Wanprestasi Serah Terima Tanah, Pembuktian Hutang yang Tidak Sederhana untuk Pailit

LEGAL OPINION
Question: Saya dan beberapa pembeli lain telah membayar lunas unit kios yang kami beli dari pihak pengembang. Namun hingga kini belum terjadi serah terima. Apa bisa kami pailitkan saja pengembang yang ingkar janji ini?
Brief Answer: SHIETRA & PARTNERS merekomendasikan untuk terlebih dahulu menggugat wanprestasi secara perdata, alih-alih (gugat) permohonan pailit terhadap pihak developer, mengingat kompleksitasnya hubungan hukum jual-beli tanah bila digeser menjadi isu hutang-piutang disamping kemungkinan objek jual-beli masih dalam kondisi diagunkan pihak developer pada pihak perbankan.
Pailit hanya dapat diajukan, sepanjang hutang-piutang bersifat sederhana (pembuktiannya). Kecuali, bila telah terbit putusan pengadilan terkait gugatan wanprestasi sang developer yang menyebutkan angka nominal ganti-rugi tertentu, barulah pihak pembeli yang dirugikan memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pailit pada sang developer.
Memang terdengar absurd, dan tak dapat  kita pungkiri bahwa semua jenis hutang-piutang yang tak dilunasi ialah wanprestasi, dimana urusan pribadi pihak debitor yang gagal prestasi bukanlah urusan pihak kreditornya.
Namun demi mengantisipasi kemungkinan terburuk sebagaimana praktik peradilan yang telah terjadi, SHIETRA & PARTNERS merekomendasikan agar terlebih dahulu menggugat wanprestasi ke Pengadilan Negeri disamping fakta yang telah banyak terjadi, bahwa Kreditor Konkuren yang mengajukan pailit terhadap debitornya tidak mendapat pelunasan secara optimal mengingat aset debitor telah diagunkan pada Kreditor Separatis disamping keberadaan Kreditor Preferen yang lebih didahulukan pelunasan piutangnya ketimbang Kreditor Konkuren.
PEMBAHASAN:
Kaedah normatif dapat ditemukan dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa kepailitan register Nomor 141 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 10 Maret 2010, perkara antara:
- PT. UE ASSA, sebagai Pemohon Kasasi / Termohon; terhadap
I. LUKMAN SURIADI; CICILIA SULISTIOWATI; NADRE RAMA WIJAYA; dan AMIN TALIB; selaku Para Termohon Kasasi I / para Pemohon;
II. PT BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk., selaku Termohon Kasasi II / Kreditur lain.
Dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Kios pada Bangunan Gedung Trade Center Mall Surabaya tertanggal 6 Oktober 2003 yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris dan PPAT, Pemohon Pailit adalah selaku pihak pembeli kios dari pihak Termohon selaku pihak penjual. Pemohon telah membayar lunas harga pembelian kios / stand kepada Termohon.
Ternyata Termohon PT. UE ASSA telah tidak memenuhi kewajibannya baik dalam menyelesaikan pembangunan dan atau tidak tepat waktu menyerahkan secara fisik kios / stand yang telah dijualnya kepada para Pemohon.
Atas kelalaian Termohon tersebut, para Pemohon telah mengirimkan surat somasi / teguran kepada Termohon, dimana Termohon memberikan jawaban yang pada pokoknya menyatakan akan berupaya untuk melaksanakan serah terima unit kios / stand kepada para Pemohon pada bulan Juli 2006.
Dengan lewatnya waktu terhitung sejak bulan Juli 2006, Termohon tidak memenuhi kewajibannya baik dalam menyelesaikan pembangunan dan atau menyerahkan secara fisik kios / stand (satuan rumah susun non hunian) kepada para Pemohon, maka atas kelalaian Termohon memenuhi kewajibannya tersebut telah meletakkan hak perseorangan / hak tagih piutang para Pemohon kepada Termohon, untuk mengembalikan uang pembelian kios yang telah diterima oleh Termohon.
Uang pembelian kios/stand dari para Pemohon yang telah diterima oleh Termohon, terhitung sejak bulan Juli 2006, menjadi hutang Termohon dan telah jatuh tempo serta dapat ditagih seketika. Dalam bantahannya Tergugat menyebutkan, syarat formil untuk pengajuan pailitnya subjek hukum, salah satunya adalah dikarenakan adanya “utang”.
Namun yang terjadi antara para Pemohon dengan Termohon, bukanlah suatu perjanjian utang-piutang, akan tetapi tepatnya adalah perjanjian pengikatan jual beli kios. PPJB kios dengan perjanjian utang piutang, merupakan 2 (dua) objek hukum perjanjian yang satu sama lainnya tidak sama.
Termohon menyebutkan bahwa Pemohon tidak berhak untuk membuat kesimpulan hukum menafsirkan secara sepihak, dimana para Pemohon secara sepihak telah beranggapan terjadi suatu hutang yang dianggap telah jatuh tempo sejak Juli tahun 2006, disebabkan Termohon belum menyerahkan secara fisik kios dan stand yang diperjanjikan, sedangkan secara fakta hukum bahwa apakah benar Termohon wanprestasi berkaitan dengan pembelian kios / stand tersebut, belum ada.
Terhadap permohonan Pemohon maupun sanggahan Termohon, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya kemudian menjatuhkan putusan Nomor 16/Pailit/2009/PN.Niaga.Sby. tanggal 15 Desember 2009, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut diatas menunjukkan adanya suatu hubungan hukum bahwa yang melakukan hal dan kewajiban antara pihak Keditur/para Pemohon yang telah menyetorkan/menyerahkan uangnya yang mempercayai janji Termohon yang tertera dalam perjanjian / pengikatan jual beli kios pada bangunan Gedung Trade Mall Surabaya dengan kewajiban dari Termohon yang sudah menerima uang tersebut oleh karena itu hak para Pemohon terhadap setiap kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik secara langsung maupun tidak langsung yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan wajib dipenuhi oleh debitur sesuai dengan Pasal 1 Angka 5 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
MENGADILI:
DALAM EKSEPSI:
- Menolak eksepsi Termohon pailit;
DALAM PERMOHONAN PAILIT:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon Pailit untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Termohon pailit PT. UE ASSA (dahulu bernama PT. MAKARYA PROPERTY) pailit dengan segala akibat hukumnya;
3. Menunjuk dan mengangkat M. Legowo, SH., sebagai Hakim Pengawas dalam kepailitan PT. UE ASSA (dahulu bernama PT MAKARYA PROPERTY);
4. Mengangkat ... , SH., sebagai Kurator.”
Termohon Pailit mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil bahwa mengenai permasalahan jual beli barang, apabila tidak diserahkan tepat waktu atau barang yang dijual jenisnya tidak sebagaimana yang disepakati adalah merupakan kewenangan Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili, mengenai benar atau tidaknya subjek hukum melakukan wanprestasi. Sedangkan permasalahan yang menyangkut mengenai hutang piutang yang pembuktiannya sederhana merupakan kewenangan dari Pengadilan Niaga. Namun yang harus dibuktikan dalam perkara ini adalah apakah benar Pemohon Kasasi wanprestasi?
Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan memiliki pengaturan: “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi”, maka pembuktian utang secara sederhana adalah suatu keharusan karena pemeriksaan dilakukan secara cepat.
Permohonan para Pemohon adalah menyangkut permasalahan keperdataan / wanprestasi saja dan untuk mana memerlukan suatu pembuktian yang tidak sederhana terkait pemeriksaan pemenuhan maupun pelaksanaan ketentuan-ketentuan pasal-pasal yang diperjanjikan antara pihak-pihak yang membuat perjanjian.
Gedung Trade Center Mall Surabaya adalah benar-benar telah dibangun oleh Pemohon Kasasi dan secara fisik bangunan telah terselesaikan hampir 90%, adapun permasalahan sampai saat ini bangunan tersebut belum terselesaikan 100%, hal mana diluar kemampuan Pemohon Kasasi dan bukan atas kehendak daripada Pemohon Kasasi. Permasalahan belum terselesaikannya bangunan tersebut, disebabkan adanya ingkar janji / wanprestasi dari pihak ketiga yaitu PT. Wijaya Karya terhadap Pemohon Kasasi, yang juga merupakan pihak dalam pengajuan permohonan pailit tersebut.
Dikarenakan permasalahan hukum dalam perkara ini tidak sederhana, akan tetapi sangat rumit, maka Pemohon kasasi mengutarakan kaedah dalam yurisprudensi Putusan Peninjauan Kembali PT. WRS Indonesia melawan Rodney Alexander Bothwel, yang dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut:
“Bahwa persengketaan yang timbul dalam perkara ini adalah mengenai wanprestasi dalam hubungan kerja, yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali selaku pegawai dari perusahaan tersebut, permasalahan ini sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu secara perdata, karena perjanjian tersebut dibuat berdasarkan kontrak kerja yang pembuktiannya tidak mudah. Oleh karena itu seharusnya Rodney Alexander Bothwel mengajukan gugatan perdata ke peradilan umum, bukan melalui kepailitan.”
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“bahwa keberatan-keberatan ini dapat dibenarkan karena judex facti salah menerapkan hukum, yaitu tanpa memberikan pertimbangan hukum yang cukup telah mengabulkan permohonan pailit padahal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepalitan:
a. Prinsip pokok hubungan hukum antara Pemohon Pailit dengan Termohon Pailit / Pemohon Kasasi adalah Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Kios pada Bangunan Trade Center Mall Surabaya bukan merupakan perjanjian hutang piutang “murni” sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 dan hal ini mempunyai konsekuensi pada konsekuensi hukum penyelesaian sengketa.
b. Sesuai dengan akta perjanjian maka penyelesaian sengketa bukan pada Pengadilan Niaga, tetapi pada Pengadilan Negeri, dalam artian tuntutan wanprestasi yang diajukan adalah bukan tuntutan kepailitan pada Pengadilan Niaga, tetapi pada Pengadilan Negeri Surabaya melalui gugatan.
c. Persoalan menjadi lebih rumit dengan terlibatnya bank sebagai kreditur lain menambah tidak sederhananya penyelesaian, dan bukan merupakan penyelesaian yang mudah sebagaimana yang disyaratkan dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004.
“Berdasarkan hal tersebut maka dapat dipastikan bahwa judex facti salah dalam menerapkan hukum:
a. Tuntutan para Pemohon Pailit adalah melalui gugatan wanprestasi pada Pengadilan Negeri Surabaya, bukan tuntutan kepailitan pada Pengadilan Niaga Surabaya.
b. Berkaitan dengan tuntutan wanprestasi maka terdapat pembuktian yang rumit dan tidak sederhana yang tidak mungkin diselesaikan melalui proses kepailitan.
c. Dengan adanya pemasangan hak tanggungan pada Bank Mandiri terhadap objek perjanjian pengikatan jual beli sebagaimana adanya memori keberatan dari pihak baik menunjukkan lebih rumitnya penyelesaian.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. UE ASSA (dahulu bernama PT. MAKARYA PROPERTY) dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya telah mengambil putusan, yaitu putusan Nomor: 16/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 15 Desember 2009 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini, dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. UE ASSA (dahulu bernama PT. MAKARYA PROPERTY) tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya telah mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 16/Pailit/2009/PN.Niaga.Sby tanggal 15 Desember 2009;
MENGADILI SENDIRI:
DALAM PERMOHONAN PAILIT:
- Menolak permohonan pailit Pemohon Pailit untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.