Guru Kontrak pada Yayasan

LEGAL OPINION
Question: Saya merasa surat penugasan tahun ajaran oleh pimpinan sekolah, kepada saya selaku salah satu tenaga pengajar di sekolah, yang berisi penunjukkan guru pengajar di sekolah untuk setiap tahunnya, menyerupai pekerja kontrakan. Memangnya apa boleh, hukumnya profesi guru di sebuah sekolah menyerupai pekerja kontrak? Ada kawan guru satu kantor di sekolah, yang tidak lagi dapat mengajar untuk tahun ajaran berikutnya karena tak mendapat surat penugasan untuk mengajar pada tahun pelajaran depan.
Brief Answer: Baik tenaga pengajar guru di sekolah, maupun dosen di perguruan tinggi, sekalipun berpayung pada badan hukum yayasan, tetap tunduk pada Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur bahwa pengusaha / pemberi kerja tidak dapat mengikat Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) bila Pekerja bersangkutan bertanggung jawab atas fungsi bidang usaha utama tempatnya bekerja.
Sebuah sekolah tentunya bergerak pada bidang utama mengajar, dan tenaga pengajarnya tidak lain ialah para guru. Dengan kata lain, tanpa keberadaan guru, tidak akan ada institusi pendidikan. Meski demikian, jangankan institusi swasta, hingga kini di Indonesia para guru honorer di Sekolah Negeri masih menjadi momok yang tidak berkesudahan.
PEMBAHASAN:
Bila tenaga guru di sekolah tidak lagi diangkat / ditunjuk untuk mengajar, maka konsekuensi hukumnya dapat secara relevan merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 146 PK/Pdt.Sus-PHI/2013 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
- YAYASAN PERGURUAN PELITA, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat; melawan
- I RUBIAHANI TARIGAN,B.A.; II REVINA GURNING, AMD.; III ELINA M.PANJAITAN, AMD., selaku Termohon Peninjauan Kembali I, II dan III dahulu Penggugat I, II, III.
Para Penggugat adalah guru yang bekerja pada Tergugat, bahkan sejak tahun 1982. Tergugat adalah sebuah yayasan di Kota Pematang Siantar yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan (sekolah) sejak tahun 1978. Selama bekerja pada Tergugat, para Penggugat selalu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, disiplin dan loyalitas. Hal tersebut dibuktikan selama menjalankan pekerjaannya para Penggugat tidak pernah menerima sanksi atau hukuman berat dari Tergugat dan tidak pernah menerima Surat Peringatan Pertama, Kedua, Ketiga atau dikenakan skorsing karena melakukan kesalahan.
Pada Juli 2011, Tergugat telah memutuskan hubungan kerja secara sepihak, dimulai pada bulan Juni 2011, dimana guru-guru yang bekerja di sekolah diberitahu dan dibacakan Surat Edaran dari Tergugat yang isinya agar semua guru-guru menghadiri rapat dengan Tergugat yang akan dilaksanakan tanggal 18 Juni 2011, dengan catatan bagi guru yang tidak hadir dalam rapat tersebut, dianggap mengundurkan diri.
Pada 18 Juni 2011, para Penggugat menghadiri undangan rapat yang dipimpin oleh Ketua Yayasan Pelita. Di dalam rapat tersebut disampaikan oleh Tergugat kepada para guru, bahwa Tahun Ajaran 2010/2011 telah berakhir dan untuk Surat Keputusan selanjutnya, yakni Tahun Ajaran 2011/2012 ‘secepatnya akan dibagikan kepada guru-guru yang dianggap bisa bekerja sama’. Pada kesempatan itu juga Tergugat mengumumkan bahwa ‘sekarang guru yayasan sudah tidak ada, dan orang yang nantinya tidak panggil oleh yayasan, berarti tidak dipakai lagi sebagai guru di yayasan’.
Pada tanggal 4 Juli 2011, para Penggugat menerima surat pemberitahuan dari Tergugat. yang pada pokoknya menyatakan bahwa ‘terhitung mulai Tahun Ajaran 2011/2012 untuk sementara dinonaktifkan dari tugas mengajar di Yayasan Pelita Pematang Siantar’.
Para Penggugat untuk selanjutnya menanyakan langsung kepada Ketua Yayasan, namun pihak Yayasan hanya menjawab memang begitulah kondisinya tanpa memberitahu apa alasan penonaktifan para Penggugat. Penggugat mengartikan penonaktifan sebagai PHK sepihak yang tidak sah, namun demikian, karena hubungan kerja antara para Penggugat dengan Tergugat sudah tidak harmonis lagi, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi Penggugat bekerja pada Tergugat, maka Penggugat meminta agar penagdilan menghukum Tergugat untuk membayar Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Pengganti Perumahan dan Pengobatan, yang jumlahnya sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Disamping perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), antara para Penggugat dan Tergugat juga terjadi perselisihan mengenai hak, karena bekerja pada Tergugat, para Penggugat bekerja sebagai Tenaga Pengajar/Guru yang apabila dilihat dari sifat pekerjaannya adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu.
Selain itu, sifat pekerjaan para Penggugat juga tidak tergantung pada cuaca atau suatu kondisi, melainkan bersifat tetap, yakni sebagai tenaga pengajar/guru tetap dengan jumlah jam kerja atau mengajar antara 20 sampai dengan 24 jam seminggu serta melakukan pekerjaan sebagai wali kelas di luar jam mengajar sebagai jam kerja tambahan, yaitu membimbing siswa yang ada dikelas.
Meski jenis dan sifat pekerjaannya bersifat tetap, terus-menerus dan tidak terputus, namun kenyataannya setiap tahun (setiap awal tahun ajaran baru) Tergugat selalu membuat Surat Keputusan Pengangkatan yang diperbaharui atau diperpanjang untuk masing-masing Penggugat sehingga terkesan seolah-oleh hubungan kerja antara Tergugat dengan para Penggugat adalah hubungan kerja yang sifatnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Pasal 59 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 telah mengatur secara limitatif, bahwa PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegitan kerjanya selesai dalam waktu tertentu, yaitu: (a.) Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; (b.) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun, (c.) pekerjaan yang bersifat musiman; atau (d.) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Pasal 59 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan pula, PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Terhadap gugatan para guru, Pengadilan Hubungan Industrial Medan kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 131/G/2011/ PHI.Mdn., tanggal 31 Mei 2012, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Tergugat terhadap para Penggugat bertentangan dengan hukum yang berlaku;
- Menyatakan tindakan Tergugat membuat perpanjangan atau pembaharuan Surat Keputusan Pengangkatan bagi masing-masing Penggugat setiap Tahun Pelajaran Baru bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
- Menyatakan tindakan Tergugat membayar upah para Penggugat dibawah ketentuan Upah Minimum Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011 adalah bertentangan dengan hukum yang berlaku;
- Menyatakan tindakan Tergugat yang tidak mengikutsertakan para Penggugat dalam Kepersertaan Program Jamsostek bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1993 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993;
- Menghukum Tergugat membayar hak-hak para Penggugat akibat Pemutusan Hubungan Kerja berupa Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Pengganti Hak Perumahan dan Perobatan, Kekurangan Upah bulan Januari sampai dengan Juni 2011 dan Jaminan Hari Tua selama 2 tahun terakhir: Untuk Penggugat-I Rubiahani Tarigan, B.A., sebesar Rp41.588.351,00 (empat puluh satu juta lima ratus delapan puluh delapan ribu tiga ratus lima puluh satu rupiah); Penggugat-II Rovina Gurning, Amd., sebesar Rp42.062.351,00 (empat puluh dua juta enam puluh dua ribu tiga ratuslima puluh satu rupiah); dan Penggugat-III Elina M.Panjaitan, Amd., sebesar Rp34.304.226,00 (tiga puluh empat juta tiga ratus empat ribu dua ratus dua puluh enam rupiah);
- Menolak gugatan para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 648 K/PDT.SUS/2012 tanggal 12 Desember 2012 sebagai berikut:
Menolak pemohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: YAYASAN PERGURUAN PELITA, tersebut.”
Yayasan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan, karena meneliti dengan saksama memori Peninjauan Kembali tertanggal 3 Oktober 2013 dan kontra memori peninjauan kembali tertanggal 1 November 2013 dihubungkan dengan Putusan Judex Juris yang menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dan Putusan Judex Facti dalam hal ini Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan, ternyata tidak terdapat adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dan tidak salah dalam menerapkan hukum serta telah memberi pertimbangan yang cukup;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjuan Kembali: YAYASAN PERGURUAN PELITA, tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: YAYASAN PERGURUAN PELITA, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.