Tanggung Jawab Perdata Calon Pendiri Perseroan

LEGAL OPINION
Question: Tindakan pendirian perseroan serta segala perbuatan hukum pengurus perseroan, hanya mengikat perseroan kan, tidak menjerat para pendiri dan para pengurusnya, karena semua itu untuk dan atas nama perseroan. Maksud saya, tidak renteng, kan?
Brief Answer: Perlu dipahami, dengan telah dibentuknya Akta Pendirian di hadapan notaris, benar bahwa badan hukum telah berdiri, namun belum sah secara hukum negara. Konteks yang dapat terjadi, berupa dua jenis skenario, yakni: 1.) Akta Pendirian belum dibuat namun para calon pendiri telah melakukan hubungan hukum untuk dan atas nama Perseroan yang kemudian akan didirikan; atau 2.) Akta Pendirian telah dibentuk, namun status badan hukum Perseroan masih belum disahkan otoritas (on process), maka para Pendiri secara kolegial-kolektif dengan Direksi serta Komisaris, yang melakukan hubungan hukum untuk dan atas nama Perseroan yang telah berdiri namun belum mendapat pengesahan.
Masing-masing skenario memiliki pengaturan masing-masing. Bila konteksnya pada saat mendirikan badan hukum Perseroan Terbatas, para calon pendiri telah melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Perseroan, sepanjang kemudian pendirian badan hukum Perseroan telah disahkan oleh pemerintah yang berwenang, maka segala konsekuensi dan hak serta kewajiban perbuatan hukum tersebut akan beralih kepada badan hukum yang telah sah berdiri dan RUPS yang pertama kalinya menyatakan dengan tegas penerimaan peralihan tanggung jawab—atau bila para calon pendiri telah membuat pernyataan komitmen demikian secara tertulis sebelum membuat akta pendirian Perseroan Terbatas maka tidak wajib dibentuk RUPS demikian.
Namun, bila badan hukum dikemudian hari belum juga disahkan oleh pemerintah, maka segala perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab renteng para pendirinya.
PEMBAHASAN:
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT):
(1) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila: a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.”
Bila konteksnya masih berupa para calon pendiri dalam arti Akta Pendirian Perseroan Terbatas pun belum pernah dibuat, maka yang relevan diberlakukan ialah kaedah norma Pasal 13 UU PT:
(1) Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.
(2) RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila RUPS dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan suara bulat.
(4) Dalam hal RUPS tidak diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau RUPS tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul.
(5) Persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri sebelum pendirian Perseroan.”
Bila konteksnya ialah para Pendiri telah membentuk Akta Pendirian, namun status badan hukum belum mendapat pengesahan dari otoritas namun para pendiri dan pengurusnya telah melakukan hubungan hukum untuk dan atas nama Perseroan, maka yang relevan ialah ketentuan Pasal 14 UU PT:
(1) Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan. [Note SHIETRA & PARTNERS: Katentuan Ayat (2) ini mempertegas perbedaan skenario antara Pasal 13 dan Pasal 14 UU PT.]
(3) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum menjadi tanggung jawab Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham Perseroan.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah RUPS pertama yang harus diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.”
Penjelasan Resmi Pasal 13 Ayat (1) UU PT:
“Ketentuan ini mengatur tata cara yang harus ditempuh untuk mengalihkan kepada Perseroan hak dan/atau kewajiban yang timbul dari perbuatan calon pendiri yang dibuat sebelum Perseroan didirikan melalui penerimaan secara tegas atau pengambilalihan hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum dimaksud.”
Penjelasan Resmi Pasal 14 UU PT:
- Ayat (1) : “Yang dimaksud dengan ‘perbuatan hukum atas nama Perseroan’ adalah perbuatan hukum, baik yang menyebutkan Perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan Perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapat melakukan perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, tanpa persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan Komisaris.
- Ayat (2): “Yang dimaksud dengan ‘tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan’ adalah tanggung jawab pendiri yang melakukan perbuatan tersebut secara pribadi dan Perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan pendiri tersebut.
- Ayat (4): “Yang dimaksud dengan “dihadiri” adalah dihadiri sendiri ataupun diwakilkan berdasarkan surat kuasa.
Implementasi kaedah normatif demikian telah dijalankan secara konsisten oleh praktik peradilan, sebagaimana dapat kita jumpai dalam putusan Pengadilan Negeri Sumbawa Besar sengketa korporasi register Nomor 06/Pdt.G/2011/PN.SBB. tanggal 29 September 2011, perkara antara:
1. LEE JONG MIN, warga negara Korea Selatan, Pekerjaan Direktur Utama PT. Vajaul Indonesia sebagai Penggugat I.
2. LEE SOON KEE, warga negara Korea Selatan,Pekerjaan Direktur PT. Vajaul Indonesia selanjutnya disebut Penggugat II; melawan
1. JUNG SUNG MIN; 2. CHO IL RAE; 3. PARK WOO GEUN; 4. YUYUN YULIATI; 5. AINUR; 6. HUBAIBI, selaku Para Tergugat.
Dimana terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Eksepsi Tergugat I sampai dengan Tergugat IV dan Tergugat VI dalam jawabannya menyatakan pada pokoknya sebagai berikut :
“Para penggugat telah keliru menggugat Para Tergugat secara pribadi untuk mempertanggungjawabkan hasil RUPS PT. Vajaul Indonesia, karena Para Tergugat tidak dapat digugat secara pribadi untuk mempertanggungjawabkan sengketa yang berkaitan dengan Perseroan, namun yang semestinya ditarik sebagai pihak Tergugat adalah Perseroan sebagai Badan Hukum/Rechts Person (karena PT. Vajaul Indonesia telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia di Jakarta sebagai suatu Badan Hukum sejak tanggal 14 Maret 2008);
“Para penggugat dalam gugatannya menyatakan Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), namun disisi lain Para penggugat meminta kerugian berdasarkan perhitungan uang gaji, pesangon, biaya hidup dan lain-lain (terbaca pada posita angka 26).
“Bahwa diteliti lebih lanjut tentang Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmetige dead) yang dituduhkan kepada Para Tergugat dan dihubungkan dengan posita gugatan angka 26, maka gugatan Para penggugat tidak jelas dasar hukum dalil gugatannya, hal ini dikarenakan dalil posita gugatan angka 26 dari Para Penggugat tidak dapat digabungkan dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam perkara ini, sebab posita dan petitum yang meminta uang gaji, pesangon, biaya hidup dan lain-lain merupakan kewenangan dari Peradilan Hubungan industrial (UU No. 2 Tahun 2004) dan bukan kewenangan Pengadilan Negeri Sumbawa, oleh karena sistem acara pemeriksaan maupun pembuktian yang diterapkan sangat berbeda antara pemeriksaan Perbuatan Melawan Hukum dengan Perselisihan Hubungan Industrial.
“Menimbang, bahwa atas eksepsi dari Tergugat I sampai dengan Tergugat IV dan Tergugat VI maka Para Penggugat membantah, yang pada pokoknya menyatakan :
“Bahwa gugatan para penggugat telah jelas dan terang tidak ada kekaburan sama sekali sebab gugatan ini didasarkan atas perbuatan melawan hukum para tergugat dari RUPSLB fiktif, perubahan Anggaran Dasar fiktif dan persekongkolan sehingga mengakibatkan kerugian bagi para penggugat dan perbuatan melawan hukum merupakan kewenangan dari Pengadilan Negeri Sumbawa Besar sedangkan mengenai kerugian, gaji dan lain-lain merupakan akumulasi dari perbuatan melawan hukum para tergugat yang menyebabkan para penggugat menderita kerugian baik moril dan materiel sedangkan Peradilan Industrial adalah menyangkut hubungan Perusahaan dan buruhnya tentang pemberhentian dan gaji, sedangkan sudah jelas bahwa persengketaan pengurus sebuah perseroan adalah kewenangan Peradilan Perdata/Umum. Sehingga dengan demikian gugatan para penggugat tersebut adalah jelas.
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim mempertimbangkan apakah Eksepsi dari Para Tergugat tersebut cukup beralasan ataukah tidak, sebab apabila cukup beralasan maka Majelis Hakim tidak perlu mempertimbangkan sampai pada pokok perkara;
“Menimbang, bahwa mengenai Diskualifikasi In Persona bahwa dalam gugatan ini identitas Para Penggugat bukanlah orang yang berhak bertindak atau menggunakan atas nama jabatan Perseroan karena Para penggugat tidak lagi mempunyai kedudukan hukum dalam Perseroan;
“Menimbang, bahwa Para Penggugat keliru menarik pihak yang ditarik sebagai tergugat yaitu Para Penggugat menarik Para Tergugat secara perseorangan secara pribadi untuk bertanggung jawab maka Majelis mempertimbangkan bahwa pada pokoknya Gugatan mengenai permasalahan penggantian jabatan Direktur Utama dan Direktur PT. Vajaul Indonesia dari Para Penggugat kepada Tergugat II dan Tergugat III berdasarkan hasil RUPS PT. Vajaul Indonesia tanggal 30 September 2010;
“Menimbang, bahwa dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris, maka berdasarkan ketentuan tersebut RUPS adalah bagian dari Perseroan sehingga perbuatan yang dilakukan oleh Direksi, Komisaris atau pegawai dalam dalam RUPS adalah merupakan tindakan perseroan bukan tindakan pribadi dari pihak-pihak yang terlibat didalamnya, demikian pula disebutkan dalam pasal Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki yang mana dalam ayat (2) disebutkan juga ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 7 Ayat (4) UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan dengan demikian PT. Vajaul Indonesia yang berdiri pada hari Jumat tanggal 18 Januari 2008 berdasarkan akta 14 tanggal 18 Januari 2008 (bukti T - 2) yang dibuat dihadapan Notaris ... , pada tanggal 14 Maret 2008 berdasarkan Surat Nomor AHU-12924.AH.01.01 tahun 2008 dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Bukti P-2) telah mendapat pengesahan sebagai badan hukum;
“Menimbang, bahwa Tergugat I sebagai pemegang saham sekaligus Komisaris dari PT. Vajul Indonesia (Bukti T-2,T-3,T-4) demikian pula Tergugat II dan Tergugat III sebagai Direksi / Pengurus Perusahaan (Bukti P-6, P-7, T-6, T.7-2 dan T.7-3), dan Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI sebagai pegawai dari PT. Vajul Indonesia maka dengan telah disahkannya PT. Vajul Indonesia sebagai badan hukum dengan demikian perbuatan komisaris, direksi maupun pemegang saham untuk melakukan RUPS ataupun karyawan melakukan pekerjaan mengelola perusahaan tidak dapat dimintakan tanggung jawab secara pribadi sehingga dengan demikian tidak tepat apabila terhadap gugatan ini diajukan kepada diri mereka Para Tergugat secara pribadi bukan kepada Perusahaan sebagai badan hukum, maka dengan demikian eksepsi mengenai keliru pihak yang ditarik sebagai tergugat beralasan dan dapat dikabulkan oleh Majelis;
“Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Para Tergugat beralasan dan dapat dikabulkan, maka eksepsi yang lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi sehingga dengan demikian Gugatan Para Penggugat yang demikian sudah seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet onvankelijk verklaard);
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI :
- Mengabulkan Eksepsi Para Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA :
- Menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.