Formalitas Tempat Diselenggarakan RUPS

LEGAL OPINION
Question: Memang benar-benar ada, aturan yang mewajibkan RUPS diadakan pada suatu tempat tertentu? Apa resikonya bila dilanggar bila memang ada aturan semacam itu?
Brief Answer: Secara falsafah, adalah tidak memiliki relevansi / urgensi apapun, mewajibkan dimana Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) hanya boleh dilangsungkan pada tempat dimana kedudukan Perseroan tercantum dalam Anggaran Dasar, kecuali untuk menghindari pemegang saham tertentu menyurutkan niat mengikuti RUPS hanya karena pemegang saham lain mencoba mengadakan RUPS jauh di pulau / kota lain.
Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas menambahkan pula kaedah norma, bahwa RUPS dapat juga diadakan di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama—Mulai terjadi ambigu, terutama perihal bila para pemegang saham yang sepakat akan agenda tertentu, maka RUPS dapat diadakan di manapun.
Ambivalensi tampak lebih kentara dalam konsepsi circulair resolution dimana para pemegang saham tidak perlu saling bertatap muka dalam forum RUPS, namun cukup menyetujui dengan menadatangani keputusan dalam bentuk akta resolusi yang diedarkan via pos, sehingga tidak terdapat tempat RUPS diadakan secara fisik. Demikian pula terhadap kecanggihan teleconference, sekat ruang menjadi borderless.
Namun, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti topik agenda RUPS yang sensitif, akan lebih baik menyelenggarakan RUPS pada kota / kabupaten di mana perseroan dinyatakan berkedudukan sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar.
PEMBAHASAN:
Pasal 76 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas:
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan.
(3) Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia.
(4) Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). [Penjelasan resmi: Yang dimaksud dengan “ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)” adalah RUPS harus diadakan di wilayah negara Republik Indonesia.]
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.”
Ilustrasi berikut dapat menjadi the worst case yang perlu diantisipasi, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa korporasi register Nomor 354 PK/Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008, perkara antara:
- LENY ROSWITA, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat; melawan
1. MORRIS SRIJAYA, bertindak untuk dirinya sendiri maupun sebagai Komisaris dan pemilik saham PT. Bumi Mansyur Permai;
2. NY. MARGARET LEROY, baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai pemilik saham PT. Bumi Mansyur Permai;
3. NY. SULIANA TANIWAN, baik untuk dirinya sendiri maupun dalam kedudukannya sebagai pemilik saham PT. Bumi Mansyur Permai;
4. NY. FINAHATI TANIWAN, baik untuk dirinya sendiri maupun dalam kedudukannya sebagai pemilik saham maupun sebagai Komisaris PT. Bumi Mansyur Permai;
5. KAMARUDDIN, baik untuk dirinya sendiri maupun dalam kedudukan  ebagai Komisaris Utama maupun pemilik saham PT. Bumi Mansyur Permai;
6. CHAIRUDDIN, baik untuk dirinya sendiri maupun dalam kedudukannya sebagai Komisaris Utama maupun pemilik saham PT. Bumi Mansyur Permai;
7. REGAN LIE, baik untuk dirinya sendiri maupun pemilik saham PT. Bumi Mansyur Permai;
... selaku para Termohon Peninjauan Kembali dahulu Para Tergugat.
Penggugat merupakan pemilik saham PT. BUMI MANSYUR PERMAI sebanyak 2.525 lembar saham. Pada tanggal 29 Oktober 1997, dilaksanakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT. BUMI MANSYUR PERMAI yang mana disetujui dan disepakati penjualan saham kepada pihak luar yang bukan pemegang saham PT. BUMI MANSYUR PERMAI sebagaimana dituangkan dalam Berita Acara No.58 tanggal 29 Oktober 1997.
Jumlah saham yang dijual sebanyak 2.221 lembar. maka Penggugat masih mempunyai saham sebanyak 2.525 lembar – 2.221 lembar = 304 lembar. Penggugat sudah berulang kali mengingatkan para Tergugat agar segera membayar harga saham yang dibelinya dari Penggugat, akan tetapi para Tergugat tidak pernah membayar harga saham Tersebut.
Akibatnya Penggugat telah dirugikan sebesar Rp.10.000.000, per lembar saham x 2.221 lembar = Rp.22.210.000.000,-. Adapun terhadap gugatan Penggugat, yang kemudian menjadi amar putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 25 September 2001 No. 59/Pdt.G/2001/PN.Mdn., sebagai berikut:
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, yang menjadi amar putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 29 April 2002 No.89/PDT/2002/PT.MDN, adalah sebagai berikut:
- Menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan No.59/Pdt.G/2001/PN.Mdn tanggal 25 September 2001 yang dimohonkan banding tersebut.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat pada pokoknya sebagai berikut:
“Bahwa surat-surat bukti baru tersebut memang bukan merupakan alat bukti yang bersifat menentukan, akan tetapi dapat menjadi alat bukti permulaan tentang belum terjadinya jual beli saham PT. Bumi Mansyur Permai yang sekarang menjadi pokok sengketa;
“Bahwa alasan tersebut dapat dibenarkan, karena dalam putusan Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan nyata, berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Bahwa saham yang menjadi sengketa adalah saham atas nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1995 yang berdasarkan Pasal 613 KUHPerdata penyerahannya (in casu jual beli) harus dengan akta otentik atau di bawah tangan dan menurut Pasal 1459 KUHPerdata “hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut Pasal 612, 613 dan 616” dan menurut Pasal 49 Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1995 jo. Undang-Undang Nomor: 47 Tahun 2007 ditentukan : Pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak dan akta pemindahan hak tersebut salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan”.
“Selain itu dalam hubungan dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas perlu dikemukakan pendapat Prof. Subekti “sebagaimana diketahui, B.W. menganut sistem bahwa perjanjian jual beli itu hanya “obligatoir” saja, artinya bahwa perjanjian jual beli baru meletakkan hak dan kewajiban bertimbal balik antara kedua belah pihak – penjual dan pembeli – yaitu meletakkan kepada si penjual kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk menuntut pembayaran harga yang telah disetujui dan disebelah lain meletakkan kewajiban kepada si pembeli untuk membayar harga barang sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya.
“Dengan perkataan lain, perjanjian jual beli menurut B.W. itu belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukan “levering” atau penyerahan. Dengan demikian maka dalam sistem B.W tersebut “levering” merupakan suatu perbuatan yuridis guna memindahkan hak milik (“transfer of ownership)” yang caranya ada tiga macam, tergantung dari macamnya barang, seperti yang diterangkan di atas oleh para Sarjana Belanda malahan “levering” itu dikonstruksikan sebagai suatu “zakelijk overeenkomst”, ialah suatu persetujuan lagi (tahap kedua) antara penjual dan pembeli yang khusus bertujuan memindahkan hak milik dari penjual kepada pembeli.
“Apa yang dikemukakan di atas mengenai sifat jual beli menurut B.W. sebagai hanya “obligatoir saja” nampak jelas sekali dari Pasal 1459 yang menerangkan bahwa “hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang bersangkutan (Prof. Subekti, SH., Aneka Perjanjian Cetakan Kesembilan, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti Bandung 1992 hlm.11);
“Sedangkan definisi jual beli menurut KUHPerdata adalah ‘suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.’;
2. Bahwa berpedoman pada ketentuan-ketentuan dan doktrin tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata dalam penerapan hukum (Penjelasan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2004” yang dimaksud dengan “hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan ini antara lain adalah ditemukannya bukti baru (Novum) dan /atau adanya kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum”) sebagaimana terbukti dari fakta-fakta sebagai berikut:
a. Bahwa diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Perseroan Terbatas No.1 Tahun 1995 jo Undang-Undang No.47 tahun 2007 disebutkan: ayat (1) : Pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan Akta Pemindahan Hak; Ayat (2) : Akta Pemindahan hak sebagaimana dimaksud atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan;
“Bahwa ketentuan tersebut mempertegas untuk terjadinya peralihan hak atas saham atas nama, maka hal tersebut haruslah dilaksanakan dengan suatu akta yang khusus menegaskan tentang pelaksanaan jual beli saham tersebut;
“Bahwa di dalam perkara a quo bila dicermati, yang tercantum dalam Akta Berita Acara No.58 tanggal 29 Oktober 1997, sesungguhnya yang terjadi antara Pemohon Peninjauan kembali dengan Termohon Peninjauan Kembali adalah Persetujuan/Kesepakatan Kolektif untuk menjual saham PT. BUMI MANSYUR PERMAI dengan calon pembeli (Termohon Peninjauan Kembali) serta klausula Perubahan Komposisi, Pemegang Saham, Susunan Pengurus dan Pembayaran;
“Bahwa redaksional Akta No.58 tanggal 29 Oktober 1997, secara jelas menyebutkan : “ ... menyetujui ... melaksakan penjualan dan pembelian ... .”;
“Bahwa dengan demikian Akta Berita Acara No.58 tanggal 29 Oktober 1997 tersebut bukanlah Akta yang menegaskan bahwa antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan Termohon Peninjauan Kembali telah terjadi jual beli saham;
b. Bahwa di dalam putusan judex facti / Pengadilan Negeri halaman 23 alinea (2) yang berbunyi : “Menimbang, bahwa dengan demikian dianggap terbukti bahwa penggugat pada tanggal 29 Oktober 1997 telah menjual sahamnya kepada Tergugat-Tergugat…..”; begitu juga pada halaman 24 aliena (3): “Menimbang, bahwa surat bukti Tergugat-Tergugat yang bertanda T.II s/d T.VII/2 berupa tanda terima tanggal 29 Oktober 1997, bahwa surat bukti ini adalah merupakan tanda terima……” alinea (4); “Bahwa dari surat bukti T.II s/d T.VII-2 ini dapat ditandai bahwa Tergugat II s/d Tergugat VII masing-masing telah menyerahkan uang setoran saham untuk PT. Bumi Mansyur Permai……”;
“Bahwa dari uraian putusan seperti dikutip di atas judex facti mengangap terbukti Penggugat pada tanggal 29 Oktober 1997 telah menjual saham kepada Tergugat-Tergugat berdasarkan bukti P.1 yang sama dengan bukti T.II sd T.VII-1, serta saham-saham tersebut telah dibayar oleh Tergugat-Tergugat berdasarkan bukti T.II s/d T.VII-2;
“Bahwa akan tetapi disisi lain berdasarkan bukti TPK -9 dan TPK 11 yang berupa surat Kuasa dari Tergugat VI dan bukti TPK 12 dan 13 berupa Personal Garantie dari Tergugat IV, bukti tersebut menerangkan para Tergugat tersebut memberikan kuasa untuk mencairkan atau menguangkan serta menerima uang berikut bunga Deposito dan melepaskan hak-hak mereka tersebut diberikan kepada PT. BMP untuk membayar hutang-hutang PT. Bumi Mansyur Permai kepada PT. Sejahtera Bank Umum;
“Bahwa dengan demikian ada dua kondisi yang berbeda dari bukti-bukti yang ada;
“Bahwa selain itu bukti TPK 9 dan 11 tersebut secara tegas mencantumkan klausula: “Kuasa tersebut tidak dapat ditarik atau dibatalkan dan tidak akan berakhir ... selama PT. Bumi Mansyur Permai belum membayar lunas seluruh hutang-hutangnya kepada PT. Sejahtera Bank Umum cabang Medan ... .”;
“Bahwa bila bukti P.1 = T.II s/d T.VII-1 serta T.II s/d T.VII-2 dikonfrontir dengan bukti TPK 9 dan 11 serta TPK 12 dan 13 dapat ditarik persangkaan (salah satu alat bukti jo P.1-163 HIR), pembayaran yang dilakukan oleh para Tergugat kepada Penggugat adalah berupa penyerahan hak-hak mereka yang berada pada PT. Bank SBU cabang Medan, dalam bentuk sertifikat deposito No.03/01487/97 tanggal 25 Juni 1997 dan No.03/01405/97 serta Personal Garantie Personal Garantie;
“Bahwa pertimbangan judex facti yang menganggap telah terjadi jual beli saham dan para Tergugat telah menyerahkan uang hanya berdasarkan bukti P.1= T.II s/d T.VII serta T.II s/d T.VII-2 adalah pertimbangan yang keliru/ salah karena ternyata terbukti berdasarkan bukti TPK 9 dan 11 serta TPK 12 dan 13 Para Tergugat tidak ada menyerahkan uang pembayaran kepada Penggugat;
“Bahwa oleh karena itu dalil tentang pembayaran yang telah dilakukan oleh para Tergugat kepada Penggugat atas saham-saham yang akan dibeli bukan dalam bentuk penyerahan uang melainkan dengan menyerahkan Surat Kuasa untuk mencairkan Deposito No.03/01487/97 tanggal 25 Juni 1997 dan No.03/01405/97 serta Personal Garantie yang diserahkan kepada PT. Bank SBU yang tujuannya dalah untuk menutupi hutang PT. BMP di PT. Bank SBU Cabang Medan;
“Bahwa kemudian dengan akta-akta No.29, No.41 dan No.42 surat-surat kuasa tersebut dibatalkan dan Deposito dicairkan tetapi bukan untuk membayar hutang PT. Bumi Mansyur Permai;
“Bahwa adanya bukti PPK-1 dan PPK-II mempertegas saham-saham milik penggugat pada PT. BMP belum dibayar oleh para Tergugat, karena para Tergugat telah mencairkan sendiri deposito-deposito yang telah diserahkan, yang semula tujuannya untuk menutupi hutang PT. Bumi Mansyur Permai pada PT. Sejahtera Bank Umum tetapi ternyata oleh para Tergugat Deposito tersebut dicairkan untuk keperluan para Tergugat selain untuk membayar hutang PT. Bumi Mansyur Permai pada PT. Sejahtera Bank Umum;
c. Bahwa Berdasarkan bukti T.II s/d T.VII-3 (Akta Berita Acara RULBPS No.29 tanggal 18 September 1998 dibuat oleh Sri Bandiningsih,SH. Notaris di Bekasi), para Tergugat telah mengadakan Rapat Umum LBPS di Bekasi:
- Bahwa dalam pertimbangan putusan judex facti/Pengadilan Negeri Medan halaman 25 alinea (3) berpendapat: “Dari bukti ini dapat ditandai T.I sebagai pemilik 1093 lembar saham, T.II pemilik 295 lembar saham, T.III pemilik 295 lembar saham, T. IV pemilik 295 lembar saham, T.V pemilik 590 lembar saham, T.VI pemilik 590 lembar saham dan T.VII pemilik 148 lembar saham, pada tanggal 18 September 1998 telah diundang dan ikut dalam rapat luar biasa para pemegang saham PT. Bumi Mansyur Permai yang memilik 4155 saham yang telah dikeluarkan dan dibayar penuh” dan pada alinea (5) berbunyi: “…..terbukti bahwa T. I sampai dengan T.VII telah membayar penuh hingga nilai nominal saham yang dibayar dari Penggugat”, serta pada alinea (4) berbunyi : “Bahwa ini (T.II-T.VII-2) baik formil dan materiilnya tidak disangkal penggugat, karena itu dapat diterima sebagai bukti yang bernilai kekuatan bukti sempurna dan bersifat menentukan”;
- Bahwa pertimbangan tersebut jelas keliru karena berdasarkan bukti TPK 9 dan 11 jo bukti PPK-1 dan PPK-2 saham PT. Bumi Mansyur Permai tersebut yang rencananya akan dijual kepada para Tergugat ternyata belum dibayar oleh Para Tergugat kepada Penggugat;
- Bahwa selain itu memperhatikan ketentuan pasal 64 Undang-Undang PT. yang menyebutkan “RUPS diadakan di tempat Perseroan milik kegiatan usahanya”;
- Bahwa PT. Bumi Mansyur Permai berdomisili di Medan dan kegiatan usaha mereka juga di Medan, namun PT. Bumi Mansyur Permai tersebut melakukan RULBPS di Bekasi, sehingga karenanya akta tersebut menjadi cacat hukum, maka pertimbangan judex facti yang menyebutkan bukti T.II/T.VII-3 tersebut berkekuatan sempurna dan menentukan juga adalah tidak tepat, karena ternyata secara legal formil pembuatan akte tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Perseroan Terbatas apalagi ternyata substansinya yang menyatakan saham telah dibayar penuh setelah di konfrontir dengan bukti PPK-1 dan PPK-2 serta TPK 9 dan 11 adalah tidak benar, sehingga semakin menegaskan pertimbangan judex facti tersebut keliru;
- Bahwa dari pertimbangan di atas jelas substansi yang termuat dalam akta No.58 tanggal 29 Oktober 1997 yang dibuat oleh ... Notaris di Medan tersebut yaitu jual beli saham dan pembayaran belumlah terjadi apalagi ternyata Deposito yang seyogyanya dijadikan pembayar saham untuk menutupi hutang PT. Bumi Mansyur Permai kepada PT. Sejahtera Bank Umum telah dicairkan oleh para Termohon Peninjauan kembali untuk keperluan lain selain daripada membayar hutang tersebut;
- Bahwa begitu juga tindakan hukum Termohon Peninjauan kembali yang mengadakan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT. Bumi Mansyur Permai di Bekasi sebagaimana tersebut dalam Akta Berita Acara No.29, tanggal 18 September 1998 yang dibuat oleh Notaris ... yang antara lain substansinya memecat Direktur Utama PT. Bumi Mansyur Permai yang lama dan menggantinya dengan Pengurus (Direksi dan Komisaris) yang baru, serta kemudian dengan akta No.41 dan No.42 yang dibuat juga oleh Notaris ... isinya antara lain : - Pencabutan gugatan PT. Bumi Mansyur Permai melawan PT. Sejahtera Bank Umum;
- Pencabutan Surat Kuasa penarikan Deposito dan lain-lain sebagaimana tertera dalam Akta Pembatalan No.41 dan No.42 tersebut adalah merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang) ataupun Prematur, sebab Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT. Bumi Mansyur Permai yang dilangsungkan di Bekasi tersebut adalah cacat hukum karena pada saat itu sesungguhnya para Termohon Peninjauan Kembali tidak memenuhi hal-hal:
- Belum berkedudukan sebagai pemegang saham yang sah dari PT. Bumi Mansyur Permai;
- Syarat-syarat untuk mengadakan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham tersebut tidak mengindahkan ketentuan Undang-Undang PT. Pasal 64 Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1995 yang menyebutkan : RUPS diadakan di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya;
- Ada diantara Pemegang saham dan Komisaris tidak diundang dan tidak mengetahui ada RULBPS tersebut;
- Bahwa karenanya putusan judex facti jo judex juris tersebut tidak dapat dipertahankan lagi;
- Bahwa dengan demikian secara juridis “levering” (penyerahan hak) terhadap saham-saham a quo antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan para Termohon Peninjauan kembali belumlah terjadi;
- Bahwa dengan belum terjadinya “levering” atas saham yang dimiliki oleh Pemohon Peninjauan Kembali kepada Termohon Peninjauan kembali, maka segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali terhadap perseroan PT. Bumi Mansyur Permai saham-saham milik Pemohon Peninjauan Kembali adalah tidak berdasar hukum;
- Bahwa bila diperhatikan mengenai bukti Pemohon peninjauan kembali I dan Pemohon Peninjauan kembali 2, dari kedua alat bukti itu dapat dilihat secara faktual saham Pemohon Peninjauan kembali yang disepakati akan dijual (yang tujuannya membayar hutang PT. Bumi Mansyur Permai pada PT. Sejahtera Bank Umum) belum dibayar oleh para Termohon Peninjauan Kembali);
- Bahwa dengan demikian perbuatan-perbuatan yang secara sistematis dilakukan oleh calon pembeli saham milik Pemohon Peninjauan kembali yang ada pada PT. Bumi Mansyur Permai yaitu para Termohon Peninjauan Kembali, yang dengan modus-modus tertentu ingin masuk sebagai Pemegang Saham PT. Bumi Mansyur Permai, kemudian setelah merasa membeli saham-saham tersebut kemudian membuat kebijakan-kebijakan antara lain :
- Meng-eliminasi Direksi yang lama pada PT. Bumi Mansyur Permai;
- Mencabut Surat Kuasa mencairkan Deposito;
- Mencairkan Deposito bukan untuk kepentingan PT. Bumi Mansyur Permai ;
- Mencabut gugatan antara PT. Bumi Mansyur Permai melawan Bank SBU dalam likuidasi, adalah jelas merupakan tindakan-tindakan (penyalahgunaan) hukum;
- Bahwa dari uraian pertimbangan di atas secara juridis sesungguhnya saham-saham milik Pemohon Peninjauan kembali belum beralih, karena jual belinya belum sah bahkan saham-saham tersebut belum dibayar oleh calon pembeli;
d. Berpedoman pada pengertian perbuatan melawan hukum berdasarkan Arrest Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919, perbuatan para Termohon Peninjauan Kembali tersebut, di atas adalah merupakan perbuatan melawan hukum “karena perbuatan mereka bertentangan dengan hak orang lain (in casu Pemohon Peninjauan Kembali), bertentangan dengan kewajiban hukum para Termohon Peninjauan Kembali sendiri atau bertentangan baik dengan kesusilaan baik, maupun sikap hati-hati yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda milik orang lain”;
“Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata dalam putusan-putusan judex facti dan judex juris, adalah :
1. Bahwa putusan Hakim dalam ketiga tingkat peradilan tersebut berpendapat bahwa in casu dianggap telah terjadi jual beli saham antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan Termohon Peninjauan kembali, padahal yang terbukti baru adanya perjanjian kolektif untuk menjual saham;
2. Bahwa akibat dari pendapat dalam butir 1 tersebut, Hakim dalam ketiga tingkatan peradilan dalam putusannya telah menyatakan “bahwa para Termohon Peninjauan Kembali sudah menjadi pemilik saham PT. Bumi Mansyur Permai, sehingga oleh karena itu mereka berhak untuk menyelenggarakan RUPS”;
3. Bahwa Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 1995 menentukan “RUPS diadakan ditempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain”, in casu RUPS yang diadakan bukan di Medan sebagai tempat kedudukan dan usaha PT. Bumi Mansyur Permai, tetapi di Bekasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mengenai alasan ad. 1 sampai dengan ad. 5 tersebut diatas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : LENY ROSWITA tersebut dan membatalkan putusan Mahkamah Agung tanggal 26 September 2005 No.1163 K/Pdt/2004 jis putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan tanggal 29 April 2002 No. 89/PDT/2002/PT-MDN dan putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 25 September 2001 No. 37/Pdt.G/2001/PN.Mdn, serta Mahkamah Agung mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana tertera di bawah ini;
M E N G A D I L I :
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : LENY ROSWITA tersebut;
“Membatalkan putusan Mahkamah Agung tanggal 26 September 2005 No.1163 K/Pdt/2004 jis putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan tanggal 29 April 2002 No. 89/PDT/2002/PT-MDN dan putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 25 September 2001 No. 37/Pdt.G/2001/PN.Mdn;
MENGADILI KEMBALI :
DALAM POKOK PERKARA :
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian;
- Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
- Menyatakan batal atau tidak berkekuatan hukum RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT. BUMI MANSYUR PERMAI, pada tanggal 29 Oktober 1997 sesuai dengan Berita Acara RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) No. 58 yang dibuat oleh dan dihadapan Ny. Chairani Bustami, SH. Notaris di Medan, berikut akte yang dibuat setelah tanggal 29 Oktober 1997 terutama yaitu akte No.29 tanggal 18 September 1998 yang dibuat oleh dan dihadapan Sri Bandiningsih, SH. Notaris di Bekasi;
- Menyatakan Penggugat adalah pemilik sah sebanyak 2.525 (dua ribu lima ratus dua puluh lima) lembar saham dari PT. BUMI MANSYUR PERMAI;
- Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.