Kesalahan Direksi Beralih pada Ahli Waris

LEGAL OPINION
Question: Apakah kesalahan yang dilakukan oleh seorang direksi (suatu perseroan) tanggung jawabnya dapat beralih kepada ahli warisnya jika pejabat direksi yang bersalah sehingga merugikan perseroan tersebut kemudian meninggal dunia sebelum mengganti-rugi kerugian perseroan?
Brief Answer: Pada dasarnya berdasarkan hukum waris perdata, hak dan kewajiban turut diwariskan kepada ahli waris ketika pewaris meninggal dunia sebagai suatu percampuran dalam boedel waris—dimana setiap ahli waris memiliki dua pilihan terhadap boedel waris tersebut: menerima seluruhnya atau menolak seluruhnya, yang artinya tak dapatlah ia memilih untuk hanya mewarisi equity dan disaat bersamaan menolak untuk mewarisi liability.
Dalam konteks apapun, tak hanya terkait pelanggaran yang dilakukan oleh seorang direksi sehinggga perseroan mengalami kerugian, ahli waris dapat dituntut pertanggungjawabannya ketika pewaris telah meninggal dunia. Namun ahli waris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban perdata jika diri mereka menolak dibagikan boedel warisan.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi yang SHIETRA & PARTNERS ialah putusan Pengadilan Negeri Kota Agung sengketa gugatan perdata register Nomor 07/Pdt.G/2012/PN.KTA. tanggal 25 Juli 2013, perkara antara:
- PT. TANGGAMUS INDAH, sebagai Penggugat; melawan
1. YEN GUNAWAN sebagai Tergugat I;
2. FRANC ARIFIANTO, selaku Tergugat II; dan
3. MARK BUDIMAN, sebagai Tergugat III.
Perkara gugatan ini bersiftat unik, karena antar anggota keluarga saling gugat-menggugat terkait bisnis keluarga. Dimana terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa SETIAWAN NATAWIRIA kemudian mendirikan Perseroan yang diberi nama PT. Tanggamus Matratirta. Bahwa PT Tanggamus Indah dan PT Tanggamus Matratirta adalah rechtpersoon yang terpisah satu sama yang lain, meskipun kedua perseroan tersebut ada kesamaan dalam hal susunan pemegang saham maupun direksi;
“Menimbang, bahwa dikarenakan antara PT Tanggamus Indah dan PT Matratirta adanya kesamaan didalam susunan pemegang saham maupun direksi, dimana hal tersebut tidak secara tegas dibantah oleh Para Tergugat;
“Menimbang, bahwa didalam Jawaban Para Tergugat yang menyatakan bahwa susunan direksi dan komisaris PT. Tanggamus Indah yang pertama kali memiliki hubungan kekeluargaan yakni :
- Taufik Natawiria dengan jabatan selaku Direktur Utama, adalah bapak kandung Setiawan Natawiria dan kakek kandung Para Tergugat;
- Raini Wanatisna dengan jabatan selaku Komisaris Utama, adalah ibu kandung Setiawan Natawiria dan nenek kandung Para Tergugat;
- Setiawan Natawiria dengan jabatan selaku Komisaris, adalah bapak kandung Para Tergugat;
“Menimbang, bahwa pada Jawaban Para Tergugat yang menyatakan bahwa dikarenakan hubungan kekeluargaan tersebut maka sampai dengan saat ini atau meninggalnya Taufiq Natawiria dan Setiawan Natawiria tidak pernah diadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan untuk menghitung neraca laba rugi perusahaan sebagaimana ketentuan Pasal 18 Anggaran Dasar PT. Tanggamus Indah;
“Bahwa, berdasarkan Pasal 79 (1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007, yang berwenang untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan dan RUPS lainnya adalah Direksi yang didahului dengan pemanggilan RUPS;
“Bahwa, berdasarkan Pasal 79 (6) Undang-Undang No.40 Tahun 2007, dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS maka Komisaris dapat melakukan RUPS dengan cara mengajukan permintaan kepada Komisaris/Dewan Komisaris;
“Bahwa, berdasarkan Pasal 80 (1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007, dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang telah ditentukan (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan (7), pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian ijin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa sangat tidak beralasan apabila Para Tergugat mempermasalahkan tidak dilakukannya RUPS Tahunan semenjak berdirinya PT Tanggamus Indah sampai meninggalnya Almarhum Taufiq Natawiria dan Setiawan Natawiria, dikarenakan yang berwenang menyelenggarakan RUPS Tahunan tersebut adalah Setiawan Natawiria sendiri dan apabila Para Tergugat mempermasalahkan menganai RUPS Tahunan tidak dilakukan setelah Almarhum Taufiq Natawiria dan Setiawan Natawiria meninggal maka Para Tergugat masih memiliki mekanisme yang masih bisa ditempuh untuk menuntut dilakukannya RUPS Tahunan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas;
“Menimbang, bahwa Para Tergugat disamping mewarisi harta benda juga mewarisi saham milik Setiawan Natawiria pada PT Tanggamus Indah dengan jumlah sebagaimana tersebut pada pertimbangan sebelumnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa Para Tergugat merupakan ahli waris yang sah dari Setiawan Natawiria;
“Menimbang, bahwa terhadap pertanyaan: Apakah Setiawan Natawiria dalam kedudukannya selaku Direktur PT Tanggamus Indah dan sekaligus Direktur PT. Tanggamus Matratirta telah mengadakan perjanjian kredit/pembiayaan dengan bank maupun lembaga pembiayaan (sewa guna usaha) tanpa sepengetahuan dan persetujuan RUPS PT. Tanggamus Indah dikarenakan kedua perseroan tersebut tidak pernah menandatangani perjanjian apapun terkait hutang-hutang PT. Tanggamus Matratirta yang seluruhnya berjumlah Rp 6.749.270.771,-; Majelis Hakim akan mempertimbangkannya sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa Setiawan Natawiria yang merupakan Direktur PT. Tanggamus Indah juga merupakan Direktur PT. Tanggamus Matratirta berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) sebagaimana dituangkan dalam Risalah Rapat No. 06 dan 07 Tanggal 25 Agustus 2000 adalah salah satu pemilik saham PT Tanggamus Matratirta sebesar atau sebesar Rp 2.000.000,- dengan dengan jabatan selaku Direktur (bukti T-3);
“Menimbang, Setiawan Natawiria dalam kedudukannya selaku Direktur PT. Tanggamus Matratirta, telah mengadakan perjanjian kredit/pembiayaan dengan :
- PT. Bank Credit Lyonais Indonesia Tanggal 13 Februari 1991 Rp. 2.520.000.000;-
- PT. Clemont Finance Indonesia Tanggal 23 Desember 1994 Rp. 405.266.401,-
- PT. Grand Facific Tamara Finance Tanggal 4 Januari 1995 $ 2.335.602 atau Rp. 3.824.004.370;
jumlah Total: Rp. 6.749.270.771;
“Menimbang, bahwa awal kegiatan usaha PT Tanggamus Matratirta berupa produksi air mineral dalam kemasan dengan merk AMUST yang dibiayai dari kredit-kredit tersebut tidak berjalan dengan baik, sehingga tidak mampu membayar cicilan hutang;
“Menimbang, bahwa pinjaman yang dilakukan oleh Setiawan Natawiria tersebut dibebankan kepada PT Tanggamus Indah, hal mana tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dikarenakan dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Tanggamus Indah dan antara PT. Tanggamus Indah dengan PT Tanggamus Matratirta tidak pernah menandatangani perjanjian apapun terkait hutang-hutang PT. Tanggamus Matratirta dengan para krediturnya tersebut; [Note SHIETRA & PARTNERS: Masing-masing subjek hukum perseroan memiliki kekayaan tersendiri yang tidak dapat dicampur aduk dengan kekayaan perseroan lain ataupun terhadap kekakyaan para pengurusnya.]
“Para Tergugat membantahnya, bahwa tidak benar pinjaman dari bank hanya dipergunakan untuk keperluan pembiayaan usaha minuman merk AMUST, uang hasil pinjaman tersebut sebagian besar dipergunakan untuk keperluan pribadi Taufiq Natawiria (Alm) yang mana Taufiq Natawiria adalah suami dari Raini Wanatisna, Direktur Utama PT Tanggamus Indah saat ini yang diangkat berdasarkan RUPSLB;
“Bahwa, pinjaman-pinjaman tersebut pada saat akad kredit ditanda tangani oleh Direktur Utama PT Tanggamus Matratirta saat itu, Setiawan Natawiria (Alm) dengan persetujuan salah satu Komisaris PT.Tanggamus Matratirta Taufiq Natawiria;
“Bahwa, atas pinjaman-pinjaman tersebut juga diagunkan harta pribadi Taufiq Natawiria (Alm) selaku suami Penggugat;
“Bahwa, dikarenakan tidak adanya perjanjian kawin pisah harta, maka agunan harta pribadi tersebut diagunkan dengan persetujuan Raini Wanatisna/Penggugat selaku istri Taufiq Natawiria; [Note SHIETRA & PARTNERS: Pemberi jaminan agunan kredit merupakan disaat bersamaan merangkap sebagai pemegang saham, maka seyogianya diasumsikan RUPS pun turut menyetujui pengajukan kredit oleh direkturnya.]
“Menimbang, bahwa yang menjadi permasalahan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan Setiawan Natawiria selaku Direktur PT Tanggamus Indah dan Direktur PT Tanggamus Matratirta adalah apakah perbuatan hukum perjanjian kredit/pembiayaan tersebut telah sesuai dengan peraturan perusahaan (Anggaran Dasar Perusahaan) atau Perundang-undangan yang berlaku dan diperuntukkan untuk apa peminjaman uang tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti bertanda P-1, P-2 dan P-2 dimana bukti-bukti tersebut pada Pasal 11 ayat 2 tentang Kekuasaan Direksi, yakni “masing-masing anggota Direksi harus mendapat persetujuan dari Komisaris Utama atau sekurang-kurangnya satu orang Komisaris untuk meminjam uang”;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 102, yang antara lain: Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan perseroan; atau menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
“Menimbang, bahwa apabila Direksi akan mengajukan kredit kepada perbankan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal perusahaan maka terlebih dahulu harus diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Penggugat di persidangan dibawah sumpah menerangkan, PT. Tanggamus Matratirta pada saat melakukan pinjaman kepada bank dengan mempergunakan agunan berupa asset/kekayaan milik PT. Tanggamus Indah;
“Bahwa, berdasarkan bukti T-14 berupa photo copy sertifikat Hak Guna Bangunan milik PT. Tanggamus Indah yang dijadikan jaminan hipotik pada pihak kreditor;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat didalam melakukan perbuatan hukum perjanjian pinjaman kredit/pembiayaan dengan Bank Lyonnis Indonesia, Setiawan Natawiria mempergunakan agunan berupa asset/kekayaan milik PT. Tanggamus Indah;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis Hakim memiliki keyakinan bahwa perbuatan hukum perjanjian pinjaman kredit/pembiayaan dilakukan oleh Setiawan Natawiria selaku Direktur PT. Tanggamus Matratirta dipergunakan oleh Setiawan Natawiria untuk usaha air minum kemasan merk Amust;
“Menimbang, tidak terdapat adanya bukti yang menjelaskan adanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Tanggamus Indah yang berkaitan dengan persetujuan RUPS untuk peminjaman maupun menjadikan jaminan utang kekayaan berupa sertifikat Hak Guna Bangunan No. 3 Tahun 1990 kepada pihak lain;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti bertanda P-26 yang merupakan kesepakatan para pemegang saham berdasarkan Akta No.26 tertanggal 17 September 2004 membuat kesepakatan yang antara lain menyatakan bahwa terhadap perikatan-perikatan perusahaan yang telah dibuat dengan pihak ketiga baik pinjaman, pengagunan dan pemidahan yang dilakukan oleh Direktur selama ini tidak diketahui oleh Direktur Utama dan Komisaris PT. Tanggamus Indah namun secara proporsional akan diselesaikan berdasarkan pembukuan perusahaan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis hakim berpendapat bahwa Setiawan Natawiria didalam melakukan perbuatan hukum perjanjian pinjaman kredit/pembiayaan adalah tanpa persetujuan RUPS;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa Setiawan Natawiria dalam kedudukannya selaku Direktur PT. Tanggamus Indah dan sekaligus Direktur PT. Tanggamus Matratirta telah mengadakan perjanjian kredit/pembiayaan dengan bank maupun lembaga pembiayaan (sewa guna usaha) tanpa sepengetahuan dan persetujuan RUPS PT. Tanggamus Indah;
“Menimbang, apakah perbuatan yang dilakukan oleh Setiawan Natawiria yang mengadakan perjanjian kredit/pembiayaan dengan bank maupun lembaga pembiayaan (sewa guna usaha) dapat dikategorikan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrecht matigedaad) dan dapat dibebankan kepada ahli warisnya yakni Para Tergugat, Majelis Hakim akan mempertimbangkannya sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan Praktek Peradilan, suatu perbuatan dinilai sebagai Perbuatan Melawan Hukum apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
• Perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku;
• Perbuatan tersebut melanggar hak subjektif orang lain;
• Perbuatan itu melanggar bidang hukum susila;
• Perbuatan itu bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta kehati-hatian (PATIHA) yang seharusnya dimiliki oleh seseorang;
“Menimbang, bahwa perbuatan hukum dengan mengadakan perjanjian kredit / pembiayaan dengan Bank Lyonnis Indonesia maupun lembaga pembiayaan (sewa guna usaha) tanpa sepengetahuan dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Tanggamus Indah oleh Setiawan Natawiria dalam hal ini sudah beralih tanggung jawabnya kepada Ahli Warisnya yakni Para Tergugat tidak didasari oleh adanya suatu alas hak yang benar dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar PT. Tanggamus Indah merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban sipelaku (in casu Setiawan Natawiria/Para Tergugat), tidak tunduk dan patuh terhadap norma-norma hukum yang berlaku dan bertentangan dengan hak Subjek Orang/Badan Hukum lain (in casu Penggugat) dan oleh karenanya maka perbuatan tersebut diklasifikasikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (onrecht matigedaad);
“Menimbang, bahwa Perbuatan Melawan Hukum yang mengacu pada ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang menerangkan bahwa ‘tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut’;
“Menimbang, bahwa dikarenakan Para Tergugat merupakan ahli waris yang sah dan memiliki hak dan kewajiban atas harta benda dan saham-saham milik Setiawan Natawiria;
“Menimbang, bahwa total kerugian yang dialami oleh Penggugat menurut Majelis Hakim adalah Rp 6.194.997.111 dan terhadap kerugian tersebut merupakan tanggung jawab Para Tergugat yang merupakan ahli waris Setiawan Natawiria;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti bertanda P-26 yang merupakan kesepakatan para pemegang saham berdasarkan Akta No.26 tertanggal 17 September 2004 yang memberikan mandat kepada Raini Wanatisna untuk menyelesaikan segala kewajiban-kewajiban dan kesepakatan yang telah dibuat oleh PT. Tanggamus Indah yang diwakili oleh Direktur (Setiawan Natawiria) baik yang sudah dilunasi maupun yang belum dilunasi, yang selanjutnya nilai-nilai jumlah kewajiban tersebut akan diperhitungkan dengan jumlah saham-saham milik Direktur (Setiawan Natawiria);
M E N G A D I L I
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan almarhum SETIAWAN NATAWIRIA telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum beserta segala akibat hukumnya;
3. Menyatakan segala kewajiban (Alm) SETIAWAN NATAWIRIA beralih demi hukum kepada Para Tergugat selaku ahli waris;
4. Menyatakan Para Tergugat selaku ahli waris bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul akibat dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh SETIAWAN NATAWIRIA;
5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar rugi sebesar Rp 6.194.997.111,- (enam milyar seratus sembilan puluh empat juta sembilan ratus sembilan puluh tujuh ribu seratus sebelas rupiah) kepada Penggugat dengan ketentuan apabila Para Tergugat tidak sanggup maka ia dihukum untuk menyerahkan seluruh benda bergerak dan tidak bergerak yang diperolehnya dari warisan tanpa syarat dan beban apapun juga serta secara seketika kepada penggugat beserta seluruh saham-saham sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan nilai kerugian tersebut diatas, yaitu:
a. Saham di PT Tanggamus Indah sebanyak 112 lembar saham senilai Rp. 11.200.000,- (Sebelas Juta Dua Ratus Ribu rupiah);
b. Saham di PT. Tanggamus Matratirta, dimana berdasarkan Salinan Keputusan Rapat Pemegang Saham PT. Tanggamus Marta Tirta Nomor 26 Tanggal 17 September 2004 yang dibuat oleh ... SH, Notaris di Jakarta, bahwa SETIAWAN NATAWIRIA memiliki 400 saham senilai Rp 400.000.000,- (Empat Ratus Juta Rupiah) dan TAUFIQ NATAWIRIA sebanyak 3600 (tiga ribu enam ratus) saham atau senilai Rp. 3.600.000.000,- (Tiga Milyar Enam Ratus juta Rupiah). Dengan demikian Para Tergugat menguasai saham PT. Tanggamus Matratirta sebanyak 400 saham yang diwarisi dari SETIAWAN NATAWIRIA ditambah 360 saham yang diperoleh dari warisan Pengganti orangtuanya (SETIAWAN NATAWIRIA) dari warisan TAUFIQ NATAWIRIA. Sehingga total saham Para Tergugat di Tanggamus Matratirta adalah 760 saham senilai 760.
6. Menolak Gugatan Penggugat untuk selebihnya;
Yang juga cukup menarik dari putusan diatas, ialah ketika dalam konsep vonis pidana denda pengganti yang dijatuhkan kepada Terpidana, besaran denda yang tidak dibayarkan Terpidana dapat disubstitusikan dengan kurungan pengganti denda, maka hakim dalam putusan perkara perdata diatas secara kreatif membuat analogi serupa: bila ganti-rugi yang dijatuhkan tidak ditunaikan, maka saham yang menjadi salah satu harta milik Tergugat dapat dikonversi dengan nilai ganti-rugi yang tidak diindahkan oleh Tergugat.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.