Pidana Berujung Perdata, Ketika Sipil Menggugat Negara

LEGAL OPINION
Penahanan Tidak Sah = Perampasan Kemerdekaan yang dapat Digugat Secara Perdata
Question: Saudara kami kini masih ada di balik rutan (rumah tahanan), padahal sudah ada putusan praperadilan yang menyatakan penangkapan terhadap saudara kami itu tidak sesuai prosedur. Tetap saja, saudara saya tidak kunjung dilepaskan sampai sekarang. Bagaimana ini, bila pihak berwajib tidak tunduk pada isi putusan praperadilan yang memerintah untuk membebaskan saudara kami?
Brief Answer: Perkara mal-prosedural penanganan pidana yang telah diputus oleh praperadilan, terhadap tersangka/terdakwa yang belum juga dibebaskan oleh pihak yang menahan, dapat di-‘seret’ ke ranah perdata berupa gugatan perdata ganti-rugi atas penahanan yang tidak sah tersebut, dimana Mahkamah Agung RI akan menilai kejadian demikian sebagai “perampasan kemerdekaan” yang menimbulkan kerugian moril bagi warga negara yang dijamin perlindungan hak asasinya oleh hukum.
PEMBAHASAN:
Untuk itu sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS akan merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa mal-praktik hukum acara pidana register Nomor 2125 K/Pdt/2012 tanggal 8 Mei 2013, perkara antara:
- ROMALDI SARAGIH, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq. KEMENTERIAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Cq. DINAS KEHUTANAN PROPINSI RIAU Cq. BIDANG PERLINDUNGAN HUTAN DINAS KEHUTANAN PROPINSI RIAU Cq. SATUAN TUGAS POLISI KEHUTANAN DINAS KEHUTANAN, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat mengajukan Praperadilan tertanggal 28 April 2010 register Nomor 04/PDT.PRA/2010/PN.PBR pada Pengadiian Negeri Pekanbaru yang ditujukan kepada Tergugat. Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai Pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur perihal sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan.
Atas permohonan Praperadilan yang diajukan Penggugat, Pengadilan Negeri Pekanbaru pada tanggal 17 Mei 2010 kemudian memutuskan dalam amar Putusan Nomor 04/Pid.Pra/2010/PN.Pbr dengan amar sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan tidak sah penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon;
3. Memerintahkan Termohon untuk segera membebaskan Pemohon;
4. Membebankan biaya perkara kepada Negara.”
Pada saat pembacaan putusan Praperadilan oleh hakim di Pengadilan Negeri, Tergugat selaku Termohon hadir dan mendengarkan putusan dibacakan. Dengan demikian Tergugat selaku Termohon dalam Praperadilan, wajib patuh secara hukum dan tidak ada alasan untuk tidak menjalankan amar putusan, yaitu “segera membebaskan Penggugat dari tahanan.”
Penggugat telah meminta kepada Tergugat untuk segera melaksanakan amar putusan praperadilan, namun sampai gugatan ini diajukan, Tergugat tetap tidak melaksanakannya. Atas sikap Tergugat yang tidak patuh, Penggugat menyurati Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru tertanggal 18 Mei 2010 perihal pelaksanaan putusan Pengadilan yang tembusannya juga telah disampaikan kepada Tergugat.
Tindakan kelalaian yang dilakukan oleh Tergugat, dinilai telah melanggar Hak Asasi Penggugat selaku Warga Negara yang mempunyai hak-hak yang dijamin oleh undang-undang dan konstitusi. Sehingga tindakan Tergugat secara logis telah mengakibatkan kerugian bagi Penggugat berupa dirampasnya kemerdekaan dan kebebasan hidup Penggugat, oleh karena itu Penggugat menuntut ganti kerugian sebesar Rp100.000.000.000,-.
Sementara itu pihak pemerintah dalam bantahannya menyebutkan,  bahwa gugatan Penggugat “kurang pihak”. Pokok gugatan Penggugat ialah menuntut agar pembebasan/pengeluaran Penggugat dari Rumah Tahanan Polda Riau.
Penggugat diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau untuk selanjutnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Ujung Tanjung Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau karena berkas perkara sudah “P-21” berdasarkan surat Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, sehingga Tergugat sudah tidak mempunyai kewenangan untuk melepaskan Penggugat dari tahanan. Yahya Harahap, bukunya berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, pada halaman 237 disebutkan:
“ ... Bahwa peralihan tanggung jawab dan kewenangan penahanan terjadi, terhitung sejak tanggal Penuntut Umum menyampaikan pemberitahuan yang menyatakan penyidikan telah dianggap sempurna.”
Sehingga, menurut Tergugat, seharusnya atau setidak-tidaknya Kepala Kejaksaan Tinggi Riau cq. Kepala Kejaksaan Negeri Ujung Tanjung turut digugat dalam perkara ini. Terhadap gugatan pihak sipil, Pengadilan Negeri Pekanbaru kemudian menjatuhkan putusan, yaitu Putusan Nomor 79/Pdt.G/2010/PN Pbr. tanggal 24 November 2010, dengan amar sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat adalah Penggugat yang beriktikad baik yang harus dilindungi undang-undang;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
4. Menyatakan tindakan dan perbuatan Tergugat adalah merampas kemerdekaan Penggugat yang merupakan pelanggaran terhadap hak azasi Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Pembanding, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru lewat Putusan-nya Nomor 50/PDT/2011/PTR tanggal 1 Juni 2011 yang amarnya sebagai berikut:
- Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru tanggal 24 Nopember 2010 Nomor 79/Pdt.G/2010/PN.Pbr.;
Mengadili Sendiri :
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.”
Sang Warga Negara sipil mengajukan upaya hukum kasasi karena Pengadilan Tinggi dinilai tidak mencermati fakta hukum yang terjadi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan korektif sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan kasasi Pemohon Kasasi/Penggugat dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi) salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
• Bahwa oleh karena perkara masih dalam tahap penyidikan, belum dilimpahkan ke Kejaksaan maka kewenangan penahanan pada penyidik, belum beralih ke Kejaksaan, sehingga tidak diikutkannya Kejaksaan sebagai Tergugat tidak mengakibatkan gugatan kurang pihak;
• Bahwa sejak putusnya perkara pra peradilan tanggal 17 Mei 2010 yang menyatakan penahanan tidak sah, seharusnya tersangka dikeluarkan dari tahanan, oleh karena itu perbuatan Tergugat yang tetap menahan tersangka merupakan perbuatan melawan hukum;
• Bahwa pertimbangan Pengadilan Negeri sudah tepat dan benar dan diambil alih sebagai pertimbangan dalam putusan kasasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ROMALDI SARAGIH dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 50/PDT/2011/PT R tanggal 1 Juni 2011 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 79/Pdt.G/2010/PN Pbr. tanggal 24 November 2010 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ROMALDI SARAGIH tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 50/PDT/2011/PTR tanggal 1 Juni 2011 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 79/Pdt.G/2010/PN Pbr. tanggal 24 November 2010;
MENGADILI SENDIRI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat adalah Penggugat yang beriktikad baik yang harus dilindungi Undang-Undang;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
4. Menyatakan tindakan dan perbuatan Tergugat adalah merampas kemerdekaan Penggugat yang merupakan pelanggaran terhadap hak azasi Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.