Ambivalensi Risalah Lelang Eksekusi atas Agunan

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya risalah lelang eksekusi oleh kantor lelang negara, adalah objek yang dapat digugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) ataukah menjadi kewenangan Pengadilan Negeri untuk mengadili, bila pemilik agunan yang dieksekusi merasa adanya cacat prosedur lelang eksekusi terhadap agunan?
Brief Answer: Risalah lelang eksekusi bukanlah Surat Keputusan (beschikking) sebagaimana dimaksud dalam rezim hukum administrasi negara, karena hanya memuat berita acara, bukan penetapan. Surat Keputusan pejabat tata usaha negara yang sebenarnya ialah Surat Penetapan jadwal lelang eksekusi.
Pertanyaan sederhana demikian menjadi dilematis, diakibatkan terdapat dua yurisprudensi Mahkamah Agung RI (MA RI) yang saling bertolak belakang: satu preseden MA RI menyatakan bahwa Surat Keputusan Jadwal Lelang eksekusi dan Risalah Lelang merupakan objek gugatan Tata Usaha Negara di PTUN. Namun preseden MA RI lainnya menyatakan bahwa Risalah Lelang dan Surat Keputusan Penetapan Jadwal Lelang, bukanlah objek yang menjadi yurisdiksi kewenangan PTUN—namun menjadi kompetensi absolut Pengadilan Negeri.
Mengingat Sistem keluarga hukum Eropa Kontinental ala civil law sebagaimana dianut oleh Republik Indonesia tidak menganut asas the binding force of precedent layaknya negara-negara Anglo Saxon, maka yurisprudensi menjadi tidak memiliki daya mengikat, sehingga tidak heran bila kemudian lahir berbagai ketidakpastian hukum dalam praktik—menjelma simpang-siurnya antar putusan MA RI satu terhadap putusan MA RI lainnya.
Secara simultan menggugat baik di PTUN dan di Pengadilan Negeri secara bersamaan, juga bukan merupakan strategi yang bijak, karena bisa jadi antara PTUN dan Pengadilan Negeri menjatuhkan amar putusan yang saling kontradiktif: PTUN menyatakan batal Penetapan Lelang Eksekusi, sementara Pengadilan Negeri menyatakan sah lelang eksekusi.
Solusi satu-satunya ialah mengajukan gugatan pembatalan ke salah satu yurisdiksi pengadilan tersebut, dan jikalau pun kemudian dinyatakan keliru dalam kompetensi absolut, maka terhadap amar putusan “Gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)” tetap memberi hak bagi penggugat untuk mengajukan gugatan ulang ke pengadilan dalam yurisdiksi lainnya.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi ‘korban’ akibat paradigma the persuasive force of precedent yang dianut sistem hukum di Indonesia, dicerminkan secara konkret dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 1898 K/Pdt/2015 tanggal 30 Desember 2015, perkara antara:
- SULI EL WINARTI, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- KEPALA KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG SEMARANG, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat; dan
1. Bank DANAMON INDONESIA Tbk, cq. BANK DANAMON Tbk, Cabang Tayu; 2. BUDI WIYONO; 3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pati, sebagai Para Turut Termohon Kasasi dahulu Para Turut Tergugat.
Penggugat merupakan debitor tereksekusi, yang kemudian menolak hasil jalannya lelang eksekusi atas agunan milik sang debitor. Terhadap gugatan sang debitor, Pengadilan Negeri Pati telah memberikan putusan Nomor 53/Pdt.G/2013/PN Pt., tanggal 3 Juli 2014 yang amarnya sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk verklaard).”
Dalam tingkat banding atas permohonan debitor, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan putusan Nomor 402/PDT/2014/PT SMG., tanggal 20 November 2014. Debitor tereksekusi mengajukan upaya hukum kasasi, karena berkeberatan ketika Majelis Hakim tingkat pertama berpendapat bahwa Risalah Lelang merupakan putusan Pejabat Tata Usaha Negara, padahal Penggugat telah menyampaikan keberatan atas pertimbangan tersebut dengan berpedoman serta memberi rujukan kepada putusan Mahkamah Agung R.I.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI No. 150 K/TUN/1994 tanggal 7 September 1995, juncto No. 47 K/TUN/1997 tanggal 26 Januari 1998, juncto No. 245 K/TUN/1999 tanggal 30 Agustus 2011, dibentuk kaedah normatif bahwa risalah lelang bukan merupakan putusan Pejabat Tata Usaha Negara, tetapi hanya merupakan berita acara.
Namun dalam tingkat banding, Majelis Hakim tingkat banding tidak mengoreksi putusan Pengadilan Negeri, bahkan turut berpendapat serupa, bahwa Risalah Lelang adalah merupakan putusan Pejabat Tata Usaha Negara, membenarkan pandangan Hakim tingkat pertama, dengan tidak mengindahkan yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang ada.
Dimana terhadap argumentasi Penggugat, Mahkamah Agung menafikan yurisprudensi MA RI yang telah ada, dengan membuat pertimbangan serta amar putusan yang menyimpangi preseden, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti dengan saksama Memori Kasasi tanggal 12 Januari 2015 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 27 Januari 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pati, ternyata Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa pertimbangan Judex Facti sudah tepat dan benar;
- Bahwa gugatan tidak jelas karena mencampuradukkan antara masalah hukum Tata Usaha Negara Negara dan perbuatan melawan hukum perdata sehingga merupakan gugatan yang kabur, begitu pula objek sengketa tanah yang akan dilelang tidak disebut batas-batasnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi SULI EL WINARTI tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi SULI EL WINARTI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.