Hibah Tanah, Pemberian Tanpa Kontraprestasi

LEGAL OPINION
Question: Keluarga kami ada dikasih sepetak tanah kering oleh seseorang, dan setelah kami selesai tahap pembangunan fonfasi rumah diatas tanah pemberian itu, mendadak orang yang dulu memberikan tanah menghentikan pembangunan rumah, dengan alasan batal memberikan tanah itu pada kami. Memang, keluarga kami tidak pernah membayar apapun atas tanah itu, karena katanya orang itu memberi tanpa harga apapun. Jika sudah begini, kami merasa dilecehkan dan dijebak. Bagaimana hukum mengatur soal tanah yang sudah diberikan ini?
Brief Answer: Konstruksi hukum yang dapat diterapkan, lewat analogi, ialah sebentuk hubungan hukum “hibah”, dimana hibah tidak mensyaratkan kontraprestasi dari pihak penerima hibah, sehingga dengan telah diterimanya maksud pemberian tanpa kontraprestasi tersebut, hibah telah sempurna terjadi yakni beralihnya kepemilikan atas objek hibah.
Meski demikian, hukum perihal hibah mensyaratkan akta otentik notariel, atau setidaknya proses hibah dilakukan secara hukum adat, agar hibah memiliki kekuatan hukum mengikat bagi pemberi hibah ataupun para ahli warisnya.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi yang cukup representatif untuk SHIETRA & PARTNERS angkat, yakni putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 3274 K/Pdt/2015 tanggal 25 Mei 2016, perkara antara:
1. ELISABETH LEFAAN/FATUBUN; 2. JAKLYN FATUBUN; 3. FRANSISKUS FATUBUN; 4. MARIA DELSI FATUBUN;, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat; melawan
- Ny. ELISABETH TEHTOOL, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Berawal dari hubungan keluarga, pada tahun 2008 melalui Tergugat I yang diketahui dan seijin Tergugat II, III dan IV telah memberikan sebidang tanah kepada Penggugat, untuk mendirikan bangunan rumah sebagai tempat tinggal milik Penggugat beserta keluarganya.
Atas pemberian tanah tersebut, telah dibuat prosesi Adat Kei dengan ikatan Adat Kei, dimana melalui orang tua Penggugat, Penggugat telah memberikan satu buah gelang emas dan uang sebesar Rp250.000,00 yang diterima melalui Tergugat I sebagai ibu kandung Tergugat II, III, dan IV, dimana pemberian tersebut diketahui pula Tergugat II, III, dan IV.
Setelah dibuat prosesi Adat Kei tersebut, adalah sebagai tanda Tergugat I, II, III dan IV mengijinkan kepada Penggugat untuk mendirikan rumah tempat tinggal Penggugat beserta keluarga. Selanjutnya Penggugat memulai kegiatan pembangunan rumah dengan berbagai biaya yang telah Penggugat keluarkan untuk membeli bahan-bahan bangunan.
Kegiatan pembangunan rumah, kadang mengalami keterlambatan karena dana, dan sementara pembangunan rumah Penggugat berjalan, Tergugat I, II, III dan IV secara sepihak tiba-tiba meminta harga tanah yang awalnya hanya bersifat pemberian karena hubungan keluarga, kemudian ditagih sebesar Rp20.000.000,00. Atas permintaan tersebut dengan iktikad baik pula Penggugat memberikan panjar sebesar Rp5.000.000,00 diterima oleh Tergugat I selaku ibu kandung Tergugat II, III dan IV.
Sementara pekerjaan pembangunan rumah masih berjalan dan telah mencapai 40% pada bulan Maret tahun 2010, Tergugat I, II, III dan IV secara tiba-tiba meminta kepada Penggugat agar pembangunan rumah dihentikan dengan alasan yang tidak jelas, ternyata secara licik/tipu muslihat Tergugat I, II, III dan IV mempunyai etiket buruk juga ingin memiliki rumah yang dibangun oleh Penggugat. Penggugat baru mengetahui ternyata kelicikan/tipu muslihat oleh Tergugat I, II, III dan IV terjadi juga pada tetangga Penggugat yang terusir dari rumahnya setelah selesai dibangun di atas tanah yang juga pemberian dari Tergugat I, II, III dan IV yang letaknya di samping belakang tanah pemberian untuk Penggugat dan sekarang rumah sang tetangga dikuasai dengan cara diserobot oleh Tergugat IV dan suaminya.
Maka timbulah perselisihan, dan guna mencari solusi, maka diadakan pertemuan keluarga yang dihadiri oleh Ketua Rukun Keluarga Kei, namun pertemuan tidak mendapat solusi karena Tergugat I, II, III dan IV ngotot agar pembangunan rumah Penggugat tetap dihentikan dan Tergugat I, II, III dan IV tidak mau mengembalikan kerugian yang telah dialami oleh Penggugat.
Penggugat selama 3 tahun (2010 s/d 2012) menunggu iktikad baik dari Tergugat I, II, III dan IV agar memberikan ijin kepada Penggugat untuk melanjutkan pembangunan rumah, sehingga rumah Penggugat terbengkalai dimana hilangnya dan rusaknya bahan-bahan bangunan serta rusaknya fisik rumah di atas tanah sengketa.
Dengan demikian Penggugat menilai, susah payah Penggugat membangun rumah dengan tindakan Tergugat I, II, III dan IV yang menghentikan pembangunan rumah dimana hilangnya serta rusaknya bahan-bahan bangunan dan rusaknya fisik rumah, tanpa alasan yang jelas dan tidak mau mengembalikan kerugian yang dialami oleh Penggugat maka Tergugat I, II, III dan IV, merupakan sebentuk perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian nyata bagi Penggugat baik secara materiil maupun Moriil.
Sementara itu pihak Tergugat mendalilkan, bahwa Penggugat tidak jelas dalam menyusun gugatan Perbuatan Melawan Hukum, dimana Tergugat kemudian dinyatakan menagih harga tanah secara sepihak dengan tiba-tiba meminta harga tanah, padahal awalnya hanya bersifat pemberian, maka sejatinya masalah hukum ini bukan dikategorikan perbuatan melawan hukum, melainkan wanprestasi.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Fakfak kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 04/PDT.G/2012/PN.F tanggal 20 November 2012, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa sesuai fakta bahwa Penggugat diberikan tanah secara cuma-cuma oleh Para Tergugat, atas pemberian tanah tersebut Penggugat membangun sebuah rumah di atas tanah pemberian Tergugat, sehingga Majelis berpendapat perbuatan Tergugat tersebut adalah termasuk kategori perbuatan melawan hukum;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan sah menurut hukum bahwa benar pada tahun 2008, Tergugat I, II, III, dan IV telah memberikan sebidang tanah dengan ukuran dan batas sebagaimana tersebut dalam posita nomor 1 (satu) dalam gugatan ini kepada Penggugat adalah sah;
3. Menyatakan menurut hukum bahwa benar pemberian tanah tersebut telah dibuat prosesi Adat Kei dengan ikatan Adat Kei;
4. Menyatakan menurut hukum bahwa tanah pemberian tersebut Penggugat telah membangun rumah beton sudah mencapai 40% (empat persen) dengan ukuran 6 m x 8 m;
5. Menyatakan menurut hukum bahwa pada bulan Maret 2010 Tergugat I, II, III dan IV telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menghentikan total pembangunan rumah milik Penggugat adalah sah;
6. Menghukum Tergugat I, II, III dan IV untuk membayar kerugian berupa biaya materiil sebesar Rp117.805.000,00 (seratus tujuh belas juta delapan ratus lima ribu rupiah) kepada Penggugat secara bersama-sama tanggung renteng seketika, tunai dan sekaligus;
7. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Para Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, karena pemberian objek sengketa dari Para Tergugat kepada Penggugat yang dilakukan secara adat Kei adalah sah dan mengikat serta penghentian pembangaunan rumah diatas objek sengketa milik Penggugat oleh Para Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum, sebaliknya Para Tergugat tidak dapat membuktikan kebenaran dalil bantahannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: Ny. Elisabeth Lefaan/Fatubun, dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. Ny. ELISABETH LEFAAN/FATUBUN, 2. Ny. JAKLYN FATUBUN, 3. Tuan FRANSISKUS FATUBUN, 4. Ny. MARIA DELSI FATUBUN tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.