LEGAL
OPINION
Question: Pabrik-pabrik saya berencana mengorder beberapa
fungsi pekerjaan untuk di-outsourcing-kan
kepada sebuah perusahaan outsource.
Jika nantinya ada masalah apa-apa antara pekerja outsource dengan kantor saya, maka yang tanggung jawab adalah
perusahaan penyedia tenaga outsource
itu bukan?
Brief Answer: Tidak terdapat jawaban tunggal atas isu hukum
demikian, sehingga bergantung konteksnya. Resiko terbesar bagi pemberi kerja
yang menggunakan tenaga perusahaan alih daya (outsource), dimana bila pengadilan menilai bahwa jenis pekerjaan
yang dialih-dayakan bersifat jenis pekerjaan inti / pokok bidang usaha, maka
tanggung jawab atas Pekerja / Buruh beralih dari perusahaan alih daya menjadi
beban tanggung jawab pihak Pengusaha pengguna jasa alih daya.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi yang representatif dan relevan, tertuang dalam putusan Mahkamah
Agung RI sengketa PHK register Nomor 705 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 18 Oktober
2016, perkara antara:
- PT. TIMAH (Persero) Tbk, sebagai
Pemohon Kasasi dahulu Tergugat II; melawan
I. 1. YOHANES PENI; 2. SUKIRMAN;
3. ROSIMIN, sebagai Para Termohon Kasasi semula Para Penggugat; dan
II. Koperasi Jasa Usaha Bersama
(KJUB), sebagai Termohon Kasasi II dahulu Tergugat I.
Para Penggugat merupakan pekerja yang tercatat sebagai pegawai Tergugat I,
sebagai Pekerja Tambang Besar yang kemudian dipindah-tugaskan sebagai Petugas
Bongkar Muat Biji Timah, dan sebagai sebagai petugas Operator Mesin di Gudang
Bijih Timah, dimana Para Penggugat bekerja di wilayah operasional perusahaan
Tergugat II.
Para Penggugat dipekerjakan dengan menggunakan Sistem Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) selama 1 (satu) tahun di perusahaan Tergugat I, dan
setiap habis masa Perjanjian Kerja Para Penggugat diharuskan menanda-tangani PKWT
yang telah diperbaharui.
Adapun pekerjaan yang diperintahkan / diberikan Tergugat I kepada Para
Penggugat adalah pekerjaan yang bersifat terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak
dibatasi waktu dan merupakan bagian pekerjaan pokok pada perusahaan Tergugat
II.
Perusahaan Tergugat II kemudian menerbitkan daftar nama Karyawan
Outsourching yang rencana akan diputus PO kontrak dan ditindak-lanjuti surat
dari kepala unit tambang darat Bangka PT. Timah (persero), Tbk. tanggal 14
Januari 2015 terkait dengan dihentikannya kontrak tenaga kerja outsourcing
KJUB pertim PO atas nama Para Penggugat, terhitung mulai tanggal 31 Desember
2014.
Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang telah dilakukan oleh Tergugat
I dan Tergugat II, Para Penggugat menginginkan agar Tergugat I dan Tergugat II
membayar hak-hak normatif Pekerja, merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan Pasal 164 ayat (3) yaitu dimana salah
satu komponennya ialah Uang Pesangon 2 (dua) kali ketentuan.
Sementara itu pihak pengguna jasa alih daya mendalilkan, tidak seharusnya
Para Penggugat menarik PT. Timah (Persero), Tbk. menjadi tergugat dalam perkara
ini, sebab:
a. PT. Timah (Persero) Tbk.
Hanya selaku pengguna tenaga kerja, yang disalurkan oleh Tergugat I selaku
Penyedia Tenaga Kerja. Hal itu jelas diatur dalam perjanjian antara PT. Timah
(Persero), Tbk. (Tergugat II) dengan KJUB (Tergugat I);
b. Sedangkan Para Penggugat
adalah karyawan KJUB (Tergugat I), bukan karyawan PT. Timah (Persero), Tbk.
(Tergugat II). Tergugat II dalam hal ini hanya perusahaan pemberi pekerjaan
yang terikat oleh suatu perjanjian dengan Tergugat I.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial Pangkalpinang kemudian
menerbitkan putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pgp tanggal 2 September 2015,
dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur
bahwa:
(1) Pekerja/Buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh
digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan
yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan
jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi.
(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau
kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
“MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa hubungan kerja yang terjadi antara Para Penggugat dengan
Tergugat I menjadi Hubungan Kerja dengan Tergugat II dengan status hubungan
kerja waktu tidak tertentu;
3. Menyatakan Hubungan Kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat II telah
terputus sejak 1 Januari 2015;
4. Menghukum Tergugat II untuk membayar uang Pesangon, Uang Penghargaan
Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak dengan rincian sebagai berikut : ... Uang
Pesangon : ... bulan upah x 2 x Rp. ... ; Uang Penghargaan Masa
Kerja ... bulan upah x Rp. ... ; Uang Penggantian Hak 15% x Rp. ... ;
5. Menolak Gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pengusaha pengguna jasa alih daya mengajukan upaya hukum kasasi, dengan
argumentasi bahwa seluruh komponen biaya sudah dicantum dalam Perjanjian Kontrak
Pekerjaan Borongan antara Tergugat II dengan Tergugat I, maka seluruh
tanggung-jawab mengenai tenaga kerja borongan termasuk tuntutan Para Penggugat
menjadi tanggung jawab Tergugat I sepenuhnya.
Dimana terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak
dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi
tanggal 28 September 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam
hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang
tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa gugatan tidak obscuur libel sehingga tidak dapat diterima, karena
dalam posita dan petitum mendalilkan Pemutusan Hubungan Kerja sesuai Pasal 164 Undang
Undang Nomor 13 Tahun 2003 beserta hak kompensasinya;
- Bahwa hubungan Para Penggugat/Pekerja beralih ke Tergugat II/PT
Timah telah tepat dan benar karena tidak ada bukti pekerjaan dari para
pekerja merupakan jasa penunjang, pekerjaannya selaku petugas bongkar muat
biji timah, operator mesin gudang biji timah adalah pekerjaan utama;
- Bahwa tidak ada perjanjian kerja sama antara Tergugat I dan II
selaku penyedia jasa dan pengguna jasa pekerja, serta izin dari instansi yang bertanggung
jawab pada bidang ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang dalam perkara ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi
yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Direktur PT. TIMAH (Persero) Tbk, tersebut
harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Direktur PT. TIMAH
(Persero) Tbk, tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.