LEGAL OPINION
Question: Saya dan beberapa kawan yang upahnya tidak kunjung dibayar oleh perusahaan, sudah putus asa dengan keadaan ini. Apa bisa kami pailitkan saja perusahaan ini?
Brief Answer: Tidak bisa jika secara serta-merta seketika mengajukan pailit terhadap pihak pengusaha di Pengadilan Niaga tanpa terlebih dahulu didahului putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang menyebutkan bahwa benar pihak pengusaha tidak membayar upah, dimana amar putusan condemnatoir dari PHI yang menyebutkan sejumlah nominal upah tertunggak sebagai alat bukti di Pengadilan Niaga ketika hendak mempailitkan pihak pengusaha.
Proses pembuktian adanya hutang di Pengadilan Niaga perkara kepailitan wajib bersifat sederhana, dimana satu-satunya cara ialah terlebih dahulu menempuh proses gugatan di PHI—tidak efisien, namun demikianlah prosedur hukum yang berlaku.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut dapat memberi contoh konkret, yakni putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat perkara Permohonan Kepailitan register Nomor 04/Pdt.Sus-PAILIT/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 7 April 2016, perkara antara:
1. SUDIYARTO; dan 2. JAFAR TAMBUNAN sebagai PARA PEMOHON PAILIT; terhadap
- PT. MERPATI NUSANTARA AIRLINES (PERSERO), sebagai TERMOHON PAILIT.
Pemohon adalah pegawai Termohon yang diberhentikan dengan hormat oleh Termohon sejak tahun 2014. Namun sampai permohonan pailit ini diajukan, Termohon belum juga memenuhi kewajibannya, yang artinya Termohon memiliki Hutang kepada Pemohon. Pemohon telah berupaya meminta haknya, namun Termohon tidak menanggapi dan tidak memenuhi kewajibannya.
Sementara pihak Termohon dalam bantahannya menyebutkan, Pemohon tidak punya kedudukan hukum (legal standing) dalam mengajukan Kepailitan terhadap Pemohon. Karena yang berhak mengajukan Kepailitan adalah Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU No. 37 Tahun 2004.
Sementara Pemohon mendalilkan dirinya mempunyai kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan pailit, oleh karena berdasarkan penjelasan Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Kepailitan, BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik saja yang hanya dipailitkan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan Termohon adalah bukan BUMN yang bergerak dibidang pubiik, iagi karena modalnya sudah terbagi atas saham.
Terhadap permohonan pailit Pemohon, terhadapnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa sehubungan dengan hal tersebut Majelis Hakim berpendapat dengan memperhatikan bukti T-2 berupa Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.l. No.AHU.81409.01.02 Tahun 2008 (tentang persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan) dan dalam Pasal 4 Tentang Modal Perseroan disebut modal dasar tersebut ditempatkan dan diambil bagian oleh pemegang saham sebanyak Rp.1.403.556.000.000,- saham dengan perincian 1.344.468.000.000,- saham Negara Republik Indonesia dan Rp.59,088.000.000,- atau 59,088,- saham milik PT. Garuda Indonesia (Persero) jo. Bukti T-2 tentang Pernyataan Keputusan para Pemegang Saham Perusahaan Perseroan PT. Merpati Nusantara Airlines (PT.MNA) diluar RUPS No.31 tanggal 26 Nopember 2014 disebutkan bahwa Keputusan para Pemegang Saham diluar Rapat mewakili 100% saham-saham Perseroan yang telah ditempatkan dan disetor terdiri dari:
1. Negara Republik Indonesia sebesar Rp.1.905.468,- saham atau setara dengan 96.99%;
2. Perusahaan Perseroan PT.Garuda Indonesia, Tbk sejumlah 59,088 Saham atau setara dengan 3.01;
“Menimbang, bahwa dari bukti-bukti tersebut PT. Merpati Nusantara Airlines (PT.MNA) terbukti milik Negara dan bergabung dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
“Menimbang, bahwa dengan memperhatikan maksud dan tujuan didirikannya PT. Merpati Nusantara Airlines (PT.MNA) dapat disimpulkan PT. Merpati Nusantara Airlines (PT.MNA) merupakan BUMN yang melayani kepentingan Publik;
“Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU apabila suatu BUMN yang bergerak dihidang kepentingan publik maka berhak mengajukan PKPU adalah Menteri Keuangan;
“Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 2 Ayat 5 menyatakan :
‘Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang asuransi kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.’
“Menimbang, bahwa sebagaimana pertimbangan diatas bahwa yang mengajukan pailit adalah SUDIYARTO dan JAFAR TAMBUNAN selaku pegawai PT. Merpati Nusantara Airlines (PT.MNA) dimana sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 5 tersebut diatas yang bisa mengajukan permohonan pailit hanya Menteri Keuangan;
“Menimbang, bahwa kemudian Termohon juga mengajukan keberatan dalam Repliknya yaitu bahwa sengketa tidak masuk lingkup Pengadilan Niaga melainkan masuk dalam ranah Pengadilan Hubungan Industrial, dengan alasan:
- Bahwa Pemohon I adalah pegawai dari Termohon sejak bulan Agustus 1996 dan diberhentikan dengan hormat oleh Termohon sejak bulan Juli 2004;
- Bahwa tuntutan permohonan seharusnya mengajukan untuk dibayarkannya hak-hak ketenagakerjaan berupa pembayaran gaji, denda gaji, pesangon, iuran jamsostek, yang mana karenanya masuk dalam perselisihan hubungan industrial;
“Menimbang, bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas Majelis berpendapat dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan didalam Pasal 1 angka 22, berisi:
‘Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja / buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.’
“Menimbang, bahwa dengan memperhatikan ketentuan diatas dengan melihat bukti-bukti yang diajukan serta Pemohon Pailit dan tanggapan Termohon Pailit tidak disangkal, benar Pemohon adalah karyawan (buruh) sedang Termohon adalah majikan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian hubungan Pemohon dengan Termohon adalah hubungan industrial atau hubungan antara Pengusaha dengan buruh atau pekerja atau serikat buruh;
“Menimbang, bahwa apabila terjadi sengketa antara pengusaha dan buruh, apakah dapat diselesaikan oleh Pengadilan Niaga?
“Menimbang, bahwa dengan memperhatikan sengketa antara Pemohon dan Termohon yang mempersoalkan tentang diberhentikannya Pemohon dimana hak-hak Pemohon tidak dibayarkan gaji, denda gaji, iuran jamsostek dan lain-lain. Maka hubungan tersebut jika terjadi sengketa seharusnya diselesaikan oleh Pengadilan Hubungan Industrial;
“Menimbang, bahwa dalam sengketa seperti ini Pengadilan Niaga sesuai Undang-Undang Kepailitan dan PKPU No. 37 tahun 2004 menyatakan tidak berwenang menyelesaikannya, oleh karena itu permohonan Para Pemohon ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan Para Pemohon.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.