Lebih Lama Umur Sertifikat Tanah, Lebih Aman

LEGAL OPINION
Question: Saat ini saya hendak membeli tanah untuk membuka kantor cabang sekaligus sebagai pabrik perusahaan. Ada beberapa bidang tanah yang menarik minat untuk saya beli salah satunya. Setelah dilakukan prospek, tanah yang satu lebih strategis, namun ketika ditanyakan, dirinya memiliki sertifikat tanah yang terbit baru-baru ini. Sementara itu tanah yang satunya lagi, agak jauh masuk ke dalam, tapi sudah puluhan tahun si pemilik tanah memiliki sertifikat hak milik. Kira-kira mana yang paling aman dari segi hukum? Jika dari segi bisnis, jelas lebih prefer tanah yang di depan jalan raya, meski memang lebih mahal.
Brief Answer: SHIETRA & PARTNERS asumsikan kedua bidang tanah tersebut dapat dioperasionalkan sebagai pabrik/kantor sesuai tata ruang wilayah Pemda setempat. Lebih lama umur sertifikat hak atas tanah, dari segi hukum lebih aman. Dua faktor berikut dapat menjadi pertimbangan calon pembeli sebelum memutuskan untuk membeli hak atas tanah:
1.) Apakah calon penjual tanah menguasasi fisik objek tanah;
2.) Apakah umur sertifikat hak atas tanah telah lebih dari 5 (lima) tahun;
3.) Apakah terhadap bidang tanah pernah terdapat sengketa hak atas tanah—bukan pihak penjual yang dipersengketakan, namun bidang tanah tersebut.
Ketiga faktor resiko tersebut adalah parameter minimum dalam uji tuntas legalitas kepemilikan hak atas tanah (due legal dilligence), dan sifatnya kumulatif—dalam arti, bila terdapat satu faktor saja yang kurang sesuai kriteria, maka menjadi penilaian negatif yang hendaknya diwaspadai sebab berisiko tinggi. Mengingat, sengketa tanah merupakan sengketa tertinggi kuantitasnya di pengadilan, bersanding dengan sengketa hubungan industrial dan sengketa kredit perbankan.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut SHIETRA & PARTNERS angkat sebagai cerminan konkret, sebagaimana putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi sengketa tanah register Nomor tanggal 31 Agustus 2010, perkara antara:
- Ny. NURBAYA, sebagai Penggugat; melawan
I. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA JAMBI, selaku Tergugat;
II. TANOTO UNANG (TAN OAN HONG), selaku Tergugat II Intervensi 1;
III. MARYATI (NGUI SIE LANG), sebagai Tergugat III Intervensi 2.
Yang menjadi objek sengketa dalam gugatan ini, adalah :
1) Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 557, yang dahulu atas nama MUJIATI, yang  diterbitkan tanggal 1 Maret 1976, yang berubah atas nama TANOTO UNANG (TAN OAN HONG) berdasarkan akta jual beli tanggal 7-4-1979;
2) SHM No. 559, dahulunya atas nama RUMAWI, yang diterbitkan tanggal 12 Mare t 1976, kini telah berubah menjadi nama NGUI SIE LANG (MARYATI) berdasarkan akta jual-beli tanggal 01-05-2001.
Dimana terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan tanah yang dimohonkan pendaftarannya oleh Penggugat adalah berdasarkan alas hak surat jual-beli dan pembayaran pajak bumi dan bangunan atas nama Penggugat, sesuai dengan bukti P-2.A dan P-6.B, sehingga penerbitan Obyek Sengketa di atas tanah Penggugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
 “Menimbang, bahwa Tergugat II Intervensi–1 mendalilkan jawabannya bahwa ia membeli tanah bersertipikat tersebut dari Mujiati melalui Akta Jual Beli Nomor 147/THS/KJS/1979 tanggal 7 April 1979 di hadapan Camat/PPAT wilayah Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi (bukti T-8) sudah terdaftar dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 557/The Hok, sehingga dengan demikian proses balik-nama Obyek Sengketa telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;
“Menimbang, bahwa Tergugat II Intervensi–2 mendalilkan jawabannya bahwa ia memperoleh Sertipikat Nomor 559 berdasarkan balik-nama dari Rafan Amran melalui Akta Jual Beli Nomor 122/JS/20 01 tanggal 1 Mei 2001 (bukti T-9), sehingga dengan demikian proses balik-nama Obyek Sengketa telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
“Menimbang  bahwa atas dalil-dalil Penggugat, Tergugat, Tergugat II Intervensi-1 dan Tergugat Intervensi-2 maka Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa Penggugat mengajukan permohonan sertipikat hak milik berdasarkan alas hak surat jual-beli dibawah tangan dan bukti pembayaran sementara pajak bumi dan bangunan sebagaimana bukti P-2.A dan bukti P-6.B, sedangkan Tergugat telah menerbitkan sertipikat hak milik atas tanah sebagaimana dalam Obyek Sengketa semenjak tahun 1965 berupa sertipikat hak milik nomor 44/The Hok yang kemudian pada akhirnya sebagian menjadi Obyek Sengketa;
“Menimbang, bahwa Surat Jual-Beli dibawah tangan (bukti P-2) tidak sesuai dengan maksud Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sedangkan diatas tanah Obyek Sengketa telah terbit Sertipikat Hak Milik sejak tahun 1965 sebagai tanda bukti hak sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960;
“Menimbang, bahwa bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan (bukti P-6.B) bukanlah bukti kepemilikan atas tanah, sebagaimana ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menyatakan bahwa subyek pajak bukanlah harus pemilik atas bumi / bangunan;
“Menimbang, bahwa menurut keterangan Saksi ... dibawah sumpah dan Pengetahuan Hakim pada Persidangan Lapangan tanggal 9 Agustus 2010 diketahui bahwa Penggugat tidak pernah mengusai tanah tersebut dan Penggugat hanya sekali datang ke lokasi tanah Obyek Sengketa yaitu pada tahun 1982;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 maka perubahan data-data dilapangan haruslah dilaporkan pemegang sertipikat kepada kantor pertanahan, sehingga perubahan data yang belum dilaporkan tidaklah mengakibatkan batalnya suatu Sertipikat;
“Menimbang, bahwa dari bukti-bukti tersebut diatas terbukti bahwa Obyek Sengketa telah diterbitkan sesuai dengan data-data Surat Ukur / Gambar Situasi dan Buku Tanah yang bersangkutan, sehingga letak tanah Obyek Sengketa adalah berada di Kota Jambi dan pada lokasi yang tepat;
“Menimbang, bahwa terhadap peralihan hak dan balik nama Sertipikat Hak Milik Nomor 557/The Hok, Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan penjelasannya menyatakan: “Setiap Perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut penjabat). Akta tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria”, sedangkan Penjelasan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1961 Poin C angka 8.b. menyebutkan : “Untuk mencegah agar supaya yang mengalihkan sesuatu hak bukan orang yang tidak berhak maka diserahkannya sertipikat dijadikan syarat mutlak untuk pembuatan akta oleh pejabat maupun untuk pendaftarannya dalam buku tanah yang bersangkutan (lihat Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1) sub a, jadi tanpa sertipikat seorang pejabat dilarang membuat akta peralihan dan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah dilarang mendaftarkannya dalam buku tanah yang bersangkutan. Disamping itu ditetapkan pula bahwa peralihan sesuatu hak harus disertai dengan peralihan sertipikat yang bersangkutan [lihat Pasal 22 ayat (4), Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (2)]”;
“Menimbang, bahwa Tergugat II Intervensi-1 dalam mengajukan permohonan balik-nama sertipikat telah melampirkan akta jual-beli Nomor 147/THS/KJS/1979 tanggal 7 April 1979 dan Sertipikat Hak Milik Nomor 557/The Hok tanggal 1 Maret 1976 atas nama pemilik awal Mujiati, dimana kemudian nama Mujiati telah dicoret dan berganti menjadi atas nama Tergugat II Intervensi-1, sehingga dengan demikian tindakan Tergugat dalam melakukan balik-nama sertipikat menjadi atas nama Tergugat II Intervensi-1 adalah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (bukti T.II. Int.1-1, T.II. Int. 1-3);
“Menimbang, bahwa terhadap peralihan hak Sertifikat Hak Milik Nomor 559/The Hok, berdasarkan ketentuan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan: “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”, sedangkan Pasal 39 ayat (1) huruf a menyatakan: “PPAT menolak untuk membuat akta, jika: a. Mengenai bidang tanah sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan;
“Menimbang, bahwa Tergugat II Intervensi-2 dalam mengajukan permohonan balik-nama sertifikat telah melampirkan akta jual beli nomor 122/JS/2001 tanggal 01 Mei 2001 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 559/The Hok tanggal 1 Maret 1976 atas nama pemilik awal Rumani terakhir menjadi atas nama Rofan Amran, dimana kemudian nama Rafan Amran telah dicoret dan berganti menjadi atas nama Tergugat II Intervensi-2, sehingga dengan demikian tindakan Tergugat dalam melakukan balik-nama sertifikat menjadi atas nama Tergugat II Intervensi-2 adalah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (bukti T.II. Int.2-2, T.II. Int.2-3);
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-2.4, T-2.5, T-2.6, bukti T.II.Int.1-4, T II.Int.1-5, T.II.Int.1-6, T.II.Int.1-7, T.II.Int.1-8, dengan dihubungkan keterangan Saksi ... dan Saksi ... , serta pengetahuan hakim dalam Pemeriksaan Setempat, maka terbukti bahwa Tergugat II Intervensi-1 dan Tergugat II Intervensi-2 telah melakukan penguasaan atas tanah Obyek Sengketa, memberikan ganti rugi pindah kepada Saksi ... dan melakukan pemagaran tanah Obyek Sengketa;
“Menimbang, bahwa karena Penggugat mengalaskan haknya berdasarkan akta dibawah tangan, sedangkan atas tanah Obyek Sengketa telah terbit Sertifikat Hak Milik Nomor 557 sejak tahun 1976 serta balik-nama sertifikat hak milik nomor 559 sejak tahun 2001, dan Penggugat tidak pernah mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat hak milik dan kepada Kantor Pertanahan setempat, maupun mengajukan gugatan ke Pengadilan, dan mengingat pula Penggugat tidak pernah menguasai tanah Objek Sengketa, maka penerbitan sertifikat hak milik Objek Sengketa adalah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
“Menimbang, bahwa Tergugat II Intervensi-1 dan Tergugat II Intervensi-2 adalah pembeli yang beritikad baik atas tanah Objek Sengketa, dan Objek Sengketa aquo berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagaimana diuraikan diatas, pada awalnya merupakan pecahan Sertifikat Hak Milik Nomor 44/The Hok yang telah terbit sejak tanggal 29 Mei 1965, sehingga pembeli yang beritikad baik harus dilindungi oleh hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan: “Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannnya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan atas tanah atau penerbitan sertifikat tersebut”;
 “Menimbang, bahwa sertifikat hak milik atas tanah Objek Sengketa telah diterbitkan secara sah sejak tahun 1965 (kurang lebih sudah 45 tahun lalu), sedangkan balik-nama sertifikat hak milik Nomor 557/The Hok telah dilakukan sejak tahun 1976 (kurang lebih sudah 34 tahun lalu), dan sertifikat hak milik Nomor 559/The Hok telah dilakukan sejak tahun 2001 (kurang lebih sudah 9 tahun lalu), dan bahwa Penggugat tidak pernah menguasai tanah Objek Sengketa dan tidak pernah mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun mengajukan gugatan ke Pengadilan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, gugatan Penggugat tidak beralasan hukum;
“Menimbang, oleh karena gugatan Penggugat tidak beralasan hukum, maka gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima;
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA :
- Menyatakan gugatan tidak diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.