Hukum Adat dalam Gugatan di Pengadilan Negeri

LEGAL OPINION
Question: Di kampung kami masih dipakai hukum adat. Lalu, apa hukum adat ini hanya dapat dipakai untuk sidang komunitas adat kami, atau boleh juga kami mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dengan dasar hukum yakni hukum adat kami ini? Maksudnya, apa di pengadilan negeri yang dapat menjadi dasar gugatan hanyalah hukum milik negara semata, tidak bisa mendasarkan gugatan dengan hukum adat?
Brief Answer: Hukum adat diakui dan diterapkan oleh Pengadilan Negeri setempat, sepanjang masyarakat hukum adat masih hidup dan diakui oleh otoritas negara (lihat Undang-Undang tentang Desa dan masyarakat hukum adat). Syarat kedua, para pihak dalam sengketa perdata tunduk pada hukum adat bersangkutan.
Namun SHIETRA & PARTNERS menilai, selama hukum adat eksis sekalipun belum resmi diakui pemerintah lewat penetapan, namun selama dalam praktiknya masih dijiwai oleh komunitas setempat, disamping berdasarkan pengetahuan hakim ataupun berdasarkan pemeriksaan setempat, maka hukum adat setelah melewati proses saneering oleh Majelis Hakim dapat dijadikan sumber formil hukum pada kasus spesifik khusus bagi para pihak anggota masyarakat hukum adat yang bersengketa pada Pengadilan Negeri.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS akan merujuk pada putusan Pengadilan Negeri Makale sengketa gugatan tanah register Nomor 65/Pdt.G/2012/PN.Mkl tanggal 29 Januari 2013, perkara antara:
1. Ismail Singkali Pong Omar; Arifin Pong Nomi’; 3. Yohanis Kanuna’ Ne’Eksel; 4. Yohanis Ronta’ Ne’ Nova, sebagai Para Penggugat; melawan
- 7 (tujuh) orang Tergugat.
Terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena baik saksi-saksi dan surat-surat bukti tidak ada satupun yang mempunyai nilai pembuktian mengenai asal-usul tanah sengketa yang berasal dari pembukaan lahan oleh Ne’ Bode dan Indo Bode, maka alat-alat bukti para Tergugat tersebut haruslah dikesampingkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena dalil gugatan pokok gugatan Penggugat telah terbukti bahwa benar tanah sengketa adalah tanah milik Tongkonan Posi yang dibuka oleh Indo’ Tangke’ Nangka’ dan Motta, maka petitum gugatan Penggugat point 2 beralasan hukum sehingga dapatlah dikabulkan;
“Menimbang, bahwa selanjutnya dari hasil pendalaman Majelis Hakim mengenai adat kebudayaan Toraja dari berbagai literature antara lain : Aluk, Adat dan Adat Istiadat Toraja, penulis Frans B. Palebangan, cetakan pertama, Penerbit PT. SULO Rantepao dan Kebudayaan Toraja, Penulis Dr. Frans Bararuallo, MM penerbit Universitas Atma Jaya Jakarta 2010, dapatlah diperoleh gambaran umum bahwa keberadaan Tongkonan pada masyarakat suku Toraja merupakan suatu bentuk tatanan hidup dalam masyarakat yang telah berakar dan sampai sekarang tetap dipelihara serta hidup dalam setiap kegiatan masyarakat, utamanya pada saat pesta-pesat adat : Rambu Solo (pesta kedukaan), Rambu Tuka’ (pesta kegembiraan) serta pesta pernikahan;
“Menimbang, bahwa keberadaan Tongkonan di Tana Toraja mempunyai karakteristik yang khusus dalam hal penguasaan tanah adat. Bahwa kekhususan Penguasaan suatu Tongkonan atas tanah adat dalam pergaulan hidup masyarakat Toraja telah hidup dan berkembang sejak dari dulu sebelum Belanda masuk ke Tana Toraja pada sekitar tahun 1906 dan tetap hidup dan dilestarikan hingga sekarang ini;
“Bahwa Tongkonan yang merupakan personifikasi dari suatu Perekutuan masyarakat adat yang mendiami wilayah (lembang) tertentu berdasarkan persamaan garis keturunan yang dipimpin oleh pemangku adat, merupakan pusaka tertinggi bagi masyarakat Toraja yang menjadi warisan seluruh rumpun keluarga berdasarkan ikatan dara (rara’), sehingga dengan telah terbuktinya tanah objek sengketa sebagai bagian kesatuan tanah Tongkonan Posi, dengan sendirinya memberikan hak kepada seluruh rumpun keluarga dari pendiri Tongkonan Posi sebagaimana termuat dalam Silsilah Keluarga Tongkonan Posi’ (Vide surat bukti P-1), termasuk para Penggugat selaku salah satu keturunan Indo Tangke Nangka dan Motta (pendiri Tongkonan Posi) untuk tetap mempertahankan kepemilikan atas tanah Tongkonan Posi termasuk didalamnya Tanah sengketa, sehingga petitum point 3 yang menuntut agar para Penggugat ditetapkan sebagai ahli waris dari alm Indo’ Tangke’ Nangka’ dan alm. Motta yang berhak mewarisi tanah sengketa, dapatlah dikabulkan;
“Menimbang, bahwa selanjutnya oleh karena telah terbukti bahwa tanah objek sengketa adalah milik dari Indo’Tangke Nangka’ dari Tongkonan Posi dan oleh karena terbukti bahwa tanah sengketa pada sebelah Utara yaitu tanah yang tidak termasuk dalam objek sengketa gugatan Rekonpensi terdapat tanaman-tanaman yang diakui oleh Para Penggugat ditanam oleh Paluta, sedangkan tanah sengketa lainnya sekarang sudah di Dozer oleh Para Penggugat dan dalam penguasaan para Penggugat, maka petitum gugatan point 5 yang menuntut agar para Tergugat atau siapa saja dihukum untuk mengeluarkan tanamannya yang ada diatas tanah sengketa dan menyerahkan tanah sengketa kepada para Penggugat selaku ahli waris dari Indo’ Tangke’ Nangka’ dalam keadaan kosong dan sempurna, menurut Majelis Hakim dapatlah dikabulkan sepanjang atas tanah sengketa pada sebelah Utara;
“Menimbang, bahwa berdasarkan segala pertimbangan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat beralasan hukum sehingga sepatutnya dikabulkan sebagian;
M E N G A D I L I :
“DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan tanah objek sengketa bernama Tanah Tongkonan Posi’ yang terletak di Dusun Tambuntana Lembang Sapan Kua-Kua Kec. Buntao’ Kabupaten Toraja Utara dengan batas-batas tanah sebagai berikut:
Utara : Tanah Tongkonan Posi’;
Timur : Tanah Tongkonan Posi’;
Selatan : Tanah Tongkonan Posi’;
Barat : jalan kampung menuju Tambuntana;
Adalah tanah Tongkonan Posi’ yang dilili’ / dibuka pertama kalinya oleh Indo Tangke Nangka’ (Almh) dan Motta’ (alm);
3. Menyatakan Para Penggugat adalah ahli waris dari Indo’ Tangke Nangka’ (almh) dan Motta’ (alm) yang berhak mewarisi tanah objek sengketa;
4. Menghukum Para Tergugat atau siapa saja yang menguasai / mendapat hak dari tanah objek sengketa untuk mengeluarkan tanamannya yang ada dalam tanah objek sengketa dan menyerahkan tanah objek sengketa kepada Para Penggugat selaku ahli waris Indo’ Tangke Nangka’ (almh) dan Motta (alm) dalam keadaan kosong, sempurna, tanpa beban dan seketika;
5. Menolak Gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.