Hukum Tanpa Sosialisasi, Menjerat Secara Sewenang-Wenang

LEGAL OPINION
Question: Apa mungkin, dari sesuatu yang sah, terbit sesuatu hal yang dapat dinyatakan sebagai melanggar hukum?
Brief Answer: Banyak sekali contohnya, untuk memberi ilustrasi guna menjawab pertanyaan tersebut. Salah satunya ialah istilah ‘penyalahgunaan’, contoh: memperdagangkan pisau adalah sah, namun menyalahgunakan pisau tersebutlah yang menjadi ilegal. Jual-beli adalah perbuatan hukum yang legal, namun jual-beli barang hasil penggelapan masuk dalam kriteria delik pidana penadahan.
Contoh lain, mengambil resiko usaha adalah sah bila sekalipun pada akhirnya merugi. Namun bila akibat kerugian tersebut membawa keuntungan bagi pihak-pihak yang telah direkayasa keberadaannya—alias sejak awal dirancang untuk merugi, sehingga mengakibatkan kerugian bagi keuangan negara, maka resiko usaha menjelma pidana penyalahgunaan kekuasaan kolusi maupun korupsi.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi yang lebih mudah untuk dipahami, dapat merujuk pada putusan Pengadilan Negeri Indramayu perkara pidana perikanan register Nomor 02/Pid.S/2015/PN.Idm tanggal 03 Maret 2015, dimana terhadapnya dakwaan Jaksa Penuntut, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang,bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan dakwaan Alternatif Kedua yaitu Pasal 100 huruf C jo. pasal 7 ayat (2) huruf m dan huruf n, Undang-undang RI Nomor 31 tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-undang RI nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang- undang RI Nomor 31 tahun 2004 Jo Kepmen KP No. 4/KEPMEN-KP/20014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang;
2. Dilarang memperdagangkan, memasukkan, mengeluarkan, ke dan dari wilayah Republik Indonesia jenis ikan yang dilindungi.
“Menimbang, bahwa terhadap selanjutnya mengenai unsur-unsur dalam catatan dakwaan ini Majelis Hakim akan mempertimbangkannya sebagai berikut :
“Menimbang, bahwa mengenai unsur delik Memperdagangkan, dimasukkan, atau dikeluarkan merupakan unsur yang bersifat alternatif jika salah satu unsur terpenuhi maka terpenuhi pula unsur secara keseluruhan;
“Menimbang, bahwa sesuai dengan fakta maka Majelis akan mempertimbangkan “memperdagangkan”;
“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “memperdagangkan” adalah melakukan kegiatan jual-beli sesuatu barang;
“Menimbang, bahwa terhadap pembuktian dari unsur kedua ini Majelis memberi penekanan pada beberapa hal dengan menganalisa rangkaian perbuatan terdakwa sehingga dapat tampak jelas adanya unsur ini pada diri Terdakwa yaitu;
1. Terhadap ikan pari manta yang ditemukan di rumah milik terdakwa
- bertempat di TPI (tempat Pelelangan Ikan) Desa Eretan, Terdakwa membeli ikan pari/peh melalui lelang dengan berat ± 53 Kg dan panjangnya lebih kurang 1 meter dengan harga Rp. 280.000,-.
- Bahwa terdakwa membeli ikan pari hitam tersebut karena pesanan orang.
- Bahwa benar hari berikutnya pak Edi datang dan melihat ikan pari tersebut kemudian membicarakan masalah harganya dan disepakati harganya sebesar Rp. 8.000.000,-;
- Bahwa benar selanjutnya terdakwa menerima dari Pak Edi uang panjar pembelian ikan pari sebesar Rp.1.000.000,- yang akan dilunasi sepulang dari Semarang;
- Bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa ikan pari manta yang dijadikan barang bukti dalam perkara ini diperoleh terdakwa dengan cara membeli kemudian dijual kembali kepada Pak Edi dengan demikian perbuatan terdakwa merupakan perbuatan memperdagangkan;
2. Tentang Keabsahan Ikan Pari Manta
- Petugas Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pusat/Jakarta, datang ke rumah terdakwa, dan menemukan di rumah terdakwa ikan yang dilindungi berupa ikan pari manta dengan berat + 60 kg dalam keadaan utuh, segar, dibekukan dan disimpan di freezer;
- Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, bukti-bukti surat dan setelah Majelis Hakim membaca berkas perkara beserta lampirannya dan setelah Majelis Hakim membaca Kepmen KP No. 4/KEPMEN-KP/20014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta maka ikan pari yang dijadikan barang bukti adalah benar ikan pari jenis manta yang dilindungi;
- Bahwa dalam Pasal 7 ayat (2) huruf m dan huruf n jo Kepmen KP No. 4/KEPMENKP/ 20014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta mengatur tentang norma larangan atau Perbuatan yang dilarang yaitu dilarang untuk memperdagangkan jenis ikan pari manta;
- Bahwa selanjutnya penegasan kata-kata “dilarang” dalam unsur ini menunjukan bahwa apabila perbuatan tersebut dilakukan maka akan ada konsekuensi hukum terhadapnya yaitu berupa sanksi pidana yang termuat dalam ketentuan Pasal 100 huruf C Undang-undang RI Nomor 31 tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004;
- Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas unsur “memperdagangkan jenis ikan pari manta yang dilindungi dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia” telah terpenuhi;
“Menimbang, bahwa selanjutnya dalam Pembelaan/pledooinya terdakwa pada pokoknya mengatakan :
- Bahwa ikan pari manta yang dijadikan bukti dalam perkara ini diperoleh terdakwa dari pelelangan umum di TPI (tempat Pelelangan Ikan), Terdakwa telah membeli ikan pari/peh melalui lelang dengan berat ± 53 Kg dan panjangnya lebih kurang 1 meter;
- Bahwa terdakwa sebelumnya tidak tahu dan tidak dengan sengaja untuk membeli kemudian menjual kembali ikan pari manta yang dilarang untuk diperdagangkan dan tidak ada niat sedikitpun dari terdakwa untuk melanggar undang-undang;
- Bahwa terdakwa mengaku bersalah akan tetapi kesalahannya diakibatkan karena ketidaktahuan terdakwa bahwa ikan pari jenis manta dilarang untuk diperdagangkan;
“Menimbang, bahwa terhadap hal-hal tersebut diatas Majelis Hakim akan memberikan pertimbangan sebagai berikut :
- Bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai delik jika memenuhi unsur-unsur:
a. Suatu perbuatan manusia;
b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang;
c. Perbuatan itu harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan, artinya dipersalahkan karena telah melakukan perbuatan tersebut.
- Bahwa terkait dengan masalah ini maka perbuatan yang dilarang dalam Pasal 7 ayat (2) huruf m dan huruf n jo Kepmen KP No. 4/KEPMEN-KP/20014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta adalah : ‘setiap orang dilarang memperdagangkan jenis ikan pari manta yang dilindungi dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia’;
- Terhadap perbuatan ini oleh ketentuan pasal 100 huruf C Undang-undang RI Nomor 31 tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004 diancam dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00;
- Kemudian jika dikaji dari segi teori pertanggungjawaban pidana, maka formulasi Pasal ini menggunakan kalimat “setiap orang”, maka formulasi tersebut bersesuaian dengan teori pertanggungjawaban pidana, bahwa pertanggungjawaban itu ada apabila ada “kesalahan”, sesuai asas asas hukum : “tidak dipidana orang tanpa adanya kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld)”.
- Bahwa selanjutnya secara teoritis bentuk kesalahan berupa kesengajaan di dalam hukum pidana terdapat 2 theori yaitu:
a. Teori Kehendak (Wills Theorie) dari Von Hammel.
“Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang;
“Menimbang, bahwa selanjutnya dengan menggunakan teori Pengetahuan Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut :
1. Bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan diatas bahwa ikan pari manta yang dijadikan barang bukti dalam perkara ini ditemukan di rumah milik terdakwa;
2. Bahwa berdasarkan asas fiksi hukum semua warga Negara Indonesia tanpa terkecuali dianggap telah mengetahui semua hukum / peraturan perundang-undangan yang diundangkan di wilayah kedaulatan hukum Pemerintah Republik Indonesia dan apabila melanggarnya akan dihukum berdasarkan undang-undang / hukum yang berlaku tersebut.
Hal ini didasarkan pada asas fiksi hukum yang menyatakan bahwa begitu suatu peraturan perundang-undangan/norma hukum diundangkan dan ditempatkan di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau berita daerah secara formal, maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu. Ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat dijadikan alasan pemaaf atau membebaskan orang itu (ignorantia iuris neminem excusat / ignorance of the law excuses no man0;
3. Bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mensosialisaikan peraturan perundang-undangan yang diundangkan di wilayah kedaulatan hukum Pemerintah Republik Indonesia akan tetapi berdasarkan keterangan saksi-saksi, baik yang diajukan oleh Penuntut Umum yaitu Saksi Jeni Bin Solikin, saksi Muchdi bin Sumardi, keduanya karyawan TPI Misaya Mina, saksi Agus Haminulloh yang bekerja sebagai PNS di Dinas Kelautan, maupun saksi Mansyur Idris,S.H., saksi yang meringankan mengatakan bahwa pada pokoknya peraturan larangan perdagangan ikan pari manta kurang sosialisasinya sehingga mereka tidak tahu peraturan ini;
4. Bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan diatas, terdakwa memperoleh ikan pari manta tersebut berdasarkan atas hak yang sah yaitu melalui lelang, sehingga Majelis Hakim dapat menerima alasan terdakwa bahwa dia tidak tahu kalau ikan pari manta dilarang diperdagangkan sehingga akan terasa tidak adil dan mengurangi rasa keadilan apabila ada seseorang yang tanpa disadarinya ia melanggar undang-undang yang ia tidak pernah dengar, atau baca atau ketahui kemudian ia dituntut kemudian dijatuhi hukuman yang berat akan tetapi perbuatan Terdakwa tetap merupakan perbuatan yang tidak sah serta dan telah melanggar hukum positif sehingga perbuatan Terdakwa tetap menjadi perbuatan yang melawan hukum, akan tetapi hal tersebut tidak dapat menghilangkan pertanggung jawaban pidana dalam diri terdakwa dalam perkara ini, hanya pembelaan terdakwa tersebut akan dipertimbangkan Majelis Hakim sebagai hal-hal yang meringankan terdakwa;
“Menimbang, bahwa dari kenyataan yang diperoleh selama persidangan dalam perkara ini Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan Terdakwa dari pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, oleh karenanya Majelis Hakim berkesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa harus dipertanggungjawabkan kepadanya;
“Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka Terdakwa harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang didakwakan terhadap diri Terdakwa oleh karena itu harus dijatuhi pidana;
“Menimbang, bahwa pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa setelah mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan maka apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim sudah dianggap patut dan memenuhi rasa keadilan.
“Dan mengenai pidana denda yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa, setelah mempertimbangkan kemampuan dari Terdakwa sendiri dan dari segi keadilan maka sudah sepantasnya Majelis Hakim memutuskan sebagaimana dalam amar putusan ini;
“Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa berada dalam tahanan kota, sedangkan pidana yang akan dijatuhkan adalah berupa pidana denda, maka kepada terdakwa haruslah dinyatakan segera dikeluarkan dari penahanan kota tersebut;
“Menimbang, bahwa di dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara Pengadilan harus lurus, tidak boleh bergeser ke kiri atau ke kanan, tidak boleh ada tekanan–tekanan baik dari pihak Terdakwa atau keluarganya, saksi–saksi maupun keluarga korban, ataupun dari masyarakat terlebih–lebih dari penguasa, sekalipun berupa permohonan dari pihak–pihak yang berkepentingan, Pengadilan tetap harus mantap dan sempurna dalam pertimbangan–pertimbangan hukumnya, jika tidak demikian maka Pengadilan akan terbentur pada perbuatan kezaliman;
“Menimbang, bahwa pengadilan dalam mencari keadilan dan kebenaran tidak mencari kepuasan dari masyarakat terbanyak dan tidak pula untuk melegakan sebagian petugas–petugas atau pihak yang berkepentingan, tetapi sejauh mungkin mencari keadilan dan kebenaran yang dapat dicapai menurut keadaan dan fakta-faktanya sendiri sekalipun akan ada pihak–pihak yang tidak puas atau lega, hal ini sesuai dengan fungsi PENGAYOMAN yaitu Mengayomi keadilan dan kebenaran itu sendiri agar jangan sampai keluar dari jalurnya;
“Menimbang, selain dari hal–hal sebagaimana dipertimbangkan tersebut diatas maka dalam menentukan mengenai lamanya pidana penjara dijatuhkan terhadap terdakwa perlu pula diperhatikan hal–hal sebagai berikut :
1. Bahwa maksud dan tujuan hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa adalah untuk mendidik dan menyadarkan serta mencegah agar Terdakwa tidak mengulangi perbuatannya kembali;
2. Bahwa sesuai dengan sistem pemidanaan yang dianut di Indonesia dengan aspek pokok tujuan pemidanaan yaitu aspek perlindungan masyarakat khususnya dalam arti pencegahan kejahatan dan pengaman masyarakat dan aspek perlindungan individu khususnya dalam arti perbaikan pelaku kejahatan, penjatuhan pidana penjara masih lebih baik daripada tindakan sewenang-wenang di luar hukum;
3. Bahwa pemidanaan tidak boleh berakibat mematikan seseorang dalam arti sosiologis melainkan Terpidana tetap terpelihara dan terbina harkat dan martabatnya sebagai manusia seutuhnya dan dalam membina serta membangun manusia seutuhnya meskipun telah melakukan kesalahan tetap harus dibina kemungkinan memperbaiki diri, menjadi insan yang lebih berdayaguna dan berhasil guna dalam berpartisipasi sesuai dengan bidang kehidupannya di masa yang akan datang;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan diatas maka pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sebagaimana ditentukan dalam amar putusan ini dianggap telah sesuai;
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa ... , telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “memperdagangkan jenis ikan pari manta yang dilindungi dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) Bulan;
3. Menetapkan agar Terdakwa dikeluarkan dari tahanan kota.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.