Upah Lembur Versus Insentif

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya antara Upah Lembur dengan insentif kerja diluar jam kantor, itu sama atau beda secara hukum?
Brief Answer: Sebenarnya sama saja, apapun istilah atau sebutannya, bila hal tersebut merujuk pada konstruksi hukum hubungan industrial kompensasi yang diberikan pihak Pengusaha atas kesediaan Pekerja untuk terus bekerja hingga diluar jam kerja.
Dalam praktik, terdapat modus perbudakan manusia oleh kalangan Pengusaha, dengan cara sebagai berikut: Pekerja dibebani pekerjaan yang melebihi kapasitas waktu kerja sang Pekerja (overload), dimana Peraturan Perusahaan mengatur bahwa Pekerja yang hendak melakukan lembur wajib mendapat izin dari supervisor divisinya. Izin tersebut dapat diberikan, dapat juga tidak, atau dibuat serumit mungkin prosedur permohonan lembur. Alhasil, Pekerja terpaksa untuk bekerja lembur tanpa Upah Lembur demi menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan padanya. Modus demikian kerap terjadi pada perusahaan jenis Grub Usaha dimana Pengusaha memiliki puluhan badan usaha yang kesemua beban aktivitas puluhan entitas bisnis tersebut dibebankan oleh satu Pekerja yang sama.
PEMBAHASAN:
Meski demikian, SHIETRA & PARTNERS akan merekomendasikan agar dalam Perjanjian Kerja maupun Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama, menggunakan istilah yang sudah lazim dikenal baik, yakni “Upah Lembur”, guna menghindari sengketa yang tidak perlu dikemudian hari, sebagaimana terjadi dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 727 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 23 September 2016, perkara antara:
- PT. POLA KAHURIPAN INTI SAWIT, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- 4 (empat) orang Pekerja/Buruh, selaku Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
perusahaan Tergugat bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit dan pabrik sawit. Para Penggugat bekerja di perusahaan Tergugat dengan sistem kerja sejak tahun 2007 sampai tahun 2014, dimana Para Penggugat masuk kerja kurang lebih mulai jam 07.00 WITA sampai dengan pulang kerja kurang lebih jam 19. 00 WITA.
Penggugat mendalilkan, Tergugat dalam membayar upah kerja lembur kepada para Pekerjanya, terindikasi tidak sesuai dengan perhitungan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur.
Oleh karena perusahaan Tergugat sejak tahun 2007, hanya membayar insentif kepada Para Penggugat sebesar Rp18.000,00 perhari. Sedangkan tahun 2013 membayar insentif kepada Para Penggugat sebesar Rp22.000,00  per hari. Selain insentif tersebut, Tergugat tidak pernah memberikan upah kerja lembur kepada Para Penggugat, sehingga Penggugat menilai bahwa Tergugat tidak membayar Upah Lembur.
Selanjutnya, Para Penggugat mengajukan pengaduan penyimpangan jam kerja kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tanah Laut, dimana terhadapnya Disnaker Bidang Pengawasan mengeluarkan keputusan penetapan pembayaran upah kerja lembur yang mewajibkan Tergugat untuk membayar upah kerja lembur kepada Para Penggugat.
Oleh karenanya Penggugat mengajukan gugatan ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial agar memerintahkan Tergugat untuk membayar upah kerja lembur sesuai penetapan Disnaker Bidang Pengawasan secara tunai tanpa syarat.
Terhadap gugatan para Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Banjarmasin kemudian menerbitkan putusan Nomor 22/PHI.G/2015/PN.BJM. tanggal 14 Maret 2016, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, ... Bahwa terhadap surat pengaduan Para Penggugat sebagaimana bukti P-5 kemudian Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Tanah Laut melalui Pengawas Ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan Tergugat;
“Bahwa ternyata terhadap surat penetapan tersebut tidak ada keberatan baik dari pihak Para Penggugat maupun dari pihak Tergugat;
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian.
2. Memerintahkan Tergugat untuk membayar upah kerja lembur sesuai penetapan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Tanah Laut Bidang Pengawasan secara tunai dan tanpa syarat kepada Para Penggugat, yaitu sebagai berikut:
1. M. Haris sebesarRp26.242.440,00 (dua puluh enam juta dua ratus empat puluh dua ribu empat ratus empat puluh rupiah).
2. Hariyanto Idris Rahmadi sebesar Rp26.662.884,00 (dua puluh enam juta enam ratus enam puluh dua ribu delapan ratus delapan puluh empat rupiah).
3. Hendro Susanto sebesar Rp26.662.884,00 (dua puluh enam juta enam ratus enam puluh dua ribu delapan ratus delapan puluh empat rupiah).
4. Yani sebesar Rp26.662.884,00 (dua puluh enam juta enam ratus enam puluh dua ribu delapan ratus delapan puluh empat rupiah).
3. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, yang dalam keberatannya menyebutkan, sejak awal Para Penggugat sudah mengetahui dan menandatangani Perjanjian Kerja dengan sistem pembayaran upah kerja lembur menggunakan sistem insentif. Surat Penetapan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tanah Laut ditujukan kepada PT. Pola Kahuripan Inti Sawit dan atau PT. Indo Raya Everlatex, tidak dikirimkan tembusannya, sehingga bagaimana mungkin dapat mengajukan keberatan apabila tembusan surat saja tidak disampaikan.
Dimana terhadap keberatan-keberatan pihak Pengusaha, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan tidak dengan suara bulat, dengan kutipan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 19 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 2 Mei 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Banjarmasin tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan ketentuan Pasal 78 ayat (4) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 102/Men/VI/2002, yang pada pokoknya dalam perhitungan upah lembur Para Penggugat, telah dihitung berdasarkan Penetapan Pegawai Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tanah Laut (vide Bukti P-6) dan atas Penetapan Pegawai Pengawas tersebut, Tergugat tidak melakukan keberatan kepada Pegawai Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Selatan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 13 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 102/Men/VI/2004;
“Menimbang, bahwa namun demikian salah satu Hakim Agung anggota menyatakan beda pendapat (dissenting opinion) dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:
“Bahwa alasan-alasan keberatan dari Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti telah tepat dan benar dalam menilai, menimbang dan menerapkan hukumnya, namun demikian putusan Judex Facti sepanjang mengenai pembayaran upah lembur perlu diperbaiki dengan mengurangi uang premi dan uang insentif kehadiran yang dihitung sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2015 karena uang premi dan insentif kehadiran merupakan kompensasi kelebihan waktu kerja yang sudah disepakati;
“Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat dalam Majelis Hakim dan telah diusahakan musyawarah dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka berdasarkan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Majelis Hakim mengambil putusan dengan suara terbanyak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Banjarmasin dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. POLA KAHURIPAN INTI SAWIT tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. POLA KAHURIPAN INTI SAWIT tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.