Ambivalensi Homologasi Parsial Berujung Pailit

LEGAL OPINION
Dilematika Debitor dalam Modus Perkara PKPU dan Kepailitan
Question: Apa mungkin, debitor yang sedang dalam perkara PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) hanya menawarkan rencana perdamaian kepada sebagian dari para kreditor yang ada?
Brief Answer: Pernah terjadi, dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung atas praktik homologasi parsial. Meski demikian, pertanyaan yang paling mendasar ialah, motif apa yang melandasi debitor (dalam PKPU) untuk tidak menyertakan beberapa kalangan Kreditor untuk ikut serta mengikuti kuorum dan voting dalam proposal rencana perdamaian yang diajukan debitornya?
Hukum PKPU dan Kepailitan selalu bersifat dilematis, terutama ketika jumlah nominal hutang-hutang ataupun tuduhan wanprestasi kemudian disengketakan oleh debitor yang menolak klaim jumlah hutang-piutang ataupun tuduhan wanprestasi dari pihak kreditornya.
Karena klaim satu atau beberapa kreditor tidak diakui debitor, terjadilah sengketa, dimana menjadi logis bila jumlah tagihan / piutang kreditor bersangkutan belum dapat diakui untuk dimasukkan dalam proposal rencana perdamaian guna dibentuk homologasi—pembuktiannya belum bersifat sederhana (karena dipersengketakan).
Menjadi pertanyaan baru, apakah artinya kreditor yang ditolak klaim piutangnya demikian, berhak hadir dalam kuorum dan mengikuti voting? Jika hadir dalam kuorum dan mengikuti voting, bukankah artinya terikat pula pada homologasi?
Kesukaran debitor yang berada dalam posisi dilematis itulah, yang kemudian menyebabkan dirinya hanya menyertakan Kreditor lainnya dalam kuorum yang tagihannya diakui dan tidak dipermasalahkan debitor karena tidak tertutup kemungkinan kreditor nakal mengklaim jumlah piutang melebihi yang sebenarnya, membawa pada posisi yang ‘kusut’, mengingat dengan demikian Kreditor yang tagihan piutangnya masih dipersengketakan tidak tunduk pada hasil perdamaian (homologasi), sehingga secara tidak langsung berhak untuk seketika mengajukan pailit terhadap debitor bersangkutan.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi atas kronologi serupa dapat kita jumpai dalam putusan Mahkamah Agung RI perkara kepailitan register Nomor 71 PK/Pdt.Sus-Pailit/2016 tanggal 14 Juli 2016, antara:
- PT. SIAK RAYA TIMBER (PT. SRT), sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Pailit; terhadap
I. PT NUSANTARA SENTOSA RAYA (PT. NSR); II. PT. ALAM ABADI PERKASA (PT. AAP), selaku Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu Para Pemohon Pailit.
Termohon Pailit berhutang pada Para Pemohon Pailit, dimana atas pinjaman tersebut kemudian dijamin dengan agunan yang diikat dengan Hak Tanggungan. Pemohon Pailit telah menegur Termohon Pailit untuk melunasi utang yang telah jatuh tempo, akan tetapi Termohon Pailit selalu menghindar dari kewajibannya, mengakibatkan tagihan Pemohon Pailit sampai saat ini belum dilunasi.
Dalam Putusan Homologasi Perdamaian atas perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU register Nomor 15/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Medan) yang ditawarkan Termohon Pailit kepada Para Kreditur, telah tercapai perdamaian antara Termohon Pailit dengan para kreditur yang ada. Akan tetapi Pemohon Pailit dikecualikan, tidak ditawarkan perdamaian dengan alasan Pemohon Pailit penyelesaian tagihannya berada diluar PKPU Termohon Pailit.
Pemohon pailit menilai, model PKPU yang ditawarkan Termohon Pailit, bertentangan dengan Pasal 222 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, yang dalam penjelasannya mewajibkan Penawaran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus ditawarkan kepada seluruh kreditur, tanpa Terkecuali.
Tagihan Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit telah jatuh tempo dan dapat ditagih, disamping terdapat utang pula kepada Kreditur Lain, karenanya berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan, Termohon Pailit patut dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Terhadap permohonan Pemohon, Pengadilan Niaga Medan kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 05/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Medan, tanggal 19 Agustus 2015, dengan amar sebagai berikut:
Menolak permohonan pernyataan pailit Para Pemohon Pailit.”
Selanjutnya, dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung No. 708 K/Pdt.Sus-Pailit/2015, tanggal 27 November 2015, sebagai berikut:
“Bahwa Para Pemohon Kasasi tidak termasuk pihak yang tagihannya ikut dijadwalkan pembayarannya karenanya Pemohon Kasasi berada di luar Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tersebut;
MENGADILI :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. PT. NUSANTARA SENTOSA RAYA (PT. NSR) dan 2. PT. ALAM ABADI PERKASA (PT. AAP) tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 5/Pdt.Sus-PAILIT/2015/PN.Niaga.Medan, tanggal 19 Agustus 2015;
Mengadili Sendiri :
1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit dari Pemohon Pailit;
2. Menyatakan Termohon Kasasi, Pailit dengan segala akibat hukumnya;
3. Memerintahkan Ketua Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan untuk menunjuk seorang Hakim Pengawas yang ada di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan tersebut untuk perkara a quo.”
Debitor mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan mengungkap fakta-fakta, bahwasannya Para Pemohon Pailit adalah pihak-pihak dalam proses PKPU Termohon Pailit yang tagihannya dijadwalkan pembayarannya dalam Rencana Perdamaian yang telah dihomologasi.
Para Pemohon Pailit adalah pihak yang mendukung dikabulkannya permohonan PKPU terhadap Termohon Pailit. Pada tanggal 30 Oktober 2014, PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. telah mengajukan Permohonan PKPU terhadap Termohon Pailit yang teregister di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Perkara 15/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Mdn.
Dimana dalam Permohonan PKPU-nya, Bank Negara Indonesia memasukkan Para Pemohon Pailit sebagai pihak kreditor lainnya guna mendukung dikabulkannya Permohonan PKPU. Selanjutnya dalam proses persidangan perkara PKPU, Para Pemohon Pailit telah hadir sebagai salah satu kreditor dan mendukung dikabulkannya permohonan PKPU.
Selanjutnya berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 15/PKPU/2014/Niaga/PN.Medan, tertanggal 18 November 2014, sang debitor telah dinyatakan berada dalam keadaan PKPU. Pemohon Pailit telah pula mengajukan tagihannya kepada Pengurus, sehingga Para Pemohon Pailit merupakan pihak-pihak dalam proses PKPU.
Dalam Proses PKPU, Para Pemohon Pailit mengajukan tagihan kepada Pengurus, dimana terhadap klaim tagihan tersebut, sang debitor dengan tegas menyatakan menolak / membantah tagihan-tagihan yang diajukan karena sifatnya yang tidak sederhana dan masih menunggu hasil proses sengketa di Arbitrase Singapura (Singapore International Arbitration Centre, SIAC).
Selanjutnya dalam Proses PKPU, debitor mengajukan Rencana / Proposal Perdamaian, dimana terkait tagihan Para Pemohon Pailit yang sifatnya tidak sederhana—karena dipersengketakan, maka debitor dalam Rencana/Proposal Perdamaiannya telah mencantumkan skema penyelesaian terhadap tagihan Para Pemohon Pailit yang dibantah oleh Termohon Pailit, menunggu kejelasan status tagihan Para Pemohon Pailit yang akan diselesaikan setelah menunggu hasil proses hukum Arbitrase di Singapura / SIAC.
Artinya tagihan Para Pemohon Pailit yang dibantah oleh sang debitor tetap diakomodir, akan tetapi penyelesaiannya menunggu kejelasan status tagihan Para Pemohon Pailit (baik mengenai status maupun mengenai jumlah tagihan) yang akan diselesaikan setelah menunggu hasil proses hukum Arbitrase di Singapura. Rencana Perdamaian, menyatakan, terhadap Kreditor:
I. PT. Alam Abadi Perkasa;
II. PT. Nusantara Sentosa Raya;
III. Pacific Fiber, Ltd;
IV. PT. Sumatera Riang Lestari;
V. ...
Penyelesaian terhadap ke-4 Kreditor tersebut, yang masing-masing tagihannya telah dibantah oleh Debitor, akan menunggu penyelesaian proses hukum yang saat ini sedang berlangsung di Singapura. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 2014, telah dilaksanakan Voting atas Rencana / Proposal Perdamaian yang diajukan oleh debitor untuk menyelesaikan Utangnya kepada Para Kreditor, termasuk kepada Para Pemohon Pailit.
Dimana dari hasil voting, mayoritas Kreditor Separatis dan Kreditor Konkuren menyetujui Proposal Perdamaian yang diajukan oleh sang debitor, sehingga dengan mengacu pada ketentuan Pasal 281 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, Proposal Perdamaian tersebut patut untuk disahkan. Pasal 281 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU menyatakan:
“Rencana Perdamaian dapat diterima berdasarkan:
a. Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Kreditor Konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada Rapat Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari Kreditor Konkuren atau Kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut, dan;
b. Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Para Pemohon Pailit telah mengajukan upaya hukum kasasi terhadap Putusan Homologasi, namun Mahkamah Agung telah menolak upaya hukum tersebut. Sebelum dilakukannya Voting terhadap Rencana Perdamaian yang diajukan oleh sang debitor, Para Pemohon Pailit sama sekali tidak pernah mempermasalahkan Skema Penyelesaian atas tagihan-tagihan Para Pemohon Pailit sebagaimana termuat dalam Rencana Perdamaian. Bahkan Para Pemohon Pailit ikut serta dalam Voting terhadap Rencana Perdamaian yang diajukan oleh debitornya, serta menanda-tangani berita acara Voting Rencana Perdamaian. Hal ini menunjukkan, Para Pemohon Pailit sebenarnya mengakui dan tidak mempermasalahkan proses Perdamaian yang diajukan sang debitor.
Proposal Perdamaian selanjutkan dikukuhkan melalui Putusan Homologasi Nomor 15/PKPU/2014/PN.Niaga.Medan, tertanggal 23 Desember 2014. Namun terhadap Putusan Homologasi tersebut, Para Pemohon Pailit mengajukan Kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung menolak Permohonan Kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Pailit sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 179 K/Pdt.Sus-PAILIT/2015 tertanggal 12 Mei 2015.
Sehingga demi hukum Putusan Homologasi Nomor 15/PKPU/2014/PN.Niaga.Medan, telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan mengikat sang debitor dan para kreditor, tak terkecuali Pemohon Pailit. Putusan Homologasi mengikat dan berlaku sebagai perjanjian perdamaian (van dading) bagi para pihak yang terlibat dalam voting homologasi.
Kaedah imperatif demikian tertuang pula dalam amar Putusan Homologasi angka 2 (dua) yang menyatakan:
“Menghukum Debitor dan Para Kreditor untuk mentaati isi perdamaian tersebut.”
Paradigma demikian sejalan dengan ketentuan Pasal 286 UU Kepailitan dan PKPU, yang menyatakan suatu Putusan Homologasi mengikat semua Kreditor, artinya Putusan Homologasi memiliki karakter mengikat dan berlaku sebagai Perjanjian yang harus ditaati oleh seluruh pihak. Pasal 286 UU Kepailitan dan PKPU, mengatur:
“Perdamaian yang telah disahkan mengikat semua Kreditor ...”
Para Pemohon Pailit dengan demikian terikat dengan skema penyelesaian sebagaimana yang dijanjikan oleh debitor dalam proposal perdamaian yang telah dihomologasi oleh Pengadilan, yakni: Terhadap Tagihan Para Pemohon Pailit akan diselesaikan setelah menunggu hasil proses hukum Arbitrase di Singapura.
Dengan demikian, sejatinya penyelesaian tagihan Para Pemohon Pailit telah diatur dan cukup merujuk pada putusan homologasi, sehingga dengan tunduknya para pihak dalam homologasi yang merupakan ranah PKPU, maka piutang Para Pemohon Pailit sejatinya tidak lagi dapat ditagih pada saat itu—namanya juga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dengan demikian sifat hutang-piutang antara sang debitor dan pihak Pemohon Pailit, sifatnya tidak sederhana karena masih menunggu proses hukum Arbitrase di Singapura (SIAC) sebagaimana yang telah disepakati dalam Putusan Homologasi.
Kesimpulannya, Para Pemohon Pailit adalah para pihak dalam proses PKPU yang telah mengajukan tagihan-tagihannya kepada sang debitor melalui Pengurus dan tagihan-tagihan tersebut telah diakomodir oleh debitor dan akan diselesaikan menunggu proses hukum Arbitrase di Singapura (SIAC) sebagaimana yang telah disepakati dalam Putusan Homologasi.
Dimana terhadap argumentasi debitor yang sebenarnya cukup relevan, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang tidak proporsional, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara seksama alasan peninjauan kembali tanggal 11 Mei 2016 dan jawaban alasan peninjauan kembali tanggal 20 Mei 2016 dihubungkan dengan pertimbangan dan putusan Judex Juris (kasasi) dalam hal ini Mahkamah Agung ternyata tidak diketemukan kekhilafan Hakim dan atau suatu kekeliruan yang nyata, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa secara riil Para Pemohon tidak terikat dengan Putusan Perdamaian (Holomogasi) pada Perkara Nomor 15/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Medan, karena bukan pihak yang memperoleh penjadwalan utang, sesuai ketentuan Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37 Tahun 2004;
“Bahwa pemeriksaan perkara arbitrase tidak menghalangi Pengadilan Niaga untuk mengadili perkara kepailitan sebagaimana ketentuan Pasal 303 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Nomor 37 Tahun 2004;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali PT. SIAK RAYA TIMBER (PT. SRT) tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan pemeriksaan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. SIAK RAYA TIMBER (PT. SRT) tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.