Tanggung Jawab Perdata Kehilangan Harta Titipan SDP

LEGAL OPINION
Question: Apa boleh, pihak bank mau lepas tangan ketika diminta tanggung jawab atas harta simpanan kami pada SDP bank, dengan alasan kecurian dan pencurinya sudah ditangkap dan disidangkan lalu dipenjara oleh pengadilan? Maksudnya, dengan telah dihukumnya pihak pencuri barang simpanan kami dalam SDP bank, pihak bank boleh lepas tanggung jawab atas kehilangan harta kami, dan melimpahkan semua tanggung jawab perdata ini pada pihak pencuri?
Brief Answer: Sebenarnya bila ditilik secara moril, perihal hilangnya harta penyimpan pada safe deposit box (SDP) akibat bencana alam atau karena disantroni maling, bukan menjadi urusan penyimpan. KUHPerdata telah menegaskan, pihak yang menerima titipan, wajib menjaga barang titipan dan segala resiko adalah urusan pribadi pihak yang menawarkan jasa penitipan.
Yang melakukan hubungan hukum titip-menitip adalah pihak penyimpan dan pihak penyelenggara jasa penitipan, bukan antara penyimpan dengan pihak maling yang merampok isi SDP, dan perihal resiko bencana alam seperti kebakaran ataupun banjir adalah tanggung jawab alias urusan pihak penyelenggara jasa penitipan.
Kerap terjadi dalam praktik, formulir baku kalangan perbankan selalu mencantumkan klausula “disclaimer” dengan maksud untuk mengantisipasi diri guna berkelit ketika dimintakan pertanggungjawaban, dengan esensi bahwa pihak penyelenggara penitipan tidak bertanggung jawab atas kehilangan barang titipan. Klausula baku bukanlah kesepakatan murni, karenanya substansi kontrak penitipan cenderung memihak dan berat sebelah.
Guna menghindari resiko sikap lepas tanggung jawab pihak penyelenggara jasa, hendaknya pihak penyimpan sesaat sebelum menyimpan harta kekayaan dalam SDP, meminta tanda terima resmi daftar / rincian jenis barang yang dititipkan, termasuk berat, kuantitas, volume, uraian dokumen, dsb, guna mengantisipasi sikap penyelenggara penitipan yang berkilah telah dititipkan harta berharga tersebut.
Perihal telah tertangkap dan divonis penjaranya pihak penyatron / pencuri, tidak menjadi alasan penghapus tanggung jawab perdata, karena kelalaian tetap melekat pada pihak penyelenggara jasa penitipan. Adalah juga merupakan tanggung jawab penyelenggara jasa untuk melaporkan tindak pidana perampokan / pencurian demikian, karena saat hubungan hukum penitipan terjadi, tanggung jawab untuk menjaga barang titipan beralih / berpindah dari pihak pemilik barang titipan menjadi tanggung jawab penjagaan dibawah pengawasan penerima titipan.
Logika berpikirnya sangat sederhana, sama seperti tabungan uang pada deposito atau rekening, hilangnya dana simpanan akibat sistem server perbankan di-bobol peretas, tetap mewajibkan pihak perbankan untuk bertanggung jawab atas nasabah penyimpannya. Tidak terkecuali, simpanan barang dalam SDP.
PEMBAHASAN:
Pasal 1694 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :
“Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.”
Pasal 1706 KUHPerdata:
“Si penerima titipan diwajibkan mengenai perawatan barang yang dipercayakan kepadanya, memeliharanya dengan minat yang sama seperti ia memelihara barang-barangnya sendiri.”
Pasal 1707 KUHPerdata:
“Ketentuan pasal yang lalu harus dilakukan lebih keras:
1. jika si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan barangnya.
2. jika ia telah meminta diperjanjikannya sesuatu upah untuk menyimpan itu.
3. jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si penerima titipan.
4. jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung segala macam kelalaian.”
Pasal 1708 KUHPerdata:
“Tidak sekali-kali si penerima titipan bertanggung-jawab tentang peristiwa-peristiewa yang tak dapat disingkiri, kecuali apabila ia lalai mengembalikan barang yang ia titipkan.”
Pasal 1714 KUHPerdata:
“Si penerima titipan diwajibkan mengembalikan barang yang sama itu telah diterimanya. Dengan demikian maka jumlah-jumlah yang harus dikembalikan dalam mata uang yang sama, seperti yang dititipkan, baik mata uang-mata uang itu telah naik atau telah turun harganya.”
Terdapat pandangan yang salah kaprah dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa perdata register Nomor 897 K/Pdt /2011 tanggal 23 September 2011, perkara antara:
- ISHWAR MANWANI, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- BANK INTERNASIONAL INDONESIA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat adalah nasabah Tergugat sejak bertahun-tahun, dimana nasabah Platinum diberikan fasilitas Safe Deposit Box (SDB) tanpa dikenakan biaya Penggugat tertarik kepada iklan yang disampaikan Tergugat di media cetak dan media elektronik, yang pada pokoknya mempromosikan ‘untuk menghindari hilangnya perhiasan / barang berharga lainnya dari bahaya kecurian atau perampokan’ simpanlah di Safe Deposit Box pada kantor Tergugat, sebagaimana brosur promosi yang disebarkan oleh Tergugat, maka Penggugat tergerak untuk menggunakan fasilitas SDB yang disediakan oleh Tergugat.
Selanjutnya ditandatangani Perjanjian penitipan Safe Deposit Box, tertanggal 20 Oktober 2004, karena percaya akan keamanan jasa simpanan yang ditawarkan Tergugat. Barang-barang berharga yang disimpan pada SDP, Berupa adalah berupa surat-sura t berharga (sertifikat-sertifikat tanah) dan berbagai perhiasan seperti logam mulia.
Asumsi awal Penggugat, dengan dititipkannya benda-benda berharga pada Tergugat, maka sudah tidak perlu khawatir akan kecurian, perampokan atau bahaya kebakaran atas harta berharga milik Penggugat yang dititipkan.
Tanggal 19 Desember 2008, Penggugat mendapati barang titipan pada SDP Tergugat, telah raib.  Ketika SDP dibuka, seluruh barang berharga senilaiRp. 1.200.000.000,-., yang tersisa hanya surat-surat berharga dan kotak-kotak perhiasannya yang sudah kosong isinya.
Ssampai dengan gugatan diajukan, Tergugat tidak menunjukan itikad tanggung jawab untuk mengganti kerugian Penggugat, meski hilangnya barang-barang Penggugat tersebut adalah bersumber dari kelalaian pihak Tergugat .
Dapat di-jebolnya SDB, ditengarai akibat lemah fungsi kontrol dan pengawasan internal, disamping buruknya mutu dari SDB yang disewakan / disediakan Tergugat. Adapun sanggahan pihak Tergugat, gugatan sang nasabah tidak menguraikan secara jelas dan terperinci mengenai kerugian yang dialami Penggugat, tidak pula disertai penjelasan / keterangan yang jelas dan terperinci untuk masing-masing barang milik Penggugat.
Terhadap gugatan sang nasabah, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan, yakni putusan No. 21/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST, tanggal 18 Juni 2009 dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA :
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan No. 96/PDT/2010/PT.DKI tanggal 11 Juni 2010.
Nasabah mengajukan kasasi, dengan pokok keberatan bahwa pihak yang mencongkel SDB tersebut kemudian ketangkap oleh Polisi dan telah disidangkan oleh Pengadilan Negeri dan telah dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun, namun sampai sekarang Termohon Kasasi yang seharusnya bertanggung jawab atas keselamatan barang- barang berharga milik nasabahnya, tidak bersedia untuk bertanggung jawab.
Barang-barang berharga simpanan nasabah disimpan dan berada dalam penguasaan penuh SDP milik Tergugat, dimana para pelaku pencurian berpura-pura menjadi nasabah/penyewa SDB, sehingga terdapat unsur kelalaian dari SOP Tergugat atau kurangnya standar pengawasan.
Sehingga adalah beralasan bila nasabah menyatakan bila Tergugat telah lalai dan kecerobohan dalam mengelola dan mengawasi penyewaan SDB, karena Tergugat membiarkan atau setidaknya memberi kesempatan kepada pelaku untuk berada didalam ruang SDB tanpa pengawasan dari petugas Tergugat yang mana dalam ruangan tersebut banyak terdapat SDB-SDB yang telah disewa nasabah lain, sehingga pelaku dapat dengan leluasa membobol atau mencongkel SDB-SDB milik penyewa SDB lain.
Dimana terhadapnya argumentasi sang nasabah, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan hukum. Pengadilan Tinggi dapat mengambil alih pendapat dan pertimbangan Pengadilan Negeri sebagai pertimbangan sendiri;
 “Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : ISHWAR MANWANI, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : ISHWAR MANWANI, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.