Kontraproduktif Mempailitkan Debitor Akibat Harapan Semu

LEGAL OPINION
Question: Pak Hery (dari SHIETRA & PARTNERS) bilang kalau lembaga keuangan yang berbidang usaha investasi seperti MTN (medium term note) maupun REPO (repurchase agreement), selama diawasi dan tunduk pada regulasi BI (Bank Indonesia) maupun OJK (Otoritas Jasa Keuangan), maka yang berwenang mempailitkan perusahaan investasi tersebut adalah OJK. Toh, buktinya ada sebuah perusahaan investasi yang dikabulkan permohonan pailit oleh salah seorang nasabahnya ke hadapan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena perusahaan investasi ini gagal mengembalikan dana investasi pada kreditornya. Jadi mana yang benar?
Brief Answer: Putusan Pengadilan Niaga tersebut berpotensi besar dibatalkan oleh Mahkamah Agung RI, karena setiap lembaga jasa keuangan perbankan maupun non perbankan yang tunduk pada pengawasan BI dan OJK, hanya dapat dipailitkan oleh OJK, tidak dapat diajukan pailit oleh kreditor perorangan.
Memang terdapat kelemahan utama kaedah yang dibakukan oleh praktik di Mahkamah Agung, mengingat adalah sangat sukar menggerakkan OJK untuk bersikap responsif, disamping fakta di lapangan bahwa OJK kerap menunda-nunda investigasi terhadap laporan kreditor / konsumen jasa keuangan /masyarakat.
OJK dinilai sebagian masyarakat sebagai ‘penunda’, karena lemahnya pengawasan maupun lambannya penanganan laporan oleh OJK sehingga kreditor perorangan tergerak dengan rasa terpaksa untuk mengambil sikap sendiri—sehingga semestinya Mahkamah Agung dapat memaklumi hal demikian.
Namun yang juga perlu disadari, kreditor jasa keuangan investasi kerap hanya berkedudukan sebagai Kreditor Konkuren yang tidak terjamin pelunasan piutangnya layaknya Kreditor Separatis pemegang agunan, dan juga bukan merupakan Kreditor Preferen Teristimewa layaknya piutang Kantor Pajak maupun piutang Upah Buruh—sehingga, adalah kontraproduktif mempailitkan debitor sementara yang didahulukan pelunasannya ialah Kreditor Separatis dan Kreditor Preferen, disamping fakta sosial-ekonomis dimana fee kurator yang terbilang besar jumlahnya didahulukan pula dari Kreditor Konkuren sehingga hampir selalu didapati harta kekayaan debitor tidak lagi memiliki sisa untuk melunasi piutang Kreditor Konkuren.
Praktis, tiada gunanya mempailitkan seorang / sebuah debitor bila status sang Pemohon Pailit hanyalah selaku Kreditor Konkuren—salah kaprah yang masif terjadi dalam praktik, dengan asumsi keliru bahwa mempailitkan debitor sementara dirinya hanya Kreditor Konkuren, akan mendapat pelunasan, yang faktanya harta kekayaan (aktiva) debitor bahkan kerap kali tidak cukup untuk melunasi kewajiban (liability) bagi Kreditor Separatis maupun Pajak Tertunggak maupun para Upah Pekerjanya.
Itulah sebabnya, sangat direkomendasikan bagi warga negara yang bersinggungan dengan masalah hukum untuk berkonseling dengan jasa seorang Konsultan Hukum, ketimbang terhasut untuk secara membabi-buta mengajukan gugatan yang kontraproduktif pada akhirnya: dana kredit tidak kembali, dan gugatan hanya menang di-atas kertas—sebuah kerugian biaya, waktu, serta emosi yang jauh lebih besar lagi.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut menjadi rujukan konkret SHIETRA & PARTNERS, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara kepailitan register Nomor 302 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 tanggal 7 Juli 2015, antara:
- FRANSISKA ANINDITYA PUTRI, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Pailit; terhadap
- PT. BRENT VENTURA, selaku Termohon Kasasi dahulu Termohon Pailit.
Kedudukan Hukum Pemohon Pailit sebagai Kreditur dari Termohon Pailit selaku Debitur. Termohon Pailit menerbitkan 2 Surat Pengakuan Hutang Jangka Menengah (Medium Term Notes), masing-masing:
1. Nomor Kontrak 002732/MTN-I/BV/I/2014, nominal Rp700.000.000,- diterbitkan 9 Januari 2014, Bunga 10,50 % p.a. tanggal jatuh tempo 9 April 2014;
2. Nomor Kontrak 002937/MTN-I/BV/1/2014, nominal Rp550.000.000,- diterbitkan tanggal 24 Januari 2014, Bunga 11% p.a. jatuh tempo 24 April 2014.
Dengan demikian, Termohon Pailit mempunyai utang kepada Pemohon Pailit sebesar Rp1.250.000.000,-. Berdasarkan uraian di atas, Pemohon Pailit merupakan Kreditur dari Termohon Pailit. Sesuai dengan tanggal jatuh tempo pertanggal 30 Mei 2014, ternyata Termohon Pailit tidak mengembalikan utang tersebut kepada Pemohon Pailit sebagaimana dituangkan dalam Perjanjian Investasi secara Notaril tersebut.
Terhadap permohonan pernyataan pailit sang kreditor perorangan, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk selanjutnya memberikan putusan Nomor 50/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 16 Februari 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak permohonan Pemohon Pailit.”
Sang kreditor mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah tepat dan benar, serta tidak salah dalam menerapkan hukum, dengan alasan sebagai berikut:
“Bahwa sesuai dengan fakta persidangan, Termohon adalah Perusahaan Modal Ventura (PMV) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura yang dalam menjalankan kegiatannya berada dibawah pengawasan Ketua Bapepam Lembaga Keuangan (sekarang Otoritas Jasa Keuangan / OJK) sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, pihak yang berhak mengajukan Permohonan Pailit adalah Otoritas Jasa Keuangan, oleh karenanya putusan Judex Facti dalam perkara a quo sudah tepat, sehingga layak untuk dikuatkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 50/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 16 Februari 2015 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi FRANSISKA ANINDITYA PUTRI tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi FRANSISKA ANINDITYA PUTRI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.