Terkecoh oleh Mis-Persepsi Kreditor Separatis

LEGAL OPINION
Question: Bukankah Kreditor Separatis pemegang jaminan kebendaan didahulukan pelunasannya ketimbang piutang para Kreditor Preferen maupun Kreditor Konkuren?
Brief Answer: Kalangan perbankan kerap memiliki paradigma keliru dalam menafsirkan rezim hukum kepailitan, seakan selamanya status kreditor pemegang jaminan akan berstatus sebagai Kreditor Separatis (secured creditor). Persepsi demikian dapat menjadi bumerang bagi kalangan kreditor pemegang Hak Tanggungan maupun jaminan Fidusia, bila lengah terhadap sensitifitas “waktu”.
Hukum kepailitan kental akan nuansa prosedural perihal waktu, dimana status hukum Kreditor Separatis tidaklah selamanya melekat tanpa batasan waktu. Sekali lengah, fatal akibatnya.
Status Kreditor Separatis, akan berakhir dan turun derajat menjadi ‘konkuren semi preferen’, ketika tiba masa insolvensi kepailitan dalam tempo waktu 2 (dua) bulan, pihak Kreditor Separatis belum juga memulai parate eksekusi, maka agunan (demi hukum) jatuh ke dalam boedel pailit, dan kuratorlah yang berhak melakukan pemberesan.
Ketika agunan jatuh dalam penguasaan kurator, maka status separated creditor menjadi ‘runtuh’, dan status sang mantan penguasa agunan turun derajat menjadi sebatas ‘Kreditor Konkuren semi Preferen’, yang saling berbagi pelunasan piutang dengan para kreditor lainnya.
PEMBAHASAN:
Suatu contoh ilustrasi dengan nuansa teknis penyusunan konsep gugatan dapat kita jumpai pula dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa kepailitan register Nomor 816 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 tanggal 3 Agustus 2016, perkara antara:
- PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero), Tbk., sebagai Pemohon Kasasi dahulu Pelawan; melawan
1. TIM KURATOR CV JOYO MULYO, BUDI SUDJATMIKO SUSILO, INGGRID DIANITA SOESILO; 2. PARA KARYAWAN CV JOYO MULYO (Dalam Pailit), selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Terlawan.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Surabaya No. 37/PAILIT/2012/PN.NIAGA.SBY, tanggal 4 Februari 2013, CV Joyo Mulyo, Budi Sudjatmiko Susilo, Inggrid Dianita Soesilo dinyatakan dalam keadaan Pailit.
Dalam Rapat Pencocokan Piutang, muncul 4 (empat) Kreditor dan telah dimasukkan ke dalam Daftar Piutang Tetap Diakui, yakni:
- PT BANK RAKYAT INDONESIA (Persero), Tbk., dengan total tagihan sebesar Rp35.786.862.128,08;
- PT BANK UOB INDONESIA dengan total tagihan sebesar Rp26.105.808.974,10;
- KARYAWAN dengan total tagihan CV JOYO MULYO, BUDI SUDJATMIKO SUSILO, INGGRID DIANITA SOESILO (Dalam Pailit) sebesar Rp4.699.559.835,00;
- PT ASURANSI BRINGIN SEJAHTERA ARTAMAKMUR dengan total tagihan sebesar Rp77.219.840,00.
Tanggal 13 Mei 2013, Debitor Pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi sebagaimana telah dituangkan ke dalam Penetapan Hakim Pengawas. Namun secara rancu pihak Pelawan membiarkan Tim Kurator melakukan pemberesan harta pailit dengan melaksanakan penjualan umum secara lelang, dengan kata lain agunan telah ditelantarkan dan jatuh dalam boedel pailit.
Tim Kurator selanjutnya membuat Daftar Pembagian Kreditor dan telah disahkan oleh Hakim Pengawas dalam Pengumuman Daftar Pembagian Kreditor, dicantumkan bahwasannya terdapat jangka waktu bagi para pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan yaitu 7 (tujuh) hari sejak diumumkan.
Terhadap Daftar Pembagian Kreditor, Pelawan yang menyatakan dirinya selaku ‘Kreditor Separatis’ Pemegang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia mengajukan keberatan terhadap pembagian Kreditor Preferen yaitu Mantan Karyawan CV Joyo Mulyo yang mendapatkan pembagian sebesar Rp4.699.559.835,00 atau 100% dari tagihan pihak piutang hak-hak normatif dari Pekerja / Buruh dari Debitor Pailit. [Note SHIETRA & PARTNERS: Status Pelawan bukan lagi ‘Kreditor Separatis’, namun ‘Mantan Kreditor Separatis’.]
Jumlah tagihan mantan karyawan CV Joyo Mulyo dinilai tidak memuat perincian tentang jumlah hutang gaji/upah yang digolongkan sebagai kreditur Preferen dan jumlah hutang hak-hak pekerja/buruh lainnya yang digolongkan sebagai kreditur yang derajatnya dibawah kreditur separatis.
Pelawan merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUUIX/2013 tanggal 30 Januari 2014 mengenai Pasal 95 ayat (4) Undang Undang Nomor 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan:
“Pembayaran upah pekerja/buruh yang terutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak Negara kantor lelang dan badan umum yang dibentuk pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak Negara, kantor Lelang, dan Badan Umum yang dibentuk pemerintah, kecuali tagihan dari Kreditur Separatis.”
Pelawan menolak Daftar Pembagian Kreditor Harta Pailit terhadap tagihan mantan karyawan CV Joyo Mulyo, dinilai menimbulkan kerugian di pihak PT Bank BRI (Persero), Tbk selaku Kreditur Separatis sebagai pemegang Hak Tanggungan.
Terhadap perlawanan Pelawan, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya kemudian menjatuhkan putusan Nomor 04/Plw.Pailit/2015/PN.Niaga.Sby., juncto Nomor 37/Pailit/2012/PN Niaga.Sby., tanggal 9 Juli 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa dalam posita perlawanan, Pelawan keberatan terhadap pembagian Kreditor Preferen yaitu Mantan Karyawan CV Joyo Mulyo yang mendapatkan pembagian sebesar Rp4.669.559.835,00 alias 100% tagihan dan juga mempertanyakan tagihan kreditur preferen yaitu mantan karyawan CV Joyo Mulyo (dalam pailit) sebesar Rp4.669.559.835,00 yang di catatkan dan dimasukkan ke dalam Daftar Piutang Tetap Diakui oleh Kurator terdahulu;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa posita perlawanan, dimana Pelawan keberatan hanya kepada tagihan preferen, sedangkan terhadap kreditor separatis dan kreditor konkuren Pelawan tidak keberatan, akan tetapi dalam petitum perlawanannya Pelawan menolak seluruh daftar pembagian, karenanya Majelis berpendapat bahwa antara posita dan petitum perlawanan tidak sinkron dan kabur;
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
- Menyatakan perlawanan Pelawan tidak dapat diterima.”
Pihak perbankan mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi bahwa yang berhak diiterima oleh karyawan CV Joyo Mulyo adalah hanya upah yang tertunggak (Undang-Undang Nomor 37 tentang Kepailitan dan PKPU juncto amar Putusan MK Nomor 67/PUU-XI/2013), dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 14 Juli 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, ternyata Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa pertimbangan Judex Facti sudah tepat dan benar;
- Bahwa dasar perlawanan adalah keberatan terhadap jumlah utang Terpailit kepada mantan karyawannya, tetapi petitum Pelawan menolak seluruh pembagian kreditor hasil penjualan secara lelang, posita tidak mendukung petitum;
- Bahwa antara posita perlawanan dimana Pelawan keberatan hanya kepada tagihan preferen, sedangkan terhadap kreditor separatis dan konkuren Pelawan tidak keberatan, akan tetapi dalam petitum Pelawan menolak seluruh daftar pembagian, sehingga gugatan kabur;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 04/Plw.Pailit/2015/PN Niaga.Sby., juncto Nomor 37/Pailit/2012/PN Niaga.Sby., tanggal 9 Juli 2015 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero), Tbk., tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BANK RAKYAT INDONESIA (Persero), Tbk., tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.