Salah Kaprah Inbreng Agunan

LEGAL OPINION
Question: Saat ini pabrik bangkrut dan pailit. Apa boleh, kami dan kawan-kawan buruh, menuntut kurator agar langsung eksekusi tanah pabrik sehingga upah kami bisa segera diberikan?
Brief Answer: Setiap pelaku usaha, kerapkali memiliki aset bergerak maupun benda tak bergerak yang telah diagunkan kepada kalangan perbankan. Oleh karenanya, dapat diasumsikan terdapat kalangan Kreditor Separatis, sementara piutang buruh/pekerja hanya termasuk dalam kategori Kreditor Preferen Teristimewa.
Bergantung pada konteksnya. Bila pada masa insolvensi selama 2 bulan setelah masa stay / tangguh berakhir, Kreditor Separatis tidak juga memulai aksi lelang eksekusi terhadap agunan yang dikuasainya, maka kedudukan Kreditor Separatis jatuh menjadi kriteria Kreditor Konkuren Semi Preferen, barulah pada detik itu juga kurator berhak mengambil-alih penguasaan yuridis dan fisik agunan untuk dieksekusi, dimana hasil penjualannya akan diberikan secara prorata bagi pelunasan para Kreditor Preferen.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut SHIETRA & PARTNERS angkat sebagai contoh konkret, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa boedel pailit register Nomor 769 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 tanggal 21 September 2016, perkara antara:
- PT. BANK OCBC NISP, Tbk., sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- Kurator PT MEGA GRAHA INTERNASIONAL (Dalam Pailit), selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Penggugat telah memberikan fasilitas kredit/utang kepada PT. Mega Graha International. Untuk menjamin terlaksananya pembayaran kembali beberapa Fasilitas Kredit/Utang yang telah dikucurkan oleh Penggugat kepada debitornya ini, maka selanjutnya sang debitor memberikan agunan kepada Penggugat, antara lain Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 3505/Meruya Utara, yang kemudian dibebani dengan Jaminan Hak Tanggungan.
Dalam perkembangannya, sang debitor jatuh dalam keadaan Pailit dengan segala akibat hukumnya berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 16/Pdt-Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., tertanggal 23 Juli 2015. Penggugat selaku pemegang Hak Tanggungan, merasa berhak untuk melaksanakan lelang eksekusi Hak Tanggungan atas SHGB No. 3505/Meruya Utara.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, menyatakan:
“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
Sementara bila dikaitkan dengan keberlakuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang :
“Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.”
Selanjutnya, Penggugat mengajukan Permohonan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan terhadap SHGB No. 3505/Meruya Utara tersebut di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV pada tanggal 15 September 2015.
Namun ternyata terhadap Permohonan Lelang tersebut KPKNL Jakarta IV menyatakan tidak dapat melanjutkan permohonan lelang eksekusi Hak Tanggungan atas SHGB No. 3505/Meruya Utara, dengan alasan SHGB tersebut telah dimasukkan oleh Tergugat ke dalam Daftar Aset Sementara PT. Mega Graha International (Boedel Pailit)—yang mana menggarisbawahi perbuatan kurator, bila memasukkan agunan dalam boedel pailit ketika status debitor masih dalam masa insolvensi, adalah jelas merupakan Perbuatan Melawan Hukum karena mengamputasi hak Kreditor Separatis.
Keganjilan berikutnya, SHGB No. 3505/Meruya Utara adalah milik/terdaftar atas nama The Hwie Gwan, sehingga bukan merupakan harta/boedel pailit PT. Mega Graha Internasional.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 02/Pdt.Sus- GLL/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 17 Maret 2016, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut :
“Menimbang bahwa dari hal-hal yang terbukti tersebut diatas menurut pendapat Majelis Hakim sebidang Tanah dan Bangunan SHGB No. 3505/Meruya Utara adalah merupakan Aset PT. Mega Graha International dan merupakan jaminan pembayaran hutang PT. Mega Graha International kepada Penggugat, bukan jaminan pembayaran hutang The Hwie Gwan secara pribadi kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa karena sebidang Tanah dan Bangunan SHGB No. 3505/Meruya Utara adalah merupakan jaminan pembayaran hutang PT. Mega Graha International (Dalam Pailit) kepada Penggugat. Maka tuntutan Penggugat yang menyatakan bahwa sebidang Tanah dan Bangunan SHGB No. 3505/Meruya Utara 3505 tidak termasuk dalam Harta / Boedel Pailit PT. Mega Graha International dan meminta agar SHGB No. 3505/Meruya Utara 3505 tersebut dikeluarkan dari Daftar Harta/Boedel Pailit, menurut pendapat Majelis Hakim tidak beralasan dan harus dinyatakan ditolak;
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA
Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 24 Maret 2016 dan kontra memori tanggal 5 April 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan, tanah sengketa a quo / Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 3505/Meruya Utara merupakan asset PT. Mega Graha International yang merupakan jaminan pembayaran hutang kepada Penggugat dan sesuai ketentuan sebagai kreditur separatis Penggugat telah diberi kesempatan untuk menjual sendiri selama 2 (dua) bulan namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 02/Pdt.Sus-GLL/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 17 Maret 2016 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. BANK OCBC NISP, Tbk. tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. BANK OCBC NISP, Tbk. tersebut.”
Note SHIETRA & PARTNERS:
Bila agunan yang diikat Hak Tanggungan tercatat atas nama kepemilikan “pemberi jaminan kebendaan murni”, bukan “pemberi jaminan kebendaan sekaligus merangkap debitor”, maka konstruksi pertimbangan hukum Majelis Hakim dan Mahkamah Agung diatas perlu dikoreksi, karena terjadi salah kaprah—karena dipertimbangkan ‘tidak pada tempatnya’.
Pailitnya debitor, maka yang tunduk pada Undang-Undang tentang Kepailitan ialah hanya sang debitor itu semata. Subjek hukum “pemberi / pemilik jaminan kebendaan” yang berbeda dengan “debitor penerima fasilitas kredit”, adalah dua subjek hukum yang saling terpisah.
Karena bila konstruksi yang ada ialah “pemberi jaminan kebendaan murni”, sementara yang pailit ialah sang debitor, maka “pemberi jaminan kebendaan murni” tidak jatuh ataupun tunduk pada Undang-Undang Kepailitan, sehingga tidak tunduk pada ketentuan mengenai insolvensi—karena tidak tunduk pada kaedah insolvensi, maka kreditor pemegang hak pelunasan atas agunan dapat kapan saja mengajukan lelang eksekusi terhadap agunan terlepas apapun status sang debitor kini dalam proses tahapan kepailitan.
Secara sederhana, kurator hanya berwenang untuk melakukan pemberesan terhadap boedel pailit, dan boedel pailit hanya melekat pada harta kekayaan dan kewajiban (passiva dan aktiva) sang debitor dalam pailit. Yang pailit ialah sang debitor, bukan sang “pemilik jaminan kebendaan murni”.
Oleh karenanya bila yang ada ialah konstruksi terpisahnya dua subjek hukum ini, dalam arti debitor tidak merangkap sebagai pemberi / pemilik agunan’, maka kurator tidak berhak untuk mengurus ataupun menguasai agunan yang menjadi hak pelunasan kreditor pemegang Hak Tanggungan.
Yang disebut dengan “inbreng”, ialah ketika seorang / lebih pemegang saham memberikan harta kekayaannya baik berupa benda bergerak ataupun benda tak bergerak, untuk dicatat atas nama (peralihan hak / balik nama) keatas nama badan hukum Perseroan Terbatas—biasanya dikonversi dengan kompensasi sejumlah saham diberikan pada pemberi inbreng.
Jika harta ini yang diagunkan, maka konstruksi yang terjadi “debitor merangkap pemilik agunan”—dengan konsekuensi logis sertifikat alat bukti yuridis tercatat atas nama badan hukum Perseroan. Agunan yang masih tercatat atas nama perorangan atau pihak ketiga, mengindikasikan keberadaan “pemilik agunan murni non debitor”.
Sehingga, ketika sertifikat yuridis tanda bukti kepemilikan masih atas nama perorangan, atau atas nama badan hukum lain, maka antara “debitor penerima faslitas kredit” dengan “pemilik jaminan kebendaan” adalah dua entitas yang saling terpisah—dan tidak dapat dicampur-adukkan.
Ketika kurator mengamputasi hak Kreditor Separatis, dalam konteks masih dalam masa insolvensi atau jika agunan adalah milik “pemberi jaminan kebendaan murni non debitor”, maka sang kurator dapat digugat karena melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Kecuali, bila terdapat fakta hukum bahwa sang pemberi agunan turut jatuh kedalam status pailit bersama sang debitor, karena adanya perikatan personal / corporate guarantee.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.