LEGAL OPINION
Question: Perusahaan yang saya dirikan (berbentuk Perseroan Terbatas) sebelumnya telah meminjamkan aset kepada seorang penyewa, namun hingga berakhir masa sewa, aset perusahaan tidak kunjung dikembalikan. Saya kebetulan hanya seorang pemegang saham minoritas. Direktur perusahaan tidak mau bersikap tegas terhadap pihak penyewa, karena pihak penyewa adalah afiliasi dari pemegang saham mayoritas. Apa boleh, bila saya mengajukan gugatan terhadap si peminjam aset perusahaan saya? Aset tanah itu dulu saya inbreng-kan pada perusahaan saat pertama kali kami dirikan.
Brief Answer: Bila aset yang disewa/dipinjamkan adalah aset atas nama perseroan terbatas, maka aset tersebut masuk dalam kategori harta kekayaan badan hukum perseroan, sebagai suatu subjek hukum yang mandiri yang tidak tercampur baur dengan kekayaan pengurus maupun para pemegang saham. Oleh karenanya setiap badan hukum perseroan terbatas memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) tersendiri.
Karena menjadi harta kekayaan milik perseroan saat inbreng dilakukan, maka aset tersebut bukan lagi menjadi harta milik pribadi pendiri / pemegang saham, namun telah tercatat sebagai harta kekayaan badan hukum. Karena itulah yang memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan terkait aset milik perseroan ialah perseroan itu sendiri yang diwakili oleh para Direksinya.
Itulah salah satu kelemahan berposisi sebagai pemegang saham minoritas, sebagaimana yang telah banyak SHIETRA & PARTNERS temukan fakta aksi korporasi demikian dalam praktiknya, terutama perseroan berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA).
Terlagi pula, pribadi pemegang saham bukanlah masuk dalam kategori Organ Perseroan. Yang menjadi Organ Perseroan, secara limitatif ialah: Rapat Umum Pemegang Saham (kolektif para pemegang saham), Direksi, dan Dewan Komisaris. Namun untuk lebih lanjut dapat disimak pada artikel perihal konsepsi baru mengenai derivative suit / action.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut SHIETRA & PARTNERS angkat sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa gugatan perdata register Nomor 680 K/Pdt/2006 tanggal 9 Nopember 2006 yang diperiksa dan diputus oleh Hakim Agung Harifin A. Tumpa, I Made Tara, dan Rehngena Purba, perkara antara:
- HARRYANTO DJUNARTO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
1. TIO ANG KHIANG/AKHIANG; 2. TJHAI TJAW HA/CAU H; 3. DJUI TJIANG/AMENG; 4. ANG HIONG/AHIONG; 5. DJOEI TONG/ATHONG; dan 6. SPEI LONG/AONG; sebagai Para Termohon Kasasi, dahulu para Penggugat.
Para Penggugat dan Tergugat adalah sebagai Komisaris dan Pemegang Saham PT. Cita Jaya Raya. Guna merealisasikan operasional perseroan yang didirikan, kepada Tergugat PT. Cita Jaya Raya telah diberikan dana sebesar Rp.1.828.900.000,- untuk membeli peralatanan/perlengkapan (inbreng).
Pihak Tergugat merupakan pendiri perseroan sekaligus disaat bersamaan juga sebagai pihak yang memiliki hutang kepada perseroan. Sementara itu pihak Terggugat dalam bantahannya mendalilkan, gugatan tidak jelas dan ‘kabur’, karena:
a. Status Penggugat, dalam perkara ini adalah dalam kwalitas pribadi justru bukan mewakili perusahaan PT. Cita Jaya Raya;
b. sedangkan Posita dan Petitum dalam gugatan ialah perihal hubungan hukum hutang-piutang antara Tergugat dengan PT. Cita Jaya Raya.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Tanjungpinang telah mengambil putusan, yaitu putusannya No.10/Pdt.G/2004/PN.TPI. tanggal 16 Maret 2005 dengan amar sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
- Menolak eksepsi dari Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA :
- Mengabulkan gugatan Penggugat-Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
- Menghukum Tergugat untuk membayar kepada para Penggugat uang sebesar Rp.485.800.860,- (empat ratus delapan puluh lima juta delapan ratus ribu delapan ratus enam puluh rupiah) secara tunai dan sekaligus;
- Menolak gugatan Penggugat-Penggugat untuk selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri diatas telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Riau dengan putusannya No.63/PDT/2005/PTR. tanggal 08 Agustus 2005. Selanjutnya Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi, para Penggugat bertindak untuk dan atas nama PT. Cita Jaya Raya, sebuah Perseroan Terbatas yang telah berbadan hukum sesuai dengan Surat Keputusan pengesahan oleh Pemerintah RI.
Sehingga PT. Cita Jaya Raya adalah suatu perseroan yang mendapat pengakuan yuridis (legal entity), sebagai perseroan yang berbadan hukum. Dan sebagaimana perseroan-perseroan yang telah berbadan hukum, maka setiap organ perseroan PT. Cita Jaya Raya tunduk kepada UU Perseroan Terbatas.
Hanya direksi yang memiliki penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan, sehingga baik pemegang saham, komisaris maupun atas nama pribadi tidak dapat mewakli perusahaan di dalam maupun di luar Pengadilan.
Yang boleh mewakili perusahaan baik dalam/luar Pengadilan adalah Direktur dan tentang ihwal ini dipertegas dalam akta Pendirian Perseroan Terbatas PT. Cita Jaya Raya tentang tugas dan wewenang direksi. Namun dalams gugatan, para Pengguat telah memposisikan diri selaku pribadi.
Oleh karena gugatan yang diajukan oleh Penggugat dengan subjek hukum sebagai pribadi pemegang saham, maka gugatan telah diajukan oleh subyek yang tidak berwenang. Dengan tidak berwenangnya pribadi pemegang saham dan/atau Komisaris dalam mewakili kepentingan perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan, maka putusan judex factie sudah seyogianya dikoreksi.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung kemudian membuat pertimbangan yang memiliki penegasan penting, serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan karena judex facti telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :
“Bahwa uang yang digugat Penggugat dari Tergugat adalah uang PT. Cita Jaya Raya yang diberikan kepada Tergugat untuk dikelola, oleh karena itu yang berhak menggugat adalah Direksi PT. Cita Jaya Raya, bukan sebagai pribadi pemegang saham;
“Bahwa dengan demikian Penggugat sebagai pemegang saham tidak berkwalitas sebagai Penggugat (persona standi in judicio);
“Bahwa atas dasar hal tersebut ada alasan mengabulkan kasasi dan membatalkan putusan judex facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan apa yang dipertimbangkan diatas tanpa perlu mempertimbangkan keberatan kasasi lainnya, putusan Pengadilan Tinggi Riau No.63/Pdt/2005/PT.R. tanggal 08 Agustus 2005 dan putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang No.10/Pdt.G/2004/PN.TPI tanggal 16 maret 2005 tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan amar seperti dibawah ini;
“M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: HARRYANTO DJUNARTO tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Riau No.63/Pdt/2005/PT.R. tanggal 08 Agustus 2005 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang No.10/Pdt.G/2004/PN.TPI. tanggal 16 Maret 2005;
“MENGADILI SENDIRI :
“Menyatakan tidak dapat diterima gugatan para Penggugat tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.