KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Pemaksaan Turun Derajat PKWTT Menjadi PKWT

LEGAL OPINION
Question: Apa jadinya, bila karyawan dipaksa manajemen untuk menandatangani perjanjian kerja kontrak PKWT, sementara selama ini karyawan sejak awal bekerja telah berstatus sebagai pekerja tetap?
Brief Answer: Bila Pekerja menolak untuk tunduk pada paksaan Pengusaha untuk menandatangani Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan memilih untuk menggugat Pengusaha ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), maka Pekerja / Buruh berhak atas kompensasi berupa pesangon dua kali ketentuan normal, serta hak-hak normatif lainnya, disamping Upah Proses.
Perbuatan Pengusaha memaksakan agar para Pekerja Tetap (PKWTT) turun derajat menjadi PKWT, merupakan perbuatan melawan hukum. Namun bila sudah demikian, hubungan kerja oleh Mahkamah Agung akan dinyatakan putus akibat disharmoni, dengan disertai kompensasi.
PEMBAHASAN:
Kasus serupa tampak dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa perselisihan hak disertai PHK register Nomor 626 K/Pdt.Sus-PHI/2014 tanggal 21 Januari 2015, perkara antara:
- PT. Haeng Sung Raya Indonesia, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- 47 (empat puluh tujuh) orang Pekerja/Buruh, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat adalah Pekerja dengan status hubungan kerja menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Pada bulan Februari 2013, Tergugat melayangkan surat panggilan kepada seluruh Pekerja, dimana pihak Tergugat meminta para seluruh Pekerja yang telah berstatus Pekerja Tetap yang ada untuk menandatangani kontrak kerja kembali menjadi pekerja kontrak alias PKWT.
Para Penggugat menolak menandatangani kontrak kerja kembali menjadi pekerja waktu tertentu (PKWT). Dengan tidak ditandatanganinya PKWT oleh Para Penggugat, Pihak Tergugat seketika itu juga menerbitkan Keputusan tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Para Penggugat tanpa ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Sejak saat itu pula, Para Penggugat nyata dilarang masuk untuk melakukan kewajibannya sebagai pekerja, dan dihalang-halangi petugas keamanan perusahaan. Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi setelah dilakukan Mediasi, tidak dicapai kesepakatan, maka Mediator pada Disnaker Bekasi menerbitkan Anjuran tertulis:
MENGANJURKAN
1) Agar status hubungan kerja antara pihak pengusaha PT.Haensung Raya Indonesia dengan masing-masing pekerja Sdr. Simiyati, dkk., (69 Orang) atau Para Penggugat tidak terputus dengan hubungan kerja waktu tidak tertentu (PKWTT);
2) Agar pengusaha pengusaha PT. Haensung Raya Indonesia memanggil masing-masing pekerja Sdr. Sumiyati, dkk., (69 orang) atau Para Penggugat secara tertulis untuk bekerja kembali selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diterimanya surat anjuran ini.
3) Agar pekerja Sdr. Sumiyati, dkk., (69 orang) atau Para Penggugat segera melaporkan dirinya secara tertulis untuk bekerja kembali kepada pengusaha PT. Haensung Raya Indonesia untuk bekerja kembali selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diterimanya surat anjuran ini.
4) Agar pihak pengusaha PT. Haensung Raya Indonesia membayar upah yang belum dibayarkan kepada Sdr. Sumiyati, dkk., (69 orang) atau para penggugat.”
Pihak Pekerja menyatakan menerima anjuran Disnaker, sementara Pengusaha menolak. Karena itu Pekerja menilai, Perbuatan Tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum karena melanggar Pasal 1266 KUHPerdata yang mengatur bahwa pemutusan suatu perikatan perdata tidak dibenarkan bila sepihak.
Terhadap gugatan pihak Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial telah memberi putusan Nomor 16/G/2014/PHI/PN.Bdg. tanggal 2 Juni 2014 yang amarnya sebagai berikut:
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Tergugat kepada Para Penggugat tidak sah menurut hukum;
3. Menyatakan Hubungan Kerja antara Tergugat dan Para Penggugat tidak terputus;
4. Memerintahkan kepada Tergugat untuk memanggil Para Penggugat dan mempekerjakan kembali paling lambat 2 minggu setelah putusan ini diucapkan/diberitahukan kepada Tergugat;
5. Memerintahkan kepada Tergugat untuk membayar upah dan hak-hak lainnya masing-masing Para Penggugat yang biasa diterima, terhitung sejak diperintahkan untuk mempekerjakan kembali Para Penggugat;
6. Memerintahkan kepada Tergugat untuk membayar tunjangan hari raya tahun 2013 kepada Para Penggugat seluruhnya berjumlah sebesar Rp80.650.176,- dengan perincian masing-masing sebagai berikut : ...
7. Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya.”
Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terlepas dari keberatan-keberatan kasasi tersebut, Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa Judex Facti/Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa antara Para Penggugat/Termohon Kasasi dengan Tergugat/Pemohon Kasasi sejak tanggal 7 Februari 2013 telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diikuti dengan pelarangan masuk bekerja seperti biasa oleh keamanan perusahaan tanggal 8 Februari 2013;
2. Bahwa perkara ini tidak terkait dengan alasan-alasan PHK yang dilarang sesuai ketentuan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengharuskan mempekerjakan kembali, melainkan karena penolakan atas Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dari Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) oleh para Penggugat/Termohon Kasasi;
3. Bahwa sudah dapat dipastikan hubungan kerja jika terus berlanjut tidak lagi harmonis, dan dengan mempertimbangkan tuntutan ex aequo et bono, maka beralasan hukum PHK dijatuhkan berdasarkan alasan disharmonis sebagaimana dimaksud Penjelasan Umum alinea III Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004;
4. Bahwa hak kompensasi PHK adalah 2 kali uang pesangon (UP), 1. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dan 2. Uang Penggantian Hak (UPH) sesuai Pasal 156 ayat (2), (3), (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan upah proses 6 bulan upah, sebagaimana perhitungan jumlahnya sebagai berikut: ...
“Upah Proses menuju pemutusan hubungan kerja 6 (enam) bulan upah.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. Haeng Sung Raya Indonesia tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 16/G/2014/PHI/PN.Bdg. tanggal 2 Juni 2014 serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. Haeng Sung Raya Indonesia tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 16/G/2014/PHI/PN.Bdg tanggal 2 Juni 2014;
MENGADILI SENDIRI :
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan pemutusan hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat sejak putusan Judex Facti.
3. Menghukum Tergugat/Pengusaha membayar uang kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada Para Penggugat/Pekerja, untuk masing-masing Para Penggugat, adalah: ...
4. Menghukum Tergugat/Pengusaha membayar upah proses menuju pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada Para Penggugat/Pekerja, untuk masing-masing Para Penggugat, adalah: ...
5. Menolak gugatan para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.