Aspek Hukum Kebolehan dengan Syarat

LEGAL OPINION
Question: Ada tetua daerah yang selama ini kami pinjamkan tanah keluarga untuk didirikan pusat kegiatan masyarakat setempat. Kami biarkan tanah keluarga itu dipakai untuk kegiatan masyarakat yang sifatnya berupa bangunan semi permanen. Namun setelah berselang beberapa tahun lamanya, keluarga kami terkejut melihat diatas tanah itu kini didirikan bangunan permanen yang tampaknya untuk pusat hiburan komersil. Tetua itu menolak untuk mengembalikan tanah yang telah kami pinjamkan itu ke kami, bisa apa kami?
Brief Answer: Bila dari awal kesepakatannya ialah dibolehkannya penggunaan bidang lahan / tanah untuk suatu kegiatan tertentu, namun kemudian “kebolehan dengan syarat” demikian dilanggar, mengakibatkan terjadinya “cacat kehendak” sehingga perikatan menjadi dapat dibatalkan, karena pemberi pinjaman tidak akan meminjamkan bila sedari awal mengetahui bahwa dirinya tidak akan setuju bila objek akan digunakan untuk suatu kegiatan tertentu.
Kata kuncinya, ialah sebuah kontemplasi berikut ini: “Bila dari awal tahu akan demikian jadinya, maka perikatan ini takkan dibuat.” Artinya pula, kesepakatan selalu tidak pernah sempurna di-muka, namun selalu bergantung pada faktor perbuatan yang dilakukan oleh para pihak atau salah satu pihak dalam perikatan perdata.
Sebagai contoh, bila seorang kreditor dari sejak awal tahu bahwa debitornya akan menunggak, maka perikatan kredit tidak akan dibuat, mengakibatkan seketika itu juga pihak kreditor berhak mengakhiri perikatan dan melakukan eksekusi agunan—sekalipun jangka waktu fasilitas dalam kontrak kredit belum habis masa berlakunya.
Sama halnya, jika pemberi pinjaman tanah tahu sejak awal bahwa pihak peminjam memiliki itikad buruk yang merugikan pihak pemberi pinjaman, maka perikatan pinjam-meminjam takkan dibuat, maka seketika itu memberi hak bagi pemberi pinjaman untuk memutus dan mengakhiri perikatan.
Kecuali, atas faktor-faktor eksternal yang sudah dapat diduga / diprediksi, atau diasumsikan saat perikatan dibuat, semisal pinjam-meminjam dana dalam bentuk valuta asing (valas), maka terhadap resiko potensi naik atau turunnya kurs mata uang asing sudah dapat dipahami pihak pemberi pinjaman dan peminjam—sehingga anjloknya kurs mata uang lokal terhadap mata uang asing, tidak mengakibatkan perikatan menjadi terancam batal.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi yang cukup menyerupai untuk dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk, ialah putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 2136 K/Pdt/2015 tanggal 27 Januari 2016, perkara antara:
1. KEPALA DESA KEDAWUNG, KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN PROBOLINGGO (SUNARDI); 2. KETUA YAYASAN PKK DESA KEDAWUNG, KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN PROBOLINGGO; 3. KEPALA SEKOLAH TK LISHET DAN PAUD ANGGREK DESA KEDAWUNG, KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN PROBOLINGGO, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat; melawan
- 4 (empat) orang Warga Negara, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat merupakan ahli waris dari almarhumah B. Marniti Manenten yang meninggal dunia pada sekitar tahun 1983, dengan meninggalkan harta peninggalan berupa tanah tegal yang tercatat dalam buku C Desa Kedawung Nomor 789, Klas d.III., persil 113, luas 0,525 ha atas nama B. Marniti Manenten.
Harta peninggalan berupa tanah tegal tersebut asalnya adalah satu kesatuan, akan tetapi pada sekitar tahun 1974 tanah tegal seluas 0,525 ha terbelah menjadi dua bagian dimana pada bagian tengahnya dibuat/dipakai untuk jalan umum. Namun demikian para ahli waris atau Para Penggugat tidak mempermasalahkannya karena memang disamping sudah izin dan sepengetahun Para Penggugat juga karena dipakai untuk kepentingan umum yaitu untuk jalan.
Setelah B. Marniti Manenten meninggal dunia tahun 1983, tanah tegal peninggalah B. Marniti Manenten dengan luas keseluruhan yaitu 0,525 ha, baik yang sebelah Barat jalan maupun Timur jalan, tetap dikuasai dan dikelola seluruhnya oleh ahli warisnya, yaitu Para Penggugat.
Selanjutnya, ternyata diatas sebagian dari luas tanah tegal sebelah Barat jalan, yakni seluas kurang lebih 0,250 ha yaitu tanah tegal, telah berdiri bangunan tempat ibadah dan tandon air dan pada sekitar tahun 2011/2012, yang oleh Para Tergugat telah didirikan pula bangunan untuk sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek.
Untuk tempat ibadah dan tandon air, Penggugat tidak akan mempermasalahkan, namun khusus untuk bangunan sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek yang didirikan oleh Para Tergugat adalah tanpa sepengetahuan dan atau tanpa izin dari Para Penggugat selaku ahli waris dari pemilik bidang tanah. Oleh karena itu pendirian bangunan sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek di atas tanah sengketa tersebut adalah secara melawan hak dan melawan hukum.
Walaupun pendiriannya secara melawan hak dan melawan hukum, pada dasarnya Para Penggugat masih bisa mengerti dan memahami dengan adanya bangunan sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek di atas tanah sengketa, karena memang untuk kepentingan pendidikan dan masih bisa dimusyawarahkan. Akan tetapi yang tidak bisa diterima oleh Para Penggugat adalah perbuatan dari Para Tergugat, yang menyatakan bahwa tanah sengketa adalah tanah GG atau tanah milik Desa bukan tanah milik Para Penggugat, dimana sejak dibangunnya Sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek tahun 2011/2012 oleh Para Tergugat tanah sengketa langsung dikuasai oleh Para Tergugat sampai sekarang.
Dengan demikian perbuatan Para Tergugat menguasai tanah sengketa sejak tahun 2011/2012 sampai sekarang tanpa sepengetahuan dan tanpa izin dari Para Penggugat sebagai ahli waris satu-satunya yang sah dari B. Marniti Manenten, adalah merupakan perbuatan melawan hak dan melawan hukum, demikian Penggugat menyimpulkan.
Para Penggugat sudah beberapa kali menyampaikan kepada Kepala Desa Kedawung bahwa tanah sengketa adalah milik orang tua Para Penggugat, dengan demikian bangunan sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek maupun bangunan tempat ibadah dan tandon air tersebut berdiri di atas tanah milik orang tua Para Penggugat. Namun tidak pernah mendapat tanggapan positif dan bahkan tidak pernah direspon oleh Kepala Desa Kedawung.
Oleh karena maksud baik Para Penggugat untuk menyelesaikan masalah tanah sengketa tidak pernah ditanggapi oleh sang Kepala Desa, maka Para Penggugat memutuskan untuk mengajukan pengurusan Sertifikat Hak Milik atas tanah tegal milik orang tua Para Penggugat tersebut, termasuk atas objek tanah sengketa, ke Kantor Pertanahan Kabupaten Probolinggo.
Akan tetapi proses pengurusan Sertifikat Hak Milik atas tanah tegal milik orang tua Para Penggugat, termasuk objek tanah sengketa, ternyata dipersulit oleh Kepala Desa Kedawung, yaitu dengan menolak saat akan diadakan proses pengukuran oleh Petugas Kantor Pertanahan. Sang Kepala Desa Kedawung justru mengatakan kalau tanah tegal peninggalan B. Marniti Manenten, adalah bukan milik B. Marniti Manenten tetapi merupakan tanah GG (Tanah Milik Desa).
Bahkan, Kepala Desa Kedawung membuat surat yang ditujukan kepada orang yang membuka warung di atas tanah sengketa agar segera membongkar lapak/warungnya seolah tanah yang ditempati adalah tanah GG Desa Kedawung, Kecamatan Kuripan. Padahal keberadaan Warung milik seorang warga di atas tanah sengketa adalah sudah atas sepengetahuan dan izin dari Para Penggugat.
Para Penggugat sangat keberatan dan sebagai cara beraspirasi, oleh Para Penggugat di atas tanah sengketa ditanami sengon. Setelah ditanami sengon, diadakan pertemuan di Kantor Desa Kedawung yang dihadiri oleh Para Penggugat, Camat Kuripan, Kepala Desa Kedawung, dan dari pihak Polsek Kuripan.
Pertemuan tidak mencapai titik temu dan Kepala Desa melalui perangkat desa menyampaikan kepada Penggugat-1 akan mencabut tanaman sengon di atas tanah sengketa karena tanah tersebut masih dalam sengketa dengan Desa dan seketika itu juga langsung dicabut oleh perangkat desa.
Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai status tanah sengketa, disepakati untuk menanyakan sekaligus diadakan pertemuan di Kantor Pertanahan Kabupaten Probolinggo. Dalam kesempatan tersebut, pihak Kantor Pertanahan menjelaskan, bahwa tanah tegal yang menjadi objek sengketa, merupakan milik B. Marniti Manenten bukan tanah GG, karena di Desa Kedawung, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Probolinggo tidak ada yang namanya tanah GG.
Setelah pertemuan dan mendapat penjelasan dari Petugas Kantor Pertanahan Kabupaten Problinggo mengenai status tanah sengketa, Kepala Desa Kedawung bukannya menyadari dan atau menerima hasil penjelasan Kantor Pertanahan, namun justru sang Kepala Desa tetap tidak mau kooperatif untuk mengizinkan Para Penggugat mengajukan proses Sertifikat atas tanah tegal milik orang tua Para Penggugat.
Selanjutnya, sang Kepala Desa Kedawung tidak mau bertemu dengan Para Penggugat untuk membicarakan dan atau menyelesaikan masalah tanah sengketa. Begitu juga dengan Tergugat-2 dan Tergugat-3 yang berpendapat sama dengan Tergugat-1 bahwa tanah sengketa adalah tanah milik desa (tanah GG) dan tidak mengakui tanah sengketa adalah tanah milik Para Penggugat, sehingga tetap mengoperasionalkan sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek yang berada di atas tanah sengketa.
Atas bidang tanah tegal tersebut, baik yang ada di sebelah Timur jalan maupun yang di sebelah Barat jalan (tanah sengketa) untuk SPPT-nya mulai dulu sampai dengan sekarang (tahun 2013) masih tetap diserahkan kepada Para Penggugat oleh Desa dan telah dibayar lunas oleh Para Penggugat sampai dengan tahun 2013.
Oleh karena Para Tergugat telah menguasai tanah sengketa tanpa hak dan melawan hukum, maka perbuatan Para Tergugat tersebut sangat merugikan Para Penggugat, namun demikian Para Penggugat tidak akan mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Para Tergugat, karena Para Penggugat menyadari dan memahami bahwa bangunan tersebut diperuntukkan untuk hal yang baik yaitu untuk kepentigan pendidikan. Para Penggugat tetap berharap untuk masalah bangunan sekolah tersebut bisa diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Kraksaan telah memberikan Putusan Nomor 52/Pdt.G/2013/PN Kraks., tanggal 2 Juli 2014 dengan amar sebagai berikut:
Mengadili :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan menurut hukum bahwa Para Penggugat merupakan ahli waris satu-satunya yang sah dari almarhumah Bu Marniti Manenten dan berhak atas harta peninggalannya;
3. Menyatakan menurut hukum bahwa tanah tegal sebagaimana tersebut dalam buku C Desa Kedawung Nomor 789, Klas d.III., persil 113, luas 0,525 ha atau 525 da atas nama Bu Marniti Manenten, terletak di Desa Kedawung, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Probolinggo adalah Harta Peninggalan Bu Marniti Manenten;
4. Menyatakan menurut hukum bahwa tanah tegal sebagaimana tersebut dalam buku C Desa Kedawung Nomor 789, Klas d.III., persil 113, luas 0,525 ha atau 525 da atas nama Bu Marniti Manenten adalah Harta Peninggalan Bu Marniti Manenten yang berasal dari orang tuanya yang bernama Pak Mulani Samidin;
5. Menyatakan menurut hukum bahwa tanah sengketa seluas kurang lebih 0,250 ha dengan batas-batas: ... adalah merupakan sebagian dari luas keseluruhan dari tanah tegal tersebut dalam buku C Desa Kedawung Nomor 789, Klas d.III., persil 113, luas 0,525 ha atau 525 da atas nama Bu Marniti Manenten;
6. Menyatakan menurut hukum bahwa pendirian bangunan sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek di atas tanah sengketa oleh Para Tergugat, tanpa sepengetahuan dan tanpa izin Para Penggugat sebagai ahli waris satu-satunya dari Bu Marniti Manenten adalah secara melanggar hak dan melanggar hukum;
7. Menyatakan menurut hukum bahwa penguasaan tanah sengketa oleh Para Tergugat dengan cara mendirikan bangunan sekolah TK Lishet dan PAUD Anggrek, tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin dari Para Penggugat sebagai ahli waris satu-satunya yang sah dari almarhumah Bu Marniti Manenten adalah merupakan perbuatan melanggar hak dan melanggar hukum;
8. Menghukum Para Tergugat atau siapapun juga yang memperoleh hak dari padanya untuk segera mengosongkan tanah sengketa dari segala sesuatu yang ada di atasnya (kecuali tempat ibadah) dan selanjutnya menyerahkan tanah sengketa dalam keadaan kosong tersebut kepada Para Penggugat tanpa syarat apapun, jika perlu dengan bantuan pihak yang berwajib/polisi;
9. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp2.211.000,00 (dua juta dua ratus sebelas ribu rupiah);
10. Menolak gugatan Para Penggugat selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Tergugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 507/PDT/2014/PT SBY., tanggal 13 Januari 2015. Selanjutnya, Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 30 Maret 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 20 April 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Tinggi Surabaya yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kraksaan, ternyata Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat mampu membuktikan dalilnya bahwa objek sengketa adalah milik mereka bukan milik pemerintah Desa;
- Bahwa Para Penggugat dapat membuktikan dalil gugatannya sebagai ahli waris Bu Marniti Manenten dan berhak atas harta peninggalannya sebagaimana tersebut dalam buku C Desa Kedawung Nomor 789, Klas d.III., persil 113, luas 0,525 ha atas nama B. Marniti Manenten;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: KEPALA DESA KEDAWUNG, KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN PROBOLINGGO (SUNARDI) dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. KEPALA DESA KEDAWUNG, KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN PROBOLINGGO (SUNARDI), 2. KETUA YAYASAN PKK DESA KEDAWUNG, KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN PROBOLINGGO (NURMILA), dan 3. KEPALA SEKOLAH TK LISHET DAN PAUD ANGGREK DESA KEDAWUNG, KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN PROBOLINGGO (LILIK), tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.