Hak Prerogatif Pengusaha untuk Mengangkat Pekerja Tetap

LEGAL OPINION
Question: Management pabrik sedang merencanakan, karena buruh-buruh kontrak kami akan segera habis masa kerja kontraknya, ada beberapa atau sebagian saja yang hendak dilanjutkan atau diangkat sebagai pekerja tetap. Apa tidak akan ada masalah, bila sebagian atau beberapa saja dari mereka yang kemudian ditetapkan melanjutkan kerja, sementara sisanya putus karena habis masa kerja?
Brief Answer: Evaluasi pengangkatan Pekerja Kontrak menjadi Pekerja Tetap, merupakan hak prerogatif pihak Pengusaha. Tidak terdapat pengaturan hukum yang mewajibkan pihak Pengusaha untuk memilih mengakhiri seluruh hubungan kerja kontrak atau sebaliknya untuk mengangkat seluruh Pekerja Kontrak menjadi Pekerja Tetap.
Oleh karenanya penilaian berbasis prestasi dan kinerja selama berstatus Pekerja Kontrak, untuk menjadi bahan pertimbangan agar dapat diangkat sebagai Pekerja Tetap, tak bisa diganggu-gugat pihak Pekerja Kontrak lain yang tidak dilanjutkan hubungan kerjanya oleh Pengusaha ketika berakhir masa kontrak. Bila pihak Pekerja bersedia tetap bekerja namun pihak Pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan industrial, maka tiada tercapai kesepakatan. karena tiada kesepakatan, maka tiada perikatan.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS akan merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 420 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 12 Agustus 2015, perkara antara:
- 9 (sembilan) orang Pekerja, sebagai Pemohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat; melawan
- PT. SAMHONGSA MOTOR INDONESIA (PT. SAMOIN), selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat.
Tergugat adalah perusahaan PMA dari Korea Selatan yang bergerak dibidang Pembuatan komponen elektronik spindle motor. Diadakan bipartit antara Tergugat dan Penggugat, menghasilkan kesepakatan antara lain: Menghapus Pekerja Outsourcing di Line Produksi diangkat menjadi pekerja tetap.
Hasil perundingan kemudian dituangkan dalam Perjanjian Bersama antara pihak Pekerjan dan pihak Pengusaha, dengan isi kesepakatan:
“Bahwa kedua belah pihak mempertimbangkan untuk mematuhi Undang-Undang dan ketentuan yang berlaku mengenai tenaga alih daya (outsorching) dan telah saling mengerti mengenai hal-hal sebgai berikut:
5) Bahwa Pihak Tergugat berkewajiban menghapus pekerja outsorching dan merubah status hubungan kerja pekerja menjadi karyawan Samoin dengan ketentuan sebagai berukit:
a. Masa kerja 1 (satu) tahun keatas diangkat menjadi karyawan Tetap PT. Samoin;
b. Surat Keputusan (SK) diberikan kepada karyawan yang diangkat menjadi karyawan tetap paling lambat tanggal 31 Juli 2012;
c. Masa kerja I (satu) kebawah menjadi kontrak PT, SAMOIN dan Perjanjian kerja diberikan kepada yang bersangkutan paling lambat tanggal 23 Juli 2012;
d. Masa kerja untuk point 4 dan 5 dihitung mulai sejak adanya hubungan kerja terjadi;
9) Perjanjian Bersama ini didaftarkan dan/atau dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri kelas 1A Bandung dan Pengadilan Negeri Bekasi;
10) Perjanjian Bersama ini dibuat dan ditandatangani untuk dijadikan pedoman oleh semua pihak.”
Perjanjian Bersama sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata, sebagai asas pacta sunt servanda, dimana Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan:
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. Kesepakatan kedua belah pihak;
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Menjadi isu hukum, apakah sepakat antara Pengusahan dan Pekerja, otomatis Perjanjian Bersama mengikat dan berlaku bagi para pihak, saat itu juga?
Bipartit antara Tergugat dan Penggugat, membahas teknis pengangkatan karyawan Outsourcing menjadi Karyawan tetap (PKWTT), sehingga didapati kesepakatan dalam Notulen sebagai berikut:
“Management mengangkat karyawan outsourcing menjadi karyawan tetap yang sudah bekerja diatas 2 tahun secara bertahap pada tanggal 1 agustus 2012 sampai dengan 31 Desember 2012 sesuai Evaluasi (absensi).”
Dalam rangkaian bipartit selanjutnya, disepakati dalam Notulen, antara lain:
“Pihak Tergugat siap menjadikan karyawan kontrak pada tanggal 1 September 2012 berdasarkan Evaluasi yang kerjanya bagus diangkat kontrak lebih dulu yang kerjanya kurang bagus paling belakang, kontrak kerja yang dimaksud adalah kontrak Pembaharuan Maksimal 1 Tahun, setelah itu menjadi Karyawan Tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) di PT. Samhongsa Motor Indonesia (PT. SAMOIN) dan tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja Selama masa tersebut.”
“Karyawan yang mempunyai masa kerja diatas 2 tahun, ... diangkat menjadi karyawan kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan status kontrak Pembaharuan selama 1 tahun dimulai pada tanggal 1 Januari 2013, jika Absensi dan Evaluasi bagus langsung diangkat menjadi karyawan Tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).”
“Apabila evaluasi absensi bagus diangkat menjadi karyawan Tetap Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), apabila Absensi kurang bagus maka selesai (habis masa Kontrak kerjanya).”
Tidak dijalankannya kesepakatan Perjanjian Bersama pada tanggal 16 Juli 2012 maupun hasil rangkaian bipartit tentang teknis pengangkatan PKWTT, Penggugat melayangkan surat permintaan Mediasi kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, namun tidak tercapai kesepakatan. Pihak Disnaker selanjutnya menerbitkan anjuran, dengan substansi:
1. Hubungan kerja antara pekerja sebagaimana tersebut dibawah ini dengan pihak pengusaha PT. SAMOIN tidak terputus;
2. Status hubungan kerja sebagaimana tersebut pada angka 1 (satu) diatas berubah dari PKWT menjadi PKWTT terhitung sejak adanya Perjanjian Bersama tanggal 16 Juli 2012;
3. Pihak Pengusaha PT. SAMOIN membayar upah pekerja sebagaimana tersebut pada angka 1 (satu) diatas selama tidak dipekerjakan sesuai dengan upah minimum yang berlaku.”
Dengan demikian Pengusaha dinilai melanggar ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Pasal 1338 KUHPerdata, oleh sebab tidak melaksanakan Perjanjian Bersama, alias cidera janji. Sementara dalam bantahannya, pihak Pengusaha mendalilkan bahwa perusahaan sedang melakukan rasionalisasi, dengan tidak memperpanjang bagi karyawan yang telah habis masa kontraknya. Hal ini adalah dibenarkan secara hukum, karena bagi karyawan yang telah habis masa kontraknya, maka hubungan kerjanya akan berakhir demi hukum terhitung habisnya masa kerja dalam kontrak.
Tidak semua karyawan yang akan habis masa kontraknya, oleh Tergugat dilakukan evaluasi yang meliputi : Kinerjanya (produktifitas), kedisiplinan dan perilakunya. Dengan evaluasi tersebut diharapkan perusahaan mendapatkan karyawan yang baik dari sisi kinerja, kedisiplinannya serta attitude-nya. Akan tetapi terhadap para Penggugat kiranya dari hasil evaluasinya belum cukup untuk dapat dipertahankan, apalagi dipromosikan sebagai karyawan tetap.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung kemudian mengambil putusan, sebagaimana Nomor 201/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Bdg. tanggal 22 April 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa surat Perjanjian Bersama, Majelis Hakim berpendapat dan mempertimbangkan bahwa perjanjian bersama tersebut merupakan perjanjian bersyarat sebagaimana Pasal 1235 KUHPerdata yang berbunyi “suatu perikatan adalah bersyarat manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa itu” hal ini terbukti dalam perjanjian bersama tersebut pada angka 9 (sembilan) dinyatakan bahwa perjanjian ini didaftarkan dan atau dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung dan Pengadilan Negeri Bekasi sebagaimana bukti P-4 berupa Perjanjian Bersama, akan tetapi fakta yang terungkap di persidangan, perjanjian bersama tersebut belumlah mengikat bagi para Penggugat maupun Tergugat sehingga perjanjian bersama tersebut belumlah sah secara Hukum;
“Perjanjian waktu tertentu (PKWT) menjadi perjanjian waktu tidak tertentu (PKWTT) atas evaluasi Tergugat;
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
- Menolak gugatan para Penggugat untuk seluruhnya.”
Pihak Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mengemukakan bahwa terkait Perjanjian Bersama, Penggugat sudah meminta kepada Tergugat untuk bersama-sama mendaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Bandung, akan tetapi pihak Tergugat tidak mau ikut bersama untuk mendaftarkannya.
Note SHIETRA & PARTNERS: Yang semestinya menjadi permintaan Penggugat dalam gugatannya, ialah agar pengadilan memerintahkan pihak Pengusaha untuk patuh dan melaksanakan perikatan dalam Perjanjian Bersama yang telah disepakati, yakni untuk mendaftarkan Perjanjian Bersama ke pengadlan—karena Perjanjian Bersama tersebut sah, hanya tinggal disempurnakan lewat dicatatkan pada PHI.
Penggugat sudah mempertanyakan kepada Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, terkait syarat pendaftaran Perjanjian Bersama, syaratnya antara lain: harus melampirkan Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP), sedangkan SIUP tidak dipinjamkam/diberikan oleh pihak Tergugat, sehingga Perjanjian Bersama tidak bisa didaftarkan.
Penggugat oleh karenanya berkeberatan terhadap pendapat Majelis Hakim yang menilai Perjanjian Bersama tidak dapat ditafsirkan sebagai perjanjian bersyarat, karena menurut Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yaitu: Perjanjian Bersama mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Menimbang, bahwa Judex Facti sudah tepat dan benar;
“Menimbang, bahwa telah sesuai dengan perjanjian bipartite yang pada dasarnya menyatakan bahwa pengangkatan para Penggugat dalam Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) ditentukan atas evaluasi dari Tergugat kepada para Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh para Pemohon Kasasi : Asyiah, dkk. tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi : 1. ASYIAH, 2. DAHLIA BT DALIM, 3. DEDE NENGSIH, 4. MANIH MARIAM, 5. MARLINA, 6. NASIPAH, 7. SALMAH, 8. SIMIH, 9. SRI NURYANAH tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.