materiil bagi perusahaan, sehingga atas pelanggaran dan kelalaian tersebut, menimbulkan kerugian materiil bagi Penggugat, sehingga memberikan hak kepada Penggugat untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Diketahuinya kerugian materiil yang dialami Penggugat, didasarkan pada temuan audit internal yang menemukan persetujuan Para Tergugat untuk melakukan rekapitulasi list perubahan (koreksi) grade produk barang milik perusahaan Penggugat yang telah dijual kepada pihak ketiga yang semula ‘B Class’ diubah menjadi ‘C Class’, terhadap produk-produk yang ternyata sudah disepakati dengan jual-beli oleh pembeli rekanan perusahaan Penggugat, dan saat dilakukan pengecekan ulang produk-produk tersebut sudah berada di gudang pembeli (rekanan perusahaan Penggugat).
Perubahan grade produk yang diubah atas perintah Tergugat I dan Tergugat II ternyata pada saat produk-produk tersebut sudah berada di gudang pembeli rekanan perusahaan Penggugat—bukan terhadap produk-produk yang berada di gudang milik perusahaan Penggugat, hal ini melanggar ketentuan dalam SOP perusahaan.
Yang menarik dari sengketa PHK ini, Pengusaha selaku Penggugat memang dalam petitum-nya menyatakan kesediaan memberi kompensasi pesangon akibat PHK yang Pengusaha ajukan, namun disaat bersamaan meminta hakim agar (dalam pokok permohonan Penggugat):
Menghukum Para Tergugat secara tanggung-renteng membayarkan ganti kerugian yang dialami oleh perusahaan Penggugat yang disebabkan karena tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Para Tergugat sebesar Rp780.111.749,00.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 293/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Jkt.Pst., tanggal 25 April 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Para Tergugat terhitung sejak putusan diucapkan;
3. Menghukum Penggugat untuk membayar kepada Para Tergugat kompensasi atas Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Para Tergugat berupa Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak untuk masing-masing Tergugat dengan perincian sebagai berikut:
- Tergugat I Nicolas Herlambang, sebesar Rp483.979.800,00 (empat ratus delapan puluh tiga juta sembilan ratus tujuh puluh sembilan ribu delapan ratus rupiah);
- Tergugat II Asril Amran, sebesar Rp234.682.800,00 (dua ratus tiga puluh empat juta enam ratus delapan puluh dua ribu delapan ratus rupiah).”
Meski gugatan Pengusaha agar para Pekerja dihukum membayar ganti-rugi atas pelanggaran / kelalaian Para Tergugat, tidak dikabulkan oleh PHI, sang Pekerja tetap saja mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 25 Mei 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 20 Juni 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh Termohon Kasasi/Penggugat terhadap Para Pemohon Kasasi/Para Tergugat dikarenakan Para Termohon Kasasi/Para Tergugat telah melakukan pelanggaran kerja yang sangat merugikan Termohon Kasasi/Penggugat, yaitu Para Pemohon Kasasi telah merubah grade class terhadap barang-barang produk perusahaan yang sudah dibeli dan berada di gudang pihak ketiga/rekanan (CV Fajar Jaya) dari grade B Class menjadi grade C Class tanpa ijin Termohon Kasasi, yang mengakibatkan kerugian karena terdapat selisih harga sebesar Rp780.111.749,00 (tujuh ratus delapan puluh juta seratus sebelas ribu tujuh ratus empat puluh sembilan rupiah);
- Bahwa atas perbuatannya tersebut Para Pemohon Kasasi/Para Tergugat sebelumnya telah dilakukan skorsing (sebagaimana Pasal 14 PKB) dan selanjutkan di PHK berdasarkan Pasal 161 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan Pesangon 1 (satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: NICOLAS HERLAMBANG dan kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. NICOLAS HERLAMBANG, 2. ASRIL AMRAN, tersebut.”
Meskipun gugatan Pengusaha atas kerugian yang dialami perusahaan, tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial, tidak berarti pihak Pengusaha tidak dapat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum secara terpisah kepada sang mantan pihak Pekerja ke hadapan Pengadilan Negeri, dimana putusan PHI yang menyatakan benar bahwa sang Pekerja telah membuat rugi perusahaan atas pelanggaran / kelalaian yang dilakukannya, dapat diajukan sebagai alat bukti otentik yang bersifat “menentukan” guna menguatkan dalil gugatan PMH.
Salah satu (atau mungkin satu-satunya) putusan atas vonis pengadilan sebelumnya yang telah diputus “Menolak / Ditolak”—karena dalam butir terakhir dari amar putusan PHI, hakim menyatakan “Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya (perihal ganti-rugi atas kerugiaan Pengusaha)”, namun ketika pihak Pengusaha mengajukan gugatan PMH guna meminta ganti-rugi terhadap sang mantan Pekerja, hakim pada Pengadilan Negeri masih dapat “Mengabulkan” permintaan agar para mantan Pekerjanya dihukum membayar ganti-rugi atas kerugian yang diderita Pengusaha.
Sebenarnya, SHIETRA & PARTNERS menilai, amar putusan PHI dalam redaksionalnya perlu disempurnakan, alih-alih “Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya”, namun perlu dikoreksi menjadi berbunyi: “Menyatakan tidak dapat menerima gugatan Penggugat perihal permohonan menghukum ganti rugi sebesar Rp. ...”.
Bila kita taat asas, amar putusan “TOLAK” hanya dapat dimaknai sebagai tertutup sudah gugatan ulang dengan pokok dan permintaan serupa untuk diajukan dikemudian hari, dimana bila tetap memaksa mengajukan gugatan ulang, maka Majelis Hakim hanya dapat menjatuhkan vonis: “Gugatan Penggugat dinyatakan Tidak Dapat Diterima (niet ontvankelijk verklaard) karena nebis in idem.”
Namun bila redaksional amar putusan PHI berbunyi: “Menyatakan Tidak Dapat Menerima permintaan penghukuman ganti rugi terhadap para Tergugat karena keliru kompetensi absolut”, maka Pengusaha masih dibenarkan mengajukan gugatan ganti-rugi (akibat PMH) ke hadapan Pengadilan Negeri terhadap sang eks-Pekerja.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.