PHK terhadap Pegawai Negeri Sipil / Aparatur Sipil Negara

LEGAL OPINION
Question: Apakah hukum yang mengatur karyawan pemerintah dengan karyawan swasta adalah sama, semisal jika di-PHK maka bisa gugat ke PHI?
Brief Answer: Ranah hukum ketenagakerjaan antara swasta dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) / Aparatur Sipil Negara (ASN) agak berbeda, dari segi umur pensiun, hukum pidana umum penggelapan bagi pegawai yang melakukan pelanggaran penggelapan (sementara pidana Tipikor bagi pegawai negeri yang melakukan KKN), bahkan hingga mekanisme sengketa terkait pemutusan hubungan kerja (PHK).
Salah satu perbedaan paling kentara, amat sangat jarang terdengar adanya PNS / ASN yang menggugat instansi pemerintah tempatnya bekerja untuk dinyatakan putus hubungan kerja disertai kompensasi pesangon—meski tidak mustahil hal tersebut dilakukan, karena adanya kesamaan unsur hubungan industrial: perintah, pekerjaan, dan upah.
Sementara bila pengusaha swasta mem-PHK pihak Pekerja / Buruh, maka masuk dalam ranah sengketa hubungan industrial—dimana PHK baru sah ketika terbit putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Akan tetapi dalam konsepsi PNS / ASN, pemberhentian terhadap aparaturnya oleh hukum lebih dikategorikan sebagai klasifikasi hukum administrasi negara, dimana pihak pemerintah cukup menerbitkan penetapan / keputusan (beschikking) terkait pemecatan dengan hormat / tidak dengan hormat pegawainya, tanpa disyaratkan adanya putusan PHI—meski demikian, sangat jarang terjadi pemecatan dalam internal instansi pemerintah meski pemerintah memiliki hak prerogatif untuk memecat aparaturnya secara sepihak. Penetapan atau surat keputusan itulah, yang dapat menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Perbedaan lainnya, aparatur pegawai pemerintahan, ketika mendapat penetapan pemecatan, tidak menjadi ranah PHI untuk memutus sengketa pemecatan tersebut, namun menjadi ranah hukum administrasi negara, yang wajib menempuh terlebih dahulu upaya keberatan / administratif terhadap atasan atau instansi yang lebih tinggi, yang bila tidak juga membuahkan hasil dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sehingga memang dapat kita katakan bahwa hukum ketenagakerjaan di Indonesia demikian kental nuansa ‘standar ganda’.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi yang SHIETRA & PARTNERS angkat sebagai cerminan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara tata usaha negara dalam tingkat kasasi register Nomor 358 K/TUN/2014 tanggal 22 Oktober 2014, sengketa antara:
- BASTIAN PRABOWO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu sebagai Pembanding, semula Penggugat; melawan
- GUBERNUR PROVINSI JAWA TIMUR, selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Terbanding semula Tergugat.
Objek gugatan dalam perkara ini adalah Keputusan Tergugat tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil terhadap Penggugat. Penggugat adalah Pegawai Negeri Sipil, Satuan Kerja Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur.
Bermula pada tahun 2012, Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan Putusan dalam perkara pidana atas nama Penggugat sebagaimana terdaftar Nomor 1237/Pid.B/2012/PN.SBY terkait tindak pidana Nark*tika. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut, selanjutnya Tergugat menerbitkan keputusan pemecatan terhadap Penggugat.
Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) menyebutkan:
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”
Pasal 53 ayat (1) dan (2) UU PTUN mengatur pula:
(1) Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
(2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Penggugat merasa sangat dirugikan karena Penggugat tidak diperkenankan lagi melanjutkan pekerjaannya sebagai PNS dan hak-hak Penggugat sebagai PNS tidak diterima lagi/dihentikan oleh Negara.
Objek gugatan diterbitkan dengan mendasarkan dirinya pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya daftar Nomor 1237/Pid.B/2012/ PN.SBY tanggal 03 Mei 2012 dan dalam konsiderans objek gugatan, dicantumkan bahwa perbuatan Penggugat merupakan pelanggaran terhadap Pasal 8 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979.
Penggugat menilai, objek gugatan yang diterbitkan oleh Tergugat justru bertentangan dengan Pasal 8 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979, dengan kata lain Pasal 8 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diterapkan dalam objek gugatan, karena jika dicermati secara seksama, Putusan Pengadilan Negeri Surabaya daftar Nomor 1237/Pid.B/2012/PN.SBY tanggal 03 Mei 2012 amarnya secara lengkap adalah sebagai berikut:
“MENGADILI:
1. Menyatakan Terdakwa: BASTIAN PRABOWO Bin CHAMALI SOEJANTO terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Nark*tika Golongan I Bagi Dirinya Sendiri”;
2. Menjatukan pidana kepada Terdakwa BASTIAN PRABOWO Bin CHAMALI SOEJANTO oleh karena itu dengan Pidana penjara selama 1 (satu) tahun.”
Hanya saja, putusan pidana tersebut disebutkan pula, penjara tidak perlu dilakukan Terpidana bila mengikuti proses rehabilitasi, dan Penggugat mengikuti proses rehabilitasi sebagai pengganti hukuman penjara. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 (yang dalam objek gugatan malah dijadikan bagian dari konsiderannya), mengatur sebagai berikut:
“Dihukum penjara, berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena dengan sengaja melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara setinggi-tingginya 4 (empat) tahun, atau diancam dengan pidana yang lebih berat.”
Dengan demikian, objek gugatan yang diterbitkan oleh Tergugat bertentangan dengan Pasal 8 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979, atau dengan kata lain ketentuan tidak dapat diterapkan dalam objek gugatan, mengingat Penggugat hanya dikenakan vonis 1 tahun dan itupun dengan hukuman alternatif rehabilitasi.
Sementara pihak Pemerintah mendalilkan, apabila keberatan terhadap Keputusan Tata Usaha dimaksud, semestinya melalui upaya administrasi sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 48 UU PTUN, bukan serta-merta menggugat. PTUN barulah berwenang memeriksa dan memutus perkara banding administrasi sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (3) UU PTUN.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya kemudian mengambil putusan, yaitu Putusan Nomor 80/G/2013/PTUN.SBY. tanggal 26 September 2013, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim, meskipun hukuman yang dijatuhkan berupa rehabilitasi, namun yang terpenting adalah perbuatan pidana yang dilakukan telah dinyatakan terbukti dan masa rehabilitasi yang dijatuhkan diperhitungkan dengan masa pidana yang dijatuhan selama 1 (satu) tahun;
“Sehingga penafsiran Penggugat, tentang Penggugat tidak pernah dijatuhi pidana penjara tidaklah beralasan. Oleh karena itu tindakan Tergugat dalam menerapkan Pasal 8 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 dalam penerbitan Objek Sengketa a quo telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa yang menjadi ukuran dapat tidaknya Penggugat diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah berdasarkan ancaman pidananya sebagaimana Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan Pasal 8 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979.
“Dan oleh karena tindakan pidana yang dilakukan oleh Penggugat diancam dengan pidana penjara 4 paling lama (empat) tahun maka terhadap dasar atau petimbangan Tergugat dalam objek sengketa a quo yang memberhentikan Penggugat dengan tidak hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah sudah tepat”
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan Putusan Nomor 33/B/2014/PT.TUN.SBY. tanggal 12 Maret 2014.
Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil bahwa objek sengketa diterbitkan oleh Tergugat tanpa dasar hukum, yaitu Pemohon Kasasi diberhentikan karena dianggap melanggar Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979, padahal Penggugat hanya diancam dengan pidana 1 (satu) tahun, bukan minimal 4 (empat) tahun sebagaimana Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979.
Dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Putusan Judex Facti sudah benar dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa penerbitan Objek Sengketa sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Penggugat diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1237/Pid.B/2011/PN.SBY. tanggal 3 Mei 2012 yang menyatakan Penggugat bersalah melakukan tindakan yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan masa rehabilitasi diperhitungkan dengan masa pidana yang dijatuhkan selama 1 (satu) tahun;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: BASTIAN PRABOWO tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: BASTIAN PRABOWO tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.