Kesalahan Berat Tetaplah Pelanggaran Berat

LEGAL OPINION
Question: Bila karena kesalahan kecil saja, pegawai dipecat, memang dapat dikatakan kurang bijak. Tapi kalau pegawai bersangkutan melakukan kesalahan yang fatal, lantas juga tak boleh dipecat, seperti yang pernah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, bukankah sama artinya memberikan blangko kosong yang dapat disalahgunakan oleh sang pegawai untuk me-rong-rong bahkan bersikap keras kepala?
Brief Answer: Babak baru hukum ketenagakerjaan kontemporer tidak lagi berbicara perihal kesalahan berat versus kesalahan ringan, tapi kini kita masuk pada era baru perihal isu hukum: apakah Pekerja/Buruh telah melakukan pelanggaran ‘fundamental’ yang tidak lagi dapat ditolerir, ataukah pelanggaran ‘non fundamental’ yang masih dapat ditolerir. Mahkamah Agung RI telah merasionalisasi jenis-jenis derajat pelanggaran seorang Pekerja, guna menempatkan relevansinya pada proporsi yang tepat guna serta tepat pada tempatnya.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut SHIETRA & PARTNERS nilai sebagai cerminan yang dapat mewakili, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 684 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 14 Januari 2016, perkara antara:
- ROBERT IMMANUEL MARPAUNG, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) CINDE WILIS JEMBER, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat bekerja pada Tergugat dengan jabatan terakhir selaku Pimpinan Kantor Kas. Tanggal 05 Mei 2014, Tergugat menerbitkan Surat Keputusan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada Penggugat dari statusnya sebagai karyawan.
PHK yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat dikarenakan Penggugat dianggap telah melakukan pelanggaran berat, yaitu : Penggugat telah meminta atau menerima hadiah dari nasabah sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan/penilaian maupun yang dapat menimbulkan perasaan berhutang budi pada si pemberi. Serta Penggugat dianggap tidak melakukan kewajiban dan tanggung jawab sebagai Pimpinan Kantor Kas Kalisat. Tuduhan tersebutlah, yang menjadi alasan terjadinya PHK.
Selanjutnya Penggugat merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 012/PUU/I/2003 tertanggal 28 Oktober 2004, dimana Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Pasal 158 Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 07 Januari 2005.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Surabaya selanjutnya menjatuhkan putusan Nomor 25/G/2015/PHISby. tanggal 6 Juli 201, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa apabila dalam pengelolaan perbankan terdapat tindakan-tindakan meminta atau menerima imbalan atau hadiah (komisi), berprilaku kasar dan mengancam Nasabahnya, seperti tindakan yang dilakukan Penggugat maka akan mengurangi kepercayaan masyarakat pada bank dan nama baik bank tersebut menjadi buruk;
“Menimbang, bahwa Peraturan Perusahaan Pasal 3 ayat (2) huruf I yaitu tidak meminta atau menerima hadiah atau imbalan dalam bentuk apapun dari nasabah, yang dapat mempengaruhi pertimbangan / penilaian maupun yang dapat menimbulkan perasaan berhutang budi pada si pemberi;
“Menimbang, bahwa Peraturan Perusahaan Pasal 35 ayat (6) yaitu setiap karyawan dilarang menerima uang atau hadiah dari siapapun juga yang diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu dapat mempengaruhi baik sebelum maupun sesudah mengambil keputusan yang berkaitan dengan jabatan dan wewenang pekerjaan yang bersangkutan;
“Menimbang, bahwa lampiran II angka 2 Peraturan Perusahaan yaitu contoh pelanggaran dan sanksi kegiatan perbankan bidang kegiatan kredit menerima komisi dari debitur dengan sanksi diberhentikan;
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA :
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa PHI telah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 012/PUU/I/2003 tertanggal 28 Oktober 2004, dimana Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka terhadap Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak dapat dipergunakan lagi sebagai dasar/acuan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Sehingga pihak pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat, maka PHK bisa dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dimana terhadap dalih Penggugat, selanjutnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 26 Juli 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 3 September 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Pemohon Kasasi telah melakukan kesalahan berat dengan meminta uang kepada nasabah yang mengajukan kredit, hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang bernama Sunarwati dan Rini Prami Astutik juga surat pernyataan dari saudara Sadili;
“Bahwa Pemohon Kasasi dahulu Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya maka demikian Pemohon Kasasi telah melanggar peraturan perusahaan Pasal 3 ayat (2) huruf I dan Pasal 35 ayat (6) jo. Lampiran 2 angka 2 peraturan perusahaan, maka Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Termohon Kasasi adalah sah dan tanpa dapat uang pesangon;
“Menimbang, bahwa terlepas dari pertimbangan tersebut diatas menurut pendapat Mahkamah Agung amar putusan Pengadilan Negeri Surabaya harus diperbaiki sepanjang mengenai uang pisah;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi ROBERT IMMANUEL MARPAUNG tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 25/G/2015/PHI.Sby. tanggal 6 Juli 2015 sehingga amarnya seperti yang akan disebutkan dibawah ini:
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ROBERT IMMANUEL MARPAUNG tersebut;
“Memperbaiki amar putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 25/G/2015/PHI.Sby. tanggal 6 Juli 2015 sekedar mengenai uang pisah sehingga amar selengkapnya sebagai berikut :
DALAM POKOK PERKARA;
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan PHK yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat adalah sah;
3. Memerintahkan Tergugat untuk membayar Uang Pisah mengacu Pasal 26 huruf d Kepmenaker Nomor 78 Tahun 2001 senilai 15% x masa kerja x upah terakhir = 15% x 2 x Rp4.750.000,00 = Rp1.425.000,00;
4. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.