Pelaku Pasif Konteks Pidana Pencucian Uang TPPU

LEGAL OPINION
Question: Di undang-undang TPPU ada kata-kata menerima penempatan dana, nah maksudnya itu menerima untuk memiliki atau menerima penitipan saja sekalipun bisa kena ancaman TPPU?
Brief Answer: Tampaknya praktik peradilan memaknai “penempatan dana” dalam konteks Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagai menerima untuk memiliki, menerima untuk menadah, menerima untuk menyimpan, menerima untuk menitipkan, dsb. Oleh karenanya, saat ini setiap lembaga keuangan merasa wajib untuk menerapkan prinsip know your customer yang berupa formulir pertanyaan perihal sumber asal perolehan dana yang dititipkan nasabah, tidak terkecuali lembaga investasi dan money changer.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut dapat menjadi rujukan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana Tindak Pidana Korupsi dan TPPU register Nomor 1621 K/PID.SUS/2013 tanggal 08 Oktober 2013 yang diperiksa dan diputus oleh Hakim Agung ARTIDJO ALKOSTAR, M. ASKIN, dan MS. LUMME, dimana ERVAN FAJAR MANDALA menjadi Terdakwa dalam kedudukannya selaku Direktur PT Reliance Asset Management.
Dalam tingkat kasasi yang diajukan oleh pihak Jaksa, terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Setiap orang;
2. Menerima atau menguasai: a) Penempatan, b) pentransferan, c) pembayaran, atau g) penukaran harta kekayaan;
3. Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
“Menimbang, bahwa Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah mengenai penyertaan (deelneming), yang rumusannya berbunyi : ‘Dipidana sebagai pelaku tindak pidana, orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan.’;
“Menimbang, bahwa Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah mengenai perbuatan berlanjut (voorgezette handeling);
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan unsur-unsur dakwaan dihubungkan dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di depan persidangan, yakni sebagai berikut:
ad. 1. Unsur ‘Setiap Orang’.
“Menimbang, bahwa pengertian "setiap orang" dalam unsur ini dapat dijumpai dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyatakan bahwa : setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi;
“Menimbang, bahwa dengan demikian, rumusan ‘setiap orang’ dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 tahun 2003 tersebut, menurut Majelis Hakim ialah siapa saja, artinya setiap orang yang karena kedudukan dan perbuatannya disangka atau didakwa melakukan suatu tindak pidana pencucian uang, baik ia pegawai negeri/penyelenggara negara maupun bukan pegawai negeri/penyelenggara Negara atau badan hukum;
“Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap di depan persidangan perkara ini diperoleh adanya fakta hukum bahwa Terdakwa menjabat sebagai Direktur PT Reliance Asset Management (RAM) berdasarkan Akta Notaris Nomor 42 yang diperbaharui dengan Akta Pernyataan Keputusan para Pemegang Sahan sebagai pengganti RUPS Nomor 107 Tanggal 31 Januari 2005;
ad. 2. Unsur "Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan ... atau penukaran harta kekayaan".
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak saja mengkriminalisasi pelaku aktif yang melakukan perbuatan penempatan, pentrasferan atau perbuatan lainnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 terhadap harta kekayaan, tetapi juga kepada siapa saja yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan atau tindakan lainnya sebagaimana diuraikan dalam Pasal 3 UU TPPU. Setiap orang yang menerima atau menguasai harta kekayaan disebut sebagai pelaku pasif;
“Menimbang, bahwa perbuatan yang didakwakan dalam unsur ini mengandung pilihan atau alternatif, yaitu menerima atau menguasai. Demikian juga dengan perbuatan yang mendahului sebelum diterimanya atau dikuasainya harta kekayaan, apakah harta kekayaan yang diterimanya atau dikuasainya berasal dari suatu penempatan atau pentransferan atau perbuatan lainnya. Untuk membuktikan apakah perbuatan Terdakwa memenuhi unsur tindak pidana yang didakwakan, cukup dengan terbuktinya salah satu elemen unsur tersebut menurut hukum;
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di depan persidangan perkara ini diperoleh adanya fakta hukum sebagai berikut:
a. Bahwa setelah PT. Askrindo yang diwakili oleh Zulfan Lubis dengan Terdakwa selaku Direktur PT. RAM dan JOSEP GINTING selaku Direktur Utama PT. RAM menyetujui syarat penempatan investasi, Terdakwa diminta mengajukan surat penawaran investasi ke PT. Askrindo;
b. Bahwa setelah surat penawaran investasi dianalisa dan disetujui oleh PT. Askrindo, Rene Setyawan atau Zulfan Lubis selaku Direktur Keuangan dan Tl menandatangani surat perintah pemindahbukuan (SPPB) dan Bilyet Giro untuk mentransfer dana penempatan investasi PT. Askrindo ke rekening PT. RAM;
c. Bahwa jumlah dana yang ditransfer dari rekening bank PT Askrindo ke rekening bank PT RAM adalah sejumlah Rp.90.000.000.000,- (sembilan puluh milyar rupiah);
“Menimbang, bahwa dengan masuknya dana PT Askrindo ke rekening bank PT RAM berarti sudah ada pemindahan harta kekayaan, dalam hal ini adalah uang, dari PT Askrindo ke PT RAM. Namun pemindahan uang tersebut tidak mengubah status kepemilikan uang, karena sifatnya adalah investasi yang suatu saat akan dikembalikan ke atau ditarik oleh PT Askrindo. PT RAM tidak menguasai atas uang milik PT Askrindo. Dengan demikian unsur ‘menerima pentransferan harta kekayaan’ lebih tepat dalam perkara ini, telah terpenuhi;
Ad.3. Unsur "Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana".
“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur ‘yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana’ adalah bahwa pelaku patut menduga bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari tindak pidana;
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di depan persidangan diperoleh adanya fakta hukum sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan hukum unsur melawan pada Dakwaan Kesatu Primair di atas, bahwa sebelum PT. Askrindo mentransfer dana ke rekening PT. RAM sudah terjadi kesepakatan atas penggunaan dana tersebut, yaitu untuk disalurkan ke nasabah PT. Askrindo.
“Terdakwa selaku pemegang ijin Wakil Manajer Investasi mengetahui dan menyadari bahwa investasi PT. Askrindo yang ditempatkan di PT. RAM dalam bentuk KPD, Reksadana, dan REPO saham hanyalah sarana bagi PT. Askrindo untuk memberikan dana talangan bagi nasabah PT. Askrindo yang terancam tidak dapat melunasi kewajiban L/C-nya yang jatuh tempo.
“Hal ini dapat dibuktikan dengan pemilihan jenis investasi yang dilakukan Terdakwa sama sekali tidak mengikuti kaedah-kaedah berinvestasi yang. sehat dan penuh kehati-hatian sebagaimana dipertimbangkan dalam unsur melawan hukum di atas. Terdakwa membeli PN tanpa rating atau memberi pinjaman tanpa perjanjian semata-mata hanya mengikuti arahan dari PT Askrindo (Zulfan Lubis). Terdakwa juga menandatangani perjanjian atau perpanjangan pejanjian REPO saham, padahal diketahuinya PT RAM tidak memiliki saham yang menjadi underlying asset REPO saham.
“Menimbang, bahwa selaku pemegang ijin Wakil Manajer Investasi, seharusnya Terdakwa mengetahui skema penempatan investasi yang dijalankan PT Askrindo sangat berisiko dan melanggar prinsip kehati-hatian.
“Dengan demikian unsur ‘Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana’, telah terbukti dalam perkara ini.
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di depan persidangan diperoleh adanya fakta hukum sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa transfer ke rekening-rekening PT. RAM diawali dengan rencana PT. Askrindo untuk menempatkan investasi melalui Manajer Investasi. Atas permintaan Zulfan Lubis yang mewakili PT Askrindo, Terdakwa mengirim surat penawaran kepada PT Askrindo. Surat penawaran tersebut dianalisa sebelum disetujui oleh PT Askrindo.
“Berdasarkan memorandum persetujuan investai tersebut Direktur Keuangan dan saksi Rene Setyawan (2002 -2007) atau Zulfan Lubis (2007 - 2010) kemudian menandatangani SPPB dan Bilyet Giro untuk mentransfer dana dari rekening bank PT Askrindo ke rekening bank PT RAM. Dari rekening PT RAM dana tersebut kemudian ditransfer ke rekening-rekening nasabah PT Askrindo;
“Menimbang, bahwa dengan demikian untuk tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Dakwaan Kedua, terdapat kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP antara Terdakwa dan saksi-saksi Rene Setyawan dan Zulfan Lubis, sehingga pemindahbukuan atau pentransferan uang PT Askrindo dapat terjadi dan diterima di rekening PT RAM. Oleh karena itu ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah terpenuhi;
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap di depan persidangan sebagaimana telah diuraikan di atas, setelah terjadi kesepakatan antara PT. Askrindo dengan PT. RAM terkait penempatan investasi dan penggunaan dananya, Terdakwa menandatangani perjanjian investasi KPD dan REPO saham dengan PT. Askrindo yang diwakili oleh Rene Setyawan atau Zulfan Lubis selaku Direktur Keuangan dan Tl. Selanjutnya PT. Askrindo mentranfer dana ke rekening PT RAM. Sesuai dengan perjanjian investasi yang ditandatangani Terdakwa atau JOSEP GINTING, PT. RAM beberapa kali menerima pentransferan dana dari PT. Askrindo, yang jumlahnya mencapai Rp.90.000.000.000,- (sembilan puluh milyar rupiah).
“Menimbang bahwa penerimaan-penerimaan uang yang ditransfer PT. Askrindo ke rekening PT RAM adalah merupakan pelaksanaan satu keputusan yang terlarang, yaitu melakukan transaksi keuangan atas hasil tindak pidana sebagaimana dipertimbangkan dalam unsur melawan hukum di atas. Perbuatan-perbuatan menerima pentransferan uang tersebut adalah perbuatan sejenis, yaitu sama-sama menerima pentransferan uang dari penyedia jasa keuangan yang satu ke penyedia jasa keuangan yang lain, dan jarak atau tenggang waktu antara menerima pentransferan yang satu dengan yang lainnya tidak terlalu lama. Dengan demikian ketentuan Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terpenuhi dalam perkara ini;
“Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut di atas, semua unsur-unsur dakwaan tersebut telah terpenuhi menurut hukum. Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat, bahwa perbuatan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan ;
Hal-hal yang memberatkan :
a. Perbuatan Terdakwa kontraproduktif bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Negara Republik Indonesia;
b. Perbuatan Terdakwa tidak selaras dengan profesinya sebagai Wakil Manajer Investasi yang harus melindungi kepentingan investor;
c. Perbuatan Terdakwa dapat merusak kepercayaan masyarakat pada pasar modal;
Hal-hal yang meringankan :
a. Terdakwa belum pernah dihukum;
b. Terdakwa menderita penyakit asma akut;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa : ERVAN FAJAR MANDALA tersebut;
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 01/PID/TPK/2013/PT.DKI Tanggal 13 Maret 2013;
M E N G A D I L I  S E N D I R I :
- Menyatakan Terdakwa ERVAN FAJAR MANDALA terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA SEBAGAI PERBUATAN BERLANJUT dan TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SECARA BERSAMA-SAMA SEBAGAI PERBUATAN BERLANJUT;
- Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
- Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp.796.387.077,- (tujuh ratus sembilan puluh enam juta tiga ratus delapan puluh tujuh ribu tujuh puluh tujuh rupiah), dengan ketentuan terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut, dan dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut dipidana dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
- Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.