Pengurus Dipenjara & Korporasi Divonis Pidana Denda

LEGAL OPINION
Question: Kalau salah satunya, misal direkturnya sudah dipidana dan dikenakan vonis, atau bila perusahaan yang dijatuhi hukuman sanksi pidana denda, apa artinya salah satunya saja yang menanggung resiko konsekuensi pidana? Atau apa mungkin bisa kena keduanya?
Brief Answer: Secara falsafah, korporasi tak lepas dari rencana dan aksi yang di-otak-i, digerakkan, dan dikendalikan oleh manajemen (pengurusnya), karena itu bisa dikatakan bahwa korporasi adalah personifikasi dari kehendak batin pengurusnya—sehingga sifatnya kumulatif-imperatif, bukan fakultatif-alternatif. Badan hukum adalah benda mati, yang tidak memiliki kehendak sendiri, dan tidak mungkin bergerak tanpa "otak intelektual".
Hal ini terutama dan digarisbawahi dalam penuntutan tindak pidana korupsi (Tipikor), dimana sang pengurus dikenakan sanksi vonis pidana penjara, sementara vonis pidana uang pengganti (atau sanksi pidana denda dalam delik umum) dibebankan kepada harta kekayaan korporasi yang menjadi wadah aksi Tipikor sang pengurusnya.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi yang mencerminkan falsafah “tindak pidana pengurus dan penyalahgunaan korporasi” dapat merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI perkara Tipikor register Nomor 787 K/Pid.Sus/2014 tanggal 10 Juli 2014 yang diperiksa dan diputus oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, Mohamad Askin, dan Ms. Lumme, dimana yang dijadikan sebagai Terdakwa ialah seorang pejabat (direktur utama) pada PT. Indosat Mega Media (PT. IM2).
Terhadap dakwaan Jaksa Penuntut, adapun yang menjadi putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 01/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Pst tanggal 08 Juli 2013, dengan amar lengkap sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa Indar Atmanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “KORUPSI DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan Pidana Penjara selama 4 (empat) tahun dan menjatuhkan Pidana Denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan bila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
3. Menghukum PT.Indosat Mega Media (PT. IM2) membayar uang pengganti sebesar Rp1.358.343.346.674,00 (satu triliun tiga ratus lima puluh delapan miliar, tiga ratus empat puluh tiga juta tiga ratus empat puluh enam ribu enam ratus tujuh puluh empat rupiah) Paling lama dalam waktu 1 (satu) tahun setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
4. Menetapkan lamanya penahanan kota yang pernah dijalani oleh Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dengan pidana penjara yang dijatuhkan.”
Dalam tingkat banding, terbit putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 33/PID/TPK/2013/PT.DKI. tanggal 12 Desember 2013, yang menghilangkan penghukuman pidana wadah korporasi, dengan amar sebagai berikut :
- Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Terdakwa;
- Mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 01/PID.Sus/TPK/2013/PN.JKT.PST tanggal 08 Juli 2013 yang dimintakan banding tersebut, sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut;
MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa Indar Atmanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “KORUPSI DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan Pidana Penjara selama 8 (delapan) tahun dan menjatuhkan Pidana Denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan bila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan lamanya penahanan kota yang pernah dijalani oleh Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dengan pidana penjara yang dijatuhkan.”
Baik Jaksa maupun Terpidana mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum korektif serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan dari Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa perbuatan Terdakwa selaku Direktur Utama PT. IM2 menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT. Indosat merupakan perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara memenuhi unsur-unsur Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001;
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasai II / Terdakwa tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
“Bahwa perbuatan Terdakwa selaku Direktur Utama PT. IM2 menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT. Indosat dan sejak penandatanganan perjanjian kerjasama tersebut PT. IM2 telah menggunakan tanpa hak frekuensi 2,1 GHz (3G) milik PT. Indosat, penggunaan frekuensi 2,1 GHz (3G) oleh IM2 merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000, Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2006, Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000, Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000;
“Bahwa akibat perbuatan Terdakwa selaku Direktur Utama PT. IM2 bekerja sama dengan Kaizad B. Heerjee (Wakil Direktur Utama PT. IM2), yang melawan hukum dan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.358.343.346.674,00 (satu triliun tiga ratus lima puluh delapan miliar tiga ratus empat puluh tiga juta tiga ratus empat puluh enam ribu enam ratus tujuh puluh empat rupiah) sesuai Laporan Hasil Perhitungan oleh BPKP Nomor SR-1024/D6/I/2012 tanggal 9 November 2012;
“Menimbang, bahwa terhadap alasan Judex Facti (Pengadilan Tinggi) yang tidak membebankan Uang Pengganti kepada Terdakwa, Mahkamah Agung berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi : “Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya”;
“Menimbang bahwa dengan demikian pertanggungjawaban menurut ketentuan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) ini dilakukan oleh Korporasi dan/atau pengurusnya. Hal ini mengandung arti bahwa undang-undang menganut sistem pertanggungjawaban secara kumulatif-alternatif dalam penuntutan dan penjatuhan sanksi pidana yakni terhadap korporasi dan atau pengurusnya.
“Oleh karenanya meskipun Jaksa Penuntut Umum tidak melakukan penuntutan secara khusus terhadap korporasi (PT. IM2), namun peran Terdakwa dalam surat dakwaan adalah dalam kapasitas sebagai Direktur Utama PT. IM2, sehingga pidana tambahan berupa uang pengganti sebagaimana telah disebutkan di atas dapat dijatuhkan kepada Terdakwa dalam kapasitas dalam hal ini sebagai Direktur Utama PT. IM2 dan atau terhadap korporasi PT. IM2. Oleh karenanya Mahkamah Agung berpendapat perlu memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi dengan menjatuhkan Uang Pengganti kepada Korporasi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan Undang-Undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/ Penuntut Umum dan Pemohon Kasasi II/ Terdakwa tersebut harus ditolak dengan memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi tersebut di atas;
“Memperhatikan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Undang-Undang Nomor : 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/ Terdakwa : INDAR ATMANTO tersebut;
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/ Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut;
“Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 33/PID/TPK/2013/PT.DKI. tanggal 12 Desember 2013 yang mengubah Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 01/Pid.Sus/TPK/2013/PN.Jkt.Pst tanggal 08 Juli 2013 sekedar mengenai pidana denda dan uang pengganti sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa Indar Atmanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “KORUPSI DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan Pidana Penjara selama 8 (delapan) tahun dan menjatuhkan Pidana Denda sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan bila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
3. Menghukum PT. Indosat Mega Media (PT. IM2) membayar uang pengganti sebesar Rp1.358.343.346.674,00 (satu triliun tiga ratus lima puluh delapan miliar tiga ratus empat puluh tiga juta tiga ratus empat puluh enam ribu enam ratus tujuh puluh empat rupiah) dengan ketentuan apabila PT. Indosat Mega Media (PT. IM2) tidak membayar uang pengganti tersebut paling lambat 1 (satu) bulan sesudah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda PT. Indosat Mega Media (PT. IM2) disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut;
4. Menetapkan lamanya penahanan kota yang pernah dijalani oleh Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dengan pidana penjara yang dijatuhkan;
5. Memerintahkan Terdakwa untuk ditahan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.