LEGAL OPINION
Question: Kadang ada saja ‘biang kerok’ di areal pabrik, satu atau dua buruh provokator pembuat onar, yang bahkan berani mematikan mesin produksi ketika jam operasional pabrik. Bisa berbahaya bagi jalannya pabrik jika duri dalam daging ini dibiarkan. Bagai api dalam sekam. Bisakah dipecat?
Brief Answer: Bisa, karena mematikan mesin di pabrik dengan tujuan untuk mogok kerja secara tidak sah, termasuk dalam kategori pelanggaran derajat fundamental suatu asas pabrik, sehingga Pengusaha dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Pekerja / Buruh bersangkutan, namun tetap disertai kewajiban pemberian kompensasi berupa pesangon 1 (satu) kali ketentuan serta hak-hak normatif lainnya.
Terdapat dua cara untuk mem-PHK Pekerja / Buruh ‘provokator’ demikian, yakni PHK secara sepihak disertai pembayaran kompensasi berupa 1 (satu) kali ketentuan pesangon dan hak-hak normatif lainnya. Bila Pekerja / Buruh berkeberatan, maka Pekerja / Buruh akan menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dimana pengadilan hanya akan membebani Pengusaha membayar Upah Proses 6 kali besaran Upah karena kompensasi berupa pesangon dan hak normatif lainnya telah diberikan saat PHK secara sepihak terjadi.
Guna menghindari potensi gugatan yang memboroskan waktu serta tenaga, Upah Proses 6 kali besaran Upah dapat diberikan pula saat PHK sepihak oleh Pengusaha, sehingga tiada artinya lagi bila Pekerja / Buruh yang melakukan pelanggaran fundamental mengajukan gugatan ke pengadilan. Memang memboroskan, namun guna menghindari potensi konflik yang lebih besar lagi di kemudian hari dalam area kerja pabrik. Sementara Pekerja yang melakukan pelanggaran fundamental, namun telah diberikan konpensasi PHK, bila tetap mengajukan gugatan sama artinya membuka aib sendiri.
PEMBAHASAN:
Salah satu contoh ulah Pekerja yang mematikan mesin produksi saat pabrik beroperasi, sebagaimana diilustrasikan serupa dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 865 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 26 Oktober 2016, perkara antara:
- PT. PIXEL ART INDONESIA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
1. PUJI DWINANTO; 2. ASMIN; 3. HERMAN; 4. DEDE KURNIAWAN, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Pada saat mediasi sedang berlangsung pada Dinas Tenaga Kerja, Tergugat telah melakukan pentransferan dana kompensasi pemecatan kepada rekening para Penggugat, dan pada saat itu juga para Penggugat menolak pemberian kompensasi, dikarenakan para Penggugat menolak Pemutusan Hubungan Kerja.
Tergugat telah mengirimkan pesangon kepada Para Penggugat melalui Transfer saat proses penyelesaian perselisihan di Disnaker (Dinas Tenaga Kerja). Terhadap gugatan pihak Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Negeri Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan No. 290/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Jkt.Pst tanggal 16 Maret 2015, dengan amar sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugatan untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melanggar Pasal 151 ayat 3 Undang-Undang juncto Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat putus dan berakhir sejak putusan ini diucapkan;
4. Menghukum Tergugat Untuk membayar kompensasi PHK Kepada Para Penggugat sebesar Rp192.834.174 (seratus sembilan puluh dua juta delapan ratus tiga puluh empat ribu seratus tujuh puluh empat);
5. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 2 Februari 2016 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 16 Februari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Penggugat melakukan mogok tidak sah, yaitu Pelanggaran terhadap Pasal 137 dan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Karena mogok kerja tersebut tidak sah maka sesuai Pasal 6 ayat 1 (satu) Kepmenakertrans Nomor 232 Tahun 2003 tentang akibat mogok tidak sah dianggap mangkir. Selain itu Para Penggugat juga mematikan mesin produksi, lampu di areal produksi dan berhenti bekerja dengan demikian pelanggaran dapat dibuktikan;
- Bahwa Pemohon Kasasi tidak menghendaki Termohon Kasasi bekerja kembali dimana secara explisit telah melakukan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Termohon Kasasi (Bukti P.3 sampai dengan P.6) Pemohon Kasasi telah melanggar Pasal 151 ayat 3 juncto Pasal 155 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan maka Pemohon Kasasi wajib membayar kompensasi uang pesangon 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan upah proses selama 6 (enam) bulan, sesuai dengan ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;
“Bahwa keberatan-keberatan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat sudah tepat dan benar dalam putusannya serta pertimbangan dan penerapan hukumnya. Oleh karena itu permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi tidak menjadi pertimbangan dan harus ditolak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 290/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Jkt.Pst tanggal 16 Maret 2015 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. PIXEL ART INDONESIA tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan sepanjang mengenai upah proses (6 bulan Upah) dan meniadakan uang Tunjangan Hari Raya (THR);
“M E N G A D I L I :
1. Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. PIXEL ART INDONESIA tersebut;
2. Memperbaiki amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 290/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Jkt.Pst., tanggal 16 Maret 2015, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
“M E N G A D I L I S E N D I R I :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melanggar Pasal 151 ayat (3) juncto Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat putus dan berakhir sejak putusan ini diucapkan;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kompensasi PHK Kepada Para Penggugat sebesar Rp180.932.883 (seratus delapan puluh juta sembilan ratus tiga puluh dua ribu delapan ratus delapan puluh tiga rupiah), dengan perincian sebagai berikut: ... dikurangi yang telah dibayarkan / ditransfer oleh Tergugat;
5. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.