LEGAL
OPINION
Question: Awalnya, saya kira dengan melaporkan karyawan
saya yang melakukan manipulasi keuangan perusahaan, setelah dijatuhi hukuman
penjara oleh pengadilan, maka uang perusahaan yang digelapkan olehnya akan
dikembalikan ke perusahaan. Ternyata saat ini saya baru tahu, kalau sanksi
hukuman penjara plus denda dalam perkara pidana itu masuk ke rekening negara. Aneh
sekali. Lantas kira-kira apa masih ada cara, agar uang perusahaan kami dapat
dipulihkan dari mantan karyawan kami ini?
Brief Answer: Ajukan gugatan perdata. Dengan telah dipidananya
pihak yang melakukan penipuan ataupun penggelapan, tidak diartikan menghapus
kesalahan perdata. Ranah perdata dan pidana berbeda dalam sudut pandang pihak
yang menuntut dan menggugat.
Dalam tuntutan pidana, korban
hanyalah selaku pelapor sekaligus saksi di persidangan pidana. Sementara dalam
gugatan perdata, yang berhadapan ialah peer
to peer warga negara versus warga
negara.
Sementara itu bila ditinjau
dari segi strategi, mengajukan dahulu perkara pidana memiliki sisi positif dan
sisi negatif secara bersamaan, yakni:
1. Putusan dalam perkara pidana
dapat dijadikan salah satu alat bukti otentik yang sangat kuat kekuatan penentuannya,
sehingga Majelis Hakim dalam perkara perdata dapat lebih mudah diyakinkan akan
kesalahan Tergugat—sebagai sisi positif;
2. Sanksi denda bila turut
dijatuhkan bersamaan dengan vonis pidana penjara, dapat mengurangi harta
kekayaan terpidana, sehingga untuk memulihkan hak korban dalam perkara perdata
akan lebih mendekati ‘menang diatas kertas’. Memang, dalam perkara pidana
terdapat mekanisme restitusi kerugian pihak korban, namun hingga saat ini SHIETRA
& PARTNERS belum mendapat bukti efektivitas ketentuan mengenai restitusi—sebagai
sisi negatif. Terkadang, sekalipun hanya diajukan perkara gugatan perdata,
banyak diantara kalangan Tergugat yang tidak membayar ganti-rugi sesuai putusan
pengadilan, terlebih bila harta kekayaannya habis hanya untuk membayar sanksi
pidana denda.
PEMBAHASAN:
SHIETRA & PARTNERS akan mengangkat sebuah ilustrasi, sebagaimana putusan
Pengadilan Negeri Wates sengketa perdata register Nomor 12/Pdt.G/2011/PN.Wt. tanggal
22 Mei 2012, perkara antara:
- PT. LANCAR MUKTI ABADI, sebagai
Penggugat; melawan
- WARTOYO, selaku Tergugat.
Tergugat adalah karyawan Penggugat sejak tahun 1996, dengan jabatan
terakhir sebagai Direktur Operasional yang mempunyai otoritas melakukan
operasional kantor, seperti transaksi, pencatatan, pembayaran, dan penyetoran
uang dari dan ke Rekening Perusahaan, dan pelayanan kepada nasabah.
Selama ini hubungan kerja antara penggugat dan tergugat berjalan baik,
namun berdasarkan hasil evaluasi pekerjaan/audit internal dan dengan banyaknya komplain
dari para relasi terhitung pemeriksaan untuk tahun 2006 sampai tahun 2010,
diketemukan adanya penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan dengan ketentuan
dan SOP tata kelola perusahaan.
Kemudian setelah dilakukan pelaporan kepada pihak berwajib, Tergugat ditetapkan
sebagai terdakwa dalam tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana
Putusan Pengadilan No. 240/Pid.B/2011/PN.YK. dengan dikenakan hukuman penjara
selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan.
Penyimpangan-penyimpangan yang diketahui telah dilakukan oleh tergugat
adalah menggelembungkan pinjaman nasabah kepada Perusahaan, dimana ketika
nasabah sebenarnya hanya meminjam sekian nominal kredit, namun Tergugat mencatat
dalam pembukuan jauh lebih besar dari pinjaman sebenarnya dari pihak nasabah.
Sehingga adalah logis, bila Penggugat merasa telah dirugikan dari hasil
temuan dan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta serta keterangan para relasi
seluruhnya dihitung berjumlah Rp. 59.000.000,-.
Terhadap gugatan Penggugat, selanjutnya Majelis Hakim membuat
pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan
melalui Fundamentum Petendinya, bahwa tergugat telah melakukan Perbuatan
Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata; yang pada
pokoknya ‘tiap tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian bagi orang
lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut,
mengganti kerugian tersebut’;
“Menimbang, bahwa perbuatan
melawan hukum sebagaimana fundamentum petendi gugatan, mendasarkan adanya
perbuatan lahiriah manusia yang karena salahnya telah mengakibatkan kerugian
bagi orang lain. Hal ini berimplikasi yuridis bahwa suatu perbuatan yang karena
salahnya dan mengakibatkan kerugian kepada orang lain serta terdapat korelasi
hukum / Rechtverhouding antara perbuatan yang salah dengan kerugian yang
ditimbulkan oleh perbuatan tersebut;
“Menimbang, bahwa berawal dari
kegiatan usaha PT. Lancar Mukti Abadi yang memberikan piutang kepada orang lain
dengan angsuran dan dikenai bunga 6% (enam persen) tiap bulannya (vide
keterangan saksi ... dan saksi ... ). Selanjutnya PT. Lancar Mukti Abadi
disebut Kreditur dan para peminjam uang disebut Debitur.
“Untuk menjamin piutang
tersebut, para nasabah diwajibkan menjamin hutang mereka dengan menyerahkan
BPKB kendaraan kepada PT. Lancar Mukti Abadi. Namun demikian perjanjian
penjaminannya tidak jelas apakah menggunakan lembaga gadai atau lembaga fidusia
sebagaimana hukum jaminan yang berlaku di Indonesia (vide saksi ... );
“Menimbang, bahwa tergugat
selaku Direktur Operasional telah melakukan Penggelapan Dalam Jabatan dengan
cara menaikkan plafon kredit yang telah disepakati antara PT. Lancar Mukti
Abadi selaku Kreditur dengan Nasabah selaku Debitur. Debitur diberitahu bahwa
plafon kreditnya naik melalui telepon dan tanpa persetujuan Debitur (vide saksi
... dan saksi ... ). Adapun nilai selisih antara plafon kredit yang disetujui
nasabah dengan plafon kredit yang telah dinaikkan / mark up telah digunakan tergugat
dengan alasan untuk biaya operasional;
“Menimbang, bahwa perbuatan
tergugat tersebut mengakibatkan kerugian kepada kedua pihak, yakni kerugian
kepada Kreditur dan Debitur. Adapun kerugian tersebut terdari dari 2 (dua)
jenis kerugian materiil, yakni :
1. Kerugian bagi KREDITUR / PT. Lancar Mukti Abadi dimana PT. Lancar
Mukti Abadi telah mengeluarkan uang melebihi plafon kredit yang disetujui oleh
nasabah; dan selisihnya telah dinikmati oleh tergugat dengan alasan untuk biaya
operasional;
2. Kerugian bagi DEBITUR / Nasabah ; dimana setelah plafon kredit
dinaikkan dari jumlah plafon kredit yang sebenarnya, sehingga nasabah harus
mengangsur melebihi kesepakatan perjanjian kredit yang telah disetujui nasabah;
dan sampai perkara ini berjalan, PT. Lancar Mukti Abadi tidak ada itikad baik
untuk mengembalikan kelebihan angsuran kepada nasabahnya, sehingga para nasabah
masih membayar kelebihan angsuran kepada PT. Lancar Mukti Abadi;
“Menimbang, bahwa nilai
kerugian yang dialami Kreditur / PT. Lancar Mukti Abadi dihitung dari selisih
plafon kredit sebenarnya dengan plafon kredit yang dimark up oleh tergugat
sejumlah Rp. 59.000.000,- (Lima puluh sembilan juta Rupiah) (vide bukti P-9 dan
vide bukti P-6); sedangkan nilai kerugian yang dialami Debitur karena telah
membayar melebihi angsuran yang telah disepakati belum ternyata secara jelas, hal
ini terjadi karena tidak ada rincian jelas dari Pihak Kreditur mengenai jumlah
total angsuran para nasabah yang telah di mark up oleh tergugat;
“Menimbang, bahwa perbuatan
tergugat tersebut telah diputuskan dengan Wahana Hukum Pidana oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta tertanggal 21 Juli 2011 nomor :
240/Pid.B/2011/PN.Yk dengan kualifikasi tindak pidana penggelapan dalam jabatan
(vide bukti P-6);
“Menimbang, bahwa berdasarkan
hal tersebut di atas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa telah nyata dan terang
bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan orang
lain yakni Debitur dan Kreditur dan kerugian tersebut ada sebab kausalitas /
sebab akibat dengan perbuatan tergugat. Oleh karena itu adalah sah dan relevan
bahwa petitum nomor 3 dikabulkan;
“Menimbang, bahwa implikasi
yuridis dari perbuatan melawan hukum tersebut adalah tergugat sebagai pelaku
atau pelaksana perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian yang ditimbulkan
oleh perbuatannya tersebut;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim
secara nyata telah memperolah fakta hukum yang dipertimbangkan dari alat bukti
yang diajukan oleh kedua belah pihak. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh tergugat timbul 2 (dua) jenis kerugian sebagaimana telah
diuraikan dalam pertimbangan hukum di atas;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim
akan mempertimbangkan mengenai kerugian materiil yang secara nyata muncul
sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum oleh tergugat. Bahwa perbuatan
melawan hukum yang dilakukan tergugat telah dikualifikasikan sebagai perbuatan
“penggelapan dalam jabatan” dimana hal tersebut mempunyai unsur kerugian
materiil, oleh karena itu adalah suatu yang tidak relevan mengenai kerugian
immateriil untuk dipertimbangkan. Oleh karena itu Majelis Hakim menolak
mengenai kerugian immateriil yang dipositakan oleh penggugat;
“Menimbang, bahwa posita nomor
5 dimana kerugian materiil yang diajukan oleh penggugat sebagaimana telah
dijadikan pertimbangan hukum pada putusan Hakim pengadilan Negeri Yogyakarta
nomor 240/Pid.B/2011/PN.Yk adalah sejumlah Rp. 59.000.000,- (vide bukti P-9)
oleh karena itu haruslah dipertimbangkan bahwa nilai kerugian yang diderita
penggugat sebagaimana dalil penggugat haruslah terang dan pasti, serta berupa
nilai nominal yang jelas dan pasti.
“Hal ini mempunyai korelasi
hukum dengan Teori Schutznorm / Teori Perlindungan, bahwa konstruksi Perbuatan
Melawan Hukum dimaknai sebagai alat perlindungan bagi manusia dari perbuatan
yang salah secara hukum dan sewenang-wenang dan mengebiri kodrat manusia
sebagai subyek hukum yang mempunyai obligasi dan hak yang sama di depan hukum.
“Ajaran Relativitas (Schutznormtheorie)
Dalam Perbuatan Melawan Hukum berasal dari hukum Jerman yang dibawa ke negeri
Belanda oleh Gelein Vitringa. Kata “schutz” secara harafiah berarti
“perlindungan”, sehingga dengan istilah “schutznorm” secara harafiah berarti “norma
perlindungan”. Teori relativitas atau schutznormtheorie merupakan pembatasan
dari ajaran yang luas dari perbuatan yang melawan hukum.
“Schutznormtheorie mengajarkan,
bahwa perbuatan yang bertentangan dengan kaidah hukum dan karenanya adalah
melawan hukum, akan menyebabkan si pelaku dapat dipertanggung-jawabkan atas
kerugian yang disebabkan oleh perbuatan tersebut;
“Menimbang, bahwa legal
reasoning dari pertimbangan hukum dari perbuatan melawan hukum yang telah
dilakukan oleh tergugat, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Adapun perbuatan melawan hukum tersebut mempunyai keterkaitan yuridis /
rechtverhouding secara kausalitas dengan kerugian yang diderita;
“Menimbang, bahwa perbuatan
tergugat tersebut haruslah dihukum dengan mengganti kerugian yang diderita oleh
orang lain. Mengingat berdasarkan doktrin dan perkembangan ilmu hukum perdata
saat ini, serta beberapa pasal KUHPerdata yang mengatur mengenai pertanggung-jawaban pengganti / vicarious liability, maka Pelaku Perbuatan Melawan Hukum
tidak saja bertanggung jawab pada kerugian yang disebabkan karena perbuatannya
sendiri, namun demikian bertanggung jawab pula pada kerugian yang disebabkan
oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh
barang-barang yang berada dibawah pengawasannya. Hal ini termaktub secara jelas
pada Pasal 1367 KUHPerdata sebagai Pasal lanjutan dari 1365 KUHPerdata;
“Menimbang, bahwa Pasal 1367
KUHPerdata menyebutkan secara rinci mengenai siapa saja yang harus bertanggung
jawab terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain atau
dengan kata lain bahwa pertanggung jawaban pengganti / vicariuous liability,
Pasal 1367 KUHPerdata menjelaskan bahwa orang-orang yang diwajibkan bertanggung
jawab secara vicarious liability adalah :
- Orang tua dan wali untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak
yang belum dewasa dan hal yang diatur oleh perwaliannya;
- Majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh pelayan, karyawan, bawahan;
- Guru sekolah dan kepala tukang, untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh murid dan tukang;
- Pemilik seekor binatang atau yang memakai binatang, dimana binatang tersebut
menimbulkan kerugian bagi orang lain;
“Sedangkan secara tegas
bahwa tuntutan ganti rugi dari perbuatan melawan hukum dapat ditujukan kepada
suami istri sekedar perbuatan melawan hukum berupa penghinaan terhadap
kehormatan orang lain; jika menggunakan interpretasi a contrario bahwa tuntutan
perbuatan melawan hukum yang tidak berupa penghinaan oleh karena itu tidak
dapat diajukan kepada suami atau istri dari pelaku perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa dalam perkara
a quo, tergugat telah menikah secara sah dengan Ny. Rina Watiningsih, S. Pd.
dan sampai perkara ini berjalan masing-masing masih terikat perkawinan yang sah
dan tidak ditemukan perjanjian kawin. Oleh karena itu secara sistematis bahwa
dalam perkawinan antara tergugat dengan Ny. Rina Watiningsih, S. Pd. terdapat
harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan;
“Menimbang, bahwa penggugat
menuntut rumah dan tanah milik istri tergugat / Ny. Rina Watiningsih, S. Pd.
nomor 03922 seluas 78 m2 (tujuh puluh delapan meter persegi) dilakukan Sita
Jaminan untuk menjamin agar pelaksanaan pembayaran ganti rugi oleh tergugat
dapat terlaksana dengan baik;
“Menimbang, bahwa secara
perdata bahwa seorang suami atau seorang istri tidak berhak melakukan upaya
hukum terhadap harta bersama yang diperoleh selama dalam perkawinan tanpa
persetujuan dari masing-masing pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana harta bawaan masing-masing, suami-istri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
bendanya;
“Menimbang, bahwa mengenai
harta bawaan dari suami-istri adalah mempunyai rechtverhouding dengan perbuatan
hukum yang dilakukan oleh suami atau istri dalam kehidupan bermasyarakat, namun
demikian jika dilihat dari ketentuan perkawinan di Indonesia bahwa suami adalah
kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga dan ditegaskan oleh Pasal
31 UU Nomor 1 Tahun 1974 dimana hak dan kedudukan suami istri adalah sama dan
masing-masing berhak melakukan perbuatan hukum;
“Menimbang, bahwa perkara a quo
tanah dan bangunan Nomor 03922 luas 78 m2 adalah atas nama istri tergugat
yakni Ny. Rina Watiningsih, S. Pd. dimana tanah dan bangunan tersebut dibeli
Ny. Rina Watiningsih, S. Pd. dengan meminjam bank dan koperasi di tempat kerja
Ny. Rina Watiningsih, S. Pd. (vide saksi ... dan ... ). oleh karena itu tanah
dan bangunan Nomor 03922 adalah atas nama Ny. Rina Watiningsih, S. Pd. Secara
systematis bahwa harta tersebut dibeli Ny. Rina Watiningsih, S. Pd. pada saat
masih tercatat dalam perkawinan yang sah dengan tergugat dan antara Ny. Rina
Watiningsih, S. Pd. dan tergugat tidak ada perjanjian kawin sebelumnya, maka
khusus mengenai tanah dan bangunan Nomor 03922 luas 78 m2 adalah termasuk harta
bersama;
“Menimbang, bahwa dalam hal
pihak suami melakukan perbuatan melawan hukum maka apakah si istri dapat
dituntut untuk mengganti kerugian yang diakibatkan perbuatan suaminya. Majelis
Hakim berpendapat bahwa hubungan suami-istri dalam suatu perkawinan adalah
keterikatan lahir-batin dan masing-masing mempunyai hak dan kedudukan yang sama
dan tidak saling melakukan pengampuan sebagaimana definisi pengampuan /
curratele dalam hukum perdata di Indonesia;
“Menimbang, bahwa perbuatan
hukum yang dapat dimintakan pertanggung jawaban kepada pasangannya yakni si
suami atau si istri adalah pertanggung jawaban terhadap perbuatan hukum yang
dilakukan suami istri secara bersama dan mengenai hal yang sama pula. Hal ini
dapat kita lihat dalam praktek yuridis yang lazim di masyarakat Indonesia,
misalnya: perjanjian hutang piutang, jual-beli dan lain sebagainya;
“Menimbang, bahwa fundamentum
petendi gugatan adalah perbuatan melawan hukum oleh tergugat sebagai seorang
suami dan perbuatan tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka si
suami mempunyai pertanggung jawaban mutlak / strict liability secara pribadi.
“Jadi secara garis besar
terdapat kaidah hukum yang dapat ditarik bahwa apabila seorang suami
melakukan suatu perbuatan melawan hukum, maka gugatan pembayaran ganti rugi
atas perbuatan melawan hukum tidak serta merta dapat ditujukan kepada
pasangannya (istri), karena pertanggung jawaban pengganti / vicarious
liability telah diatur secara khusus dan terbatas dalam Pasal 1367 sampai
dengan Pasal 1380 KUHPerdata.
“Demikian pula dalam kasus a
quo, mengenai tanah bersama yang timbul dalam perkawinan antara tergugat dan
Ny. Rina Watiningsih, S. Pd. tidak serta-merta pula menjadi jaminan bagi
terlaksananya penggantian kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh tergugat;
“Menimbang, bahwa atas
pertimbangan hukum diatas, maka Majelis berpendapat bahwa permohonan sita
jaminan yang dimohon dalam petitum nomor 2 dalam gugatan adalah sah dan relevan
untuk ditolak;
“Menimbang, bahwa oleh karena
seluruh bagian dari fundamentum petendi dan petitum gugatan telah
dipertimbangkan secara komprehensif oleh Majelis Hakim, maka adalah sah dan
relevan mengenai petitum nomor 1 dikabulkan sebagian;
“Menimbang, bahwa karena
gugatan penggugat dikabulkan sebagian, maka gugatan pengugat selebihnya harus
dinyatakan ditolak;
“M E N G A D I L I
DALAM POKOK PERKARA :
- Mengabulkan gugatan penggugat sebagian;
- Menyatakan bahwa tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
- Menghukum tergugat membayar kerugian materiil kepada penggugat sebesar
Rp. 59.000.000,- (Lima puluh sembilan juta Rupiah);
- Menolak gugatan pengugat selebihnya.”
Yang paling menarik dari putusan pengadilan diatas,
ialah kearifan pertimbangan hukum Majelis Hakim, dimana ketika seorang istri (kemungkinan)
tidak memberi persetujuan atas sikap / tindakan buruk sang suami, tidak
serta-merta ‘harta bersama dalam perkawinan’ pasangan suami-istri ini akan
terseret dalam sengketa gugatan ganti-rugi pihak ketiga terhadap sang suami. Hal
ini guna menghindari penyalahgunaan harta goni-gini oleh aksi spekualtif ilegal
sang suami, atau juga sebaliknya.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.