LEGAL OPINION
Question: Memang apa saja kemungkinan terburuk bila membuat persero-persero boneka rekaan untuk menjadi para peserta tender proyek pemerintah?
Brief Answer: Terdapat dua rezim hukum yang dapat menjerat pelaku usaha peserta tender yang berlaku tidak jujur dengan menjadikan berbagai peserta tender sebagai ‘boneka’ (nominee) belaka dengan tujuan memenangkan peserta tender tertentu, yakni: Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana para pelaku usaha telah banyak dijatuhi hukuman sebagai pelaku atau pelaku turut-serta dengan pejabat tender Tindak Pidana Kolusi, disamping keberlakuan Undang-Undang tentang Anti Monopoli Usaha sebagaimana menjadi yurisdiksi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang telah banyak membongkar modus penipuan terhadap negara demikian.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut menjadi kasus konkret bagaimana modus-modus rekayasa proses tender diawasi secara ketat, baik oleh KPK maupun KPPU, yang dalam kesempatan ini SHIETRA & PARTNERS akan mengangkat topik mengenai peran KPPU sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa persaingan usaha tidak sehat register Nomor 369 K/Pdt.Sus-KPPU/2015 tanggal 28 Agustus 2015, perkara antara:
- KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA - RI (KPPU-RI), sebagai sebagai Pemohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan; melawan
1. PT. ZUTY WIJAYA SEJATI, sebagai Termohon Kasasi I dahulu Pemohon Keberatan I;
2. PT. MENARABAJA SARANA SAKTI, sebagai Termohon Kasasi II dahulu Pemohon Keberatan II;
3. PT. HANDARU ADHIPUTRA, sebagai Termohon Kasasi III dahulu Pemohon Keberatan III;
4. PT. SINATRIA INTI SURYA, sebagai Termohon Kasasi IV dahulu Pemohon Keberatan IV;
5. PT. JAYA SAKTI KONSTRUKSI, sebagai Termohon Kasasi V dahulu Pemohon Keberatan V; dan
1. PANITIA/POKJA PEKERJAAN KONTRUKSI ULP KABUPATEN LEBONG TAHUN 2001, sebagai Turut Termohon Kasasi I dahulu Turut Termohon Keberatan I;
2. PT ARAFAH ALAM SEJAHTERA, sebagai Turut Termohon Kasasi II dahulu Turut Termohon Keberatan II.
Pihak pengusaha selaku Pemohon Keberatan telah mengajukan keberatan terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 12/KPPU-L/2013, tanggal 17 September 2014, yang telah menjatuhkan vonis sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VIII, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
2. Menyatakan bahwa Terlapor VII tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
3. Menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp2.063.000.000,00 (dua miliar enam puluh tiga juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
4. Menghukum Terlapor III, membayar denda sebesar Rp344.000.000,00 (tiga ratus empat puluh empat juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).”
Terhadap keberatan pihak pengusaha, Pengadilan Negeri Bengkulu kemudian memberikan putusan Nomor 01/Pdt.Sus.KPPU/2014/PN.Bgl., tanggal 27 November 2014, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa memang benar adanya indikasi pembuatan dokumen penawaran oleh satu orang, yakni oleh saksi Siswoyo terutama dokumen tender dari Pemohon II, III dan Turut Termohon II, namun demikian kerja sama dalam pembuatan dokumen penawaran tersebut, tidak serta merta menjadi faktor yang menentukan Pemohon I sebagai pemenang tender;
“Menimbang bahwa ... , sedangkan indikasi adanya afiliasi juga bukanlah menjadikan hal yang menentukan bagi Pemohon I sebagai pemenang tender. Demikian pula tindakan Turut Termohon yang menggugurkan 13 (tiga belas) peserta lain, adalah karena peserta tender tersebut tidak memenuhi persyaratan administrasi yang ditentukan, sehingga tidak serta merta menjadi hal yang menentukan Pemohon I sebagai pemenang tender;
“MENGADILI :
1. Mengabulkan Permohonan Keberatan Pemohon I (dahulu Terlapor II), Pemohon II (dahulu Terlapor III), Pemohon III (dahulu Terlapor IV), Pemohon IV (dahulu Terlapor V) Pemohon V (dahulu Terlapor VI) untuk seluruhnya;
2. Membatalkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 12/KPPU-L/2013 tanggal 17 September 2014 tersebut;
3. Menyatakan Pemohon I (dahulu Terlapor II), Pemohon II (dahulu Terlapor III), Pemohon III (dahulu Terlapor IV), Pemohon IV (dahulu Terlapor V) Pemohon V (dahulu Terlapor VI) tidak terbukti melakukan persekongkolan sebagimana diatur dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.”
Selanjutnya KPPU mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mengemukakan adanya keterangan Termohon Kasasi IV yang terdapat dalam Berita Acara Pemeriksaan Penyelidikan di hadapan Majelis Komisi yang isinya menyatakan:
a. Termohon Kasasi IV pernah ditawari sebagai pendamping dalam tender a quo Termohon Kasasi I;
b. Termohon Kasasi IV menjadi pendamping Termohon Kasasi I dan menerima uang sebesar Rp4.000.000,00.
Dalam Berita Acara Penyelidikan, Termohon Kasasi III dan Termohon Kasasi IV, telah mengaku menerima uang sebagai pendamping dalam tender, yaitu Termohon Kasasi III yang menerima uang mundur sebesar Rp3.000.000,00 dan Termohon Kasasi IV yang menerima uang mundur sebesar Rp4.000.000,00.
Adanya pengakuan Termohon Kasasi III dan Termohon Kasasi IV menerima uang sebagai pendamping dalam tender, menunjukkan bahwa memang benar dalam tender terdapat persekongkolan dan pengaturan oleh pihak tertentu dengan maksud kesengajaan untuk mengalah dan memenangkan pihak tertentu. Persekongkolan tidak akan berjalan efektif tanpa keterlibatan pihak-pihak lain, dalam hal ini peserta lain sebagai pendamping (Termohon Kasasi III, Termohon Kasasi IV, Termohon Kasasi V, dan Turut Termohon Kasasi II).
Dengan melihat kesamaan metode pelaksanaan, pengerjaan dokumen penawaran tender oleh orang yang sama, dan dokumen penawaran yang tidak lengkap, jelas menunjukkan bahwa Termohon Kasasi II, Termohon Kasasi V, dan Turut Termohon Kasasi II hanya sebagai pendamping dan hanya untuk kalah dalam tender merupakan bentuk persekongkolan dan menghambat persaingan.
Pengaturan yang dilakukan dengan cara membuat kesalahan dan dengan sengaja tidak melengkapi dokumen penawaran sehingga menyebabkan gugur pada tahap evaluasi administrasi dan teknis. Adanya pengaturan atau persekongkolan tender, disimpulkan dari pembuatan dokumen oleh orang yang sama mengurangi derajat independensi masing-masing peserta tender, yang seharusnya saling bersaing satu sama lain dan tidak memberikan informasi, sehingga tercipta harga penawaran yang kompetitif.
Termohon Kasasi II dan Termohon Kasasi I memiliki satu kantor yang sama, selain itu dokumen penawaran dibuat oleh orang yang sama, yang mana sudah terbukti diakui oleh karyawan Termohon Kasasi itu sendiri, lagipula dapat dibuktikan dari dokumen kemiripan penawaran, yaitu:
a. Lampiran format tabel analisa harga satuan, yang menunjukkan bahwa dokumen penawaran dibuat oleh pihak yang sama karena yang terdapat pada lampiran tersebut hanya format tabel sehingga kesalahan penulisan didalamnya menjadi bukti bahwa dokumen penawaran dibuatkan oleh pihak yang sama;
b. Metode Pelaksanaan dan Rincian Anggaran Biaya (RAB) yang sama dari Para Termohon Kasasi, memperkuat dugaan bahwa dokumen penawaran dari Para Termohon Kasasi dibuatkan oleh pihak yang sama;
c. Daftar personil inti menunjukkan bukti bahwa pembuat dokumen tender untuk beberapa peserta tender yang saling bersekongkol merupakan staf/karyawan dari Termohon Kasasi V.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 17 ayat (6) mengatur larangan adanya afiliasi/hubungan kepemilikan antar peserta tender:
“Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan.”—[Note SHIETRA & PARTNERS: Norma ini berlaku dalam setiap tender pemerintah pengadaan barang dan jasa apapun.]
Termohon Kasasi I dan Termohon Kasasi II memiliki hubungan keluarga, dimana Pemilik Termohon Kasasi II adalah menantu dari Pemilik Termohon Kasasi I yang berkongsi dengan adiknya.
Dengan adanya kepengurusan yang sama di tiap peserta tender memungkinkan setiap peserta tender mendapatkan pengetahuan dan informasi yang sama mengenai harga penawaran masing-masing, atau dapat dikategorikan sebagai facilitating practices. Sehingga secara logika hukum, para peserta tender tidak mungkin lagi bersikap independen.
Salah satu prinsip dasar dalam pengadaan barang/jasa adalah persaingan sehat antar peserta yang setara, sementara dalam hal terdapat dua atau lebih peserta tender yang saling terafiliasi dan mengikuti paket tender yang sama, tentu akan mengakibatkan peserta tender tersebut menjadi memiliki posisi tawar atau kemampuan bersaing lebih tinggi dibandingkan peserta tender yang lain karena memiliki kesempatan untuk mengajukan dua atau lebih penawaran pada satu paket tender yang sama.
Keberadaan Para Termohon Kasasi sebagai peserta tender pada paket tender yang sama menjadi bertentangan dengan prinsip dasar tersebut karena telah mengurangi tingkat persaingan dalam tender dan melanggar prinsip kesetaraan dalam tender.
Kerjasama dalam mengatur tender untuk memfasilitasi Termohon Kasasi I menjadi pemenang tender, sedangkan Termohon Kasasi II, Termohon Kasasi III, Termohon Kasasi IV, Termohon Kasasi V, dan Turut Termohon Kasasi II hanya sebagai pendamping.
Pengaturan yang dilakukan dengan cara membuat kesalahan dan dengan sengaja tidak melengkapi dokumen penawaran sehingga menyebabkan gugur pada tahap evaluasi administrasi dan teknis. Persekongkolan merupakan kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu yang dapat berupa pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.
Bukti-bukti tersebut harus dibaca sebagai satu rangkaian dan saling mendukung. Bahwa dengan adanya afiliasi antara peserta tender, adanya kerjasama dalam pembuatan dokumen penawaran, adanya peserta tender yang menerima uang untuk menjadi pendamping dalam proses tender, serta adanya pengguguran peserta tender karena alasan yang tidak substansial, dan tidak pernah diklarifikasi, jelas membuktikan adanya persekongkolan tender.
Disamping itu, pihak Turut Termohon Kasasi I telah bertindak diskriminatif, baik secara langsung maupun tidak langsung, telah memfasilitasi Termohon Kasasi I sebagai pemenang tender. Diskriminasi yang dilakukan Turut Termohon Kasasi I adalah menggugurkan peserta tender yang salah ketik nomor jaminan penawaran, padahal bukan merupakan kesalahan yang substantif.
Perlakuan diskriminatif berikutnya adalah Turut Termohon Kasasi I tetap meluluskan Termohon Kasasi I, padahal terdapat satuan timpang melebihi OE sebesar 173%, sementara menurut keterangan Ahli LKPP, apabila ada harga satuan timpang sekitar 180%, seharusnya Panitia menggugurkan.
Turut Termohon Kasasi I sama sekali tidak kooperatif dalam proses persidangan meskipun telah dipanggil secara patut berdasarkan hukum acara secara due process of law. Turut Termohon Kasasi I tidak berupaya memberi penjelasan tentang dugaan persekongkolan tender secara vertikal yang dilakukannya, terlebih lagi dalam persidangan telah terbukti bahwa dugaan persekongkolan ini telah nyata dilakukan oleh Turut Termohon Kasasi I secara aktif dalam bentuk melakukan diskriminasi dan pengkondisian pemenang.
Dimana terhadap bukti-bukti argumentasi KPPU, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 19 Desember 2014 dan kontra memori kasasi tanggal 30 Januari 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Negeri Bengkulu telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa berdasar pembuktian diketahui adanya indikasi kuat bahwa pembuatan dokumen penawaran dilakukan oleh satu orang yang sama, demikian pula dalam hal pembuatan dokumen tender yang diajukan, begitu juga dokumen penawaran, indikasi tersebut dikuatkan dengan penulisan alamat yang sama;
- Bahwa dengan adanya kesamaan format dokumen serta RAB dari penawaran, menandakan dokumen dibuat oleh satu orang, telah diakui pula oleh Siswoyo sebagai pembuat dokumen tersebut, pada dokumen dimaksud terdapat kesamaan tabel dan terdapat kesalahan penulisan yang sama;
- Bahwa selain hal tersebut di atas, terdapat pula kesamaan personil pendukung proyek, sehingga secara keseluruhan menunjukkan adanya persekongkolan diantara beberapa pihak yang menciptakan sistem persaingan usaha yang tidak sehat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA – RI (KPPU-RI) tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor 01/Pdt.Sus/KPPU/2014/PN.Bgl. tanggal 27 November 2014 yang membatalkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 12/KPPU-L/2013 tanggal 17 September 2014 serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara a quo dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
“M E N G A D I L I
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA – RI (KPPU-RI) tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor 01/Pdt.Sus/KPPU/2014/PN.Bgl., tanggal 27 November 2014;
“MENGADILI SENDIRI
“Menolak permohonan keberatan dari Para Pemohon Keberatan seluruhnya.”
Dengan telah ditolaknya keberatan dari pihak pelaku usaha, dengan demikian vonis hukuman dalam putusan KPPU menjadi dibenarkan dan dikuatkan oleh Mahkamah Agung.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.