CV adalah Pengusaha dalam Kacamata Hubungan Industrial

LEGAL OPINION
Question: Kata Pak Hery (dari SHIETRA & PARTNERS), CV itu bukan badan hukum, tapi cuma badan usaha yang tidak memikul hak dan kewajiban terpisah dari para sekutunya. Artinya, CV tak bisa dijadikan subjek dalam gugatan ataupun digugat?
Brief Answer: Bukan seperti itu maksudnya. CV (Commanditare Vennootshap) memang bukan dalam kategori legal entity (rechts persoon) yang memiliki kekayaan pribadi terpisah dari para pengurusnya. Sifat tanggung jawab renteng demikian, mengakibatkan ketika CV hendak menggugat atau digugat, baik sekutu aktif maupun badan usaha CV wajib menjadi subjek hukum yang turut menggugat dan/atau turut digugat.
Namun, khusus untuk perkara sengketa hubungan industrial ketenagakerjaan yang memiliki karakteristik unik tersendiri berupa masifnya fenomena PHK terhadap kalangan Pekerja/Buruh, karena CV merupakan badan usaha yang bersifat profit komersil (bisnis), maka masuk dalam kriteria ‘Pengusaha’—sehingga CV dapat berdiri sendiri sekalipun tanpa nama sekutu aktif turut digugat oleh pihak Pekerja/Buruh, demi asas pragmatis mengingat banyak kalangan Pekerja/Buruh yang belum tentu memahami perbedaan dalam konsepsi Badan Hukum Vs. Badan Usaha.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut sekiranya SHIETRA & PARTNERS kutip guna memberi ilustrasi, yakni putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 708 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 18 Oktober 2016, perkara antara:
- CV. MAPANGA RAYA, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Penggugat; melawan
- RUDIS, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat mulai bekerja dengan Tergugat sejak tahun 1985 sampai dengan tahun 2015 sebagai Anak Buah Kapal (ABK), dengan masa kerja 30 tahun. Penggugat selama bekerja dengan Tergugat mengambil pasir dari Pulau Limbung dibawa ke Pangkalan CV. Mapanga Raya.
Penggugat sejak tanggal 20 Juni 2015 tidak dipekerjakan oleh Tergugat karena Kapal DOK dan Tergugat CV. Mapanga Raya melaksanakan ibadah agama di luar negeri, sehingga tiada kegiatan produksi, dan baru dibuka pada bulan Agustus 2015 dan dikelola oleh orang lain, namun Penggugat tidak juga dipanggil oleh Tergugat untuk kembali bekerja.
Penggugat telah menemui pihak Tergugat untuk menanyakan pekerjaan, akan tetapi tidak ada kejelasan dari pihak Tergugat. Penggugat menuntut Tergugat untuk  membayar Uang Tunggu dan Uang Makan selama Penggugat tidak dipekerjakan oleh Tergugat, namun Tergugat menolak.
Selanjutnya Penggugat membuat Surat Pengaduan kepada Kepala Dinas Tenagakerja Provinsi Kalimantan Barat. Tanggal 30 Desember 2015, Mediator Disnaker memanggil para pihak untuk hadir dalam sidang Mediasi, dimana para pihak hadir namun tidak mencapai kata sepakat penyelesaian.
Adapun sanggapan dari pihak Pengusaha, antara Tergugat dan Penggugat tidak ada hubungan hukum apapun. Penggugat telah menggugat Commanditare Vennootshap (CV) sebagai subjek hukum pihak yang dijadikan Tergugat, berdasarkan Pasal 16 dan 17 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menjelaskan, persekutuan Firma adalah perikatan yang diadakan untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama, karenanya apa yang dilakukan masing-masing persero pengurus mengikat kepada persero pengurus yang lain, sehingga bilamana suatu CV bertindak mengajukan gugatan kepada pihak lain atau ditarik sebagai Tergugat, yang menggugat dan Tergugat bukan CV akan tetapi anggota persero pengurusnya, sehingga dengan demikian keliru pihak Penggugat mengajukan gugatan terhadap CV Mapanga Raya sebagai Tergugat, oleh karena itu Tergugat meminta kepada Majelis Hakim agar gugatan Penggugat dinyatakan ‘tidak dapat diterima’.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pontianak telah memberikan putusan Nomor 7/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Ptk., tanggal 30 Maret 2016 yang amarnya sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menyatakan gugatan Penggugat dikabulkan sebagian;
- Menyatakan secara hukum bahwa Penggugat adalah pekerja/buruh Tergugat dan telah putus hubungan kerja;
- Menghukum Tergugat membayar Uang Pesangon secara tunai dan sekaligus kepada Penggugat sebesar Rp72.450.000,00 (tujuh puluh dua juta empat ratus lima puluh ribu rupiah);
- Menghukum Tergugat membayar Uang Proses secara tunai dan sekaligus kepada Penggugat sebesar Rp 6.750.000,00 (enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);
- Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi yang cukup menarik untuk disimak, sebagai berikut:
“Terlihat Majelis Hakim dengan gigihnya dengan aktif dan kreatif serta dengan kewenangan yang ada padanya berusaha sedemikian rupa memberikan pertimbangan tentang adanya hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat, dan menentukan besaran Upah Tergugat demi untuk mengabulkan gugatan Penggugat, sedangkan pada fakta / kenyataannya Penggugat tidak dapat membuktikan besarnya Upah setiap bulan dan adanya hubungan kerja dengan Tergugat. Bila melihat cara kerja, sistem kerja, lamanya pekerjaan dan pengupahan, Penggugat bukan karyawan Tergugat dan tidak termasuk ketegori Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), dengan alasan:
- Bahwa lamanya pekerjaan Penggugat dalam 1 (satu) bulan tidak pasti, karena pengangkutan pasir untuk 1 (satu) bulan berkisar 3 – 4 rit, untuk 1 (satu) rit memakan waktu 3 hari, dengan demikian Penggugat/Termohon kasasi dalam 1 bulan bekerja tidak melebihi 21 hari kerja selama 3 bulan berturut-turut;
- Bahwa sesampai motor air kembali ke pangkalan untuk membongkar pasir memakan waktu 3 – 4 hari, sebelum motor air berangkat mengangkut pasir perlu ganti oli memakan waktu 2 hari, sehingga sejak motor air berangkat mengangkut pasir sampai dengan siap berangkat lagi memerlukan waktu sekitar 7-8 hari, maka untuk satu bulan satu motor air mengangkut pasir normalnya 3 rit (tidak masuk akal 5 – 7 rit sebulan);
- Bahwa tidak ada kewajiban bagi Penggugat untuk masuk kerja apabila tidak ada pengangkutan pasir dan sepanjang tidak ada pengangkutan, maka Penggugat dibebaskan bekerja di tempat lain (berdasarkan keterangan Penggugat/Termohon Kasasi (Rudis) pada persidangan perkara Nomor 06/Pdt.Sus.PHI/2016/PN.Ptk.);
- Bahwa tidak ada kewajiban atau keharusan untuk absen;
“Melihat dari fakta tersebut maka Penggugat bukan karyawan Tergugat, pekerjaan Penggugat adalah kerja harian lepas, masuk dalam kategori Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 10 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/2004, yang menyatakan:
- Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan, serta Upah didasarkan pada kehadiran dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja Harian Lepas;
- Perjanjian Kerja Harian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan;
- Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, maka Perjanjian Harian lepas berubah menjadi PKWTT.”
Dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 25 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 10 Mei 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pontianak tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa CV Mapanga Raya adalah persekutuan atau termasuk pengertian pengusaha sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
- Bahwa mengenai hubungan kerja, masa kerja dan Upah, Judex Facti telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar bahwa hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat bukan pekerja harian lepas melainkan pekerja tetap (PKWTT) karena Penggugat bekerja lebih dari 21 (dua puluh satu) hari kerja/bulan dan Penggugat telah bekerja selama 30 (tiga puluh) tahun, selain itu Tergugat juga tidak dapat membuktikan adanya Perjanjian Kerja Harian Lepas sesuai ketentuan Kepmenakertrans Nomor 100/Men/VI/2004 Pasal 10 ayat (3);
- Bahwa putusnya hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat bukan karena kesalahan Penggugat, dan Tergugat terbukti melanggar ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c dan d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga pertimbangan Judex Facti mengenai kompensasi PHK yang diberikan kepada Penggugat sudah tepat dan benar;
M E N G A D I L I
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi CV. MAPANGA RAYA Tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.