Tanggung Renteng Pidana Eksportir / Importir dan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan

LEGAL OPINION
Question: Saat ini saya punya rekan bisnis sedang penjajakan, nah rekanan saya ini mau memakai nama badan hukum PT milik saya untuk usaha dia, jadi kop surat maupun cap perusahaan juga dia pinjam untuk itu. Apa resiko terburuknya untuk PT saya?
Brief Answer: Pertama-tama, hendaknya tidak terkecoh oleh istilah “Tindak Pidana Korporasi”, sehingga seolah badan hukum perseroan itulah yang dipidana, bukan pengurusnya. Meski Mahkamah Agung RI telah menerbitkan surat edaran perihal Tindak Pidana Korporasi, dalam praktiknya peradilan melakukan rasionalisasi dengan tetap memidana penjara pengurus perseroan, alih-alih sebatas pidana denda terhadap korporasi.
Pinjam pakai nama badan hukum artinya hanya berlaku internal para pihak dalam perjanjian pinjam pakai nama, sementara di mata negara, dengan dipinjam-pakai-kannya nama badan hukum, maka tanggung jawab antara peminjam dan yang dipinjam menjadi renteng, baik secara pidana maupun perdata, sehingga sejatinya praktik-praktik semacam pinjam nama bukanlah perkara yang dapat disepelekan.
Perlu dipahami dan dimaklumi, kerapkali hubungan hukum yang tampak seperti hubungan keperdataan murni, dapat bergeser menjadi perkara pidana ketika hubungan bisnis dilakukan prinsip etika maupun kehati-hatian (prudent and etical bussiness standing).
PEMBAHASAN:
Ilustrasi dibawah ini dapat menjadi pelajaran berharga, yakni putusan perkara pidana kepabeanan register Nomor 641 K/Pid.Sus/2014 tanggal 29 Oktober 2014, dimana BIKNER PANJAITAN selaku Terdakwa merupakan direksi PT. Baswara Nitisara, suatu badan usaha bergerak dibidang eksportir, terseret menjadi pesakitan di meja hijau akibat meminjamkan nama badan hukumnya bagi Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJB) yang telah membuat laporan rincian jenis Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang tidak sesuai kenyataan kepada instansi pengawas pabean.
Terdakwa BIKNER PANJAITAN selaku Direktur Utama PT. Baswara Nitisara, didakwa telah secara bersama-sama atau bertindak sendiri-sendiri dengan JUSTIN SIAHAAN (Direktur PPJK PT. Multi Mitra Benua) dan ANDY SANTOSO selaku pemilik barang, pada, menyerahkan pemberitahuan Pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 103 huruf a Undang-Undang No.17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terdakwa adalah Direktur Utama PT. Baswara Nitisara yang mempunyai tugas dan tanggungjawab menandatangani surat keluar, membuat dokumen pemesanan barang (purchase order) ke suplier di luar Negeri, menandatangani cek dan giro, membina hubungan internal dan eksternal dan menandatangani surat kuasa.
Pada tahun 2011, Terdakwa bertemu dengan JUSTIN SIAHAAN (dilakukan penuntutan secara terpisah) selaku Direktur PT. Multi Mitra Benua yang bergerak dibidang pengurusan jasa kepabeanan, dan pada saat itu JUSTIN SIAHAAN bermaksud meminjam perusahaan yang dipimpin Terdakwa (yaitu PT. Baswara Nitisara yang bergerak dibidang usaha impor dan ekspor sebagai eksportir) dalam melakukan kegiatan ekspor jika JUSTIN SIAHAAN menerima order dari pemilik barang untuk diekspor atau diimpor.
Selanjutnya antara Terdakwa dengan JUSTIN SIAHAAN menyepakati surat perjanjian yang Belawan dan di tempat tersebut Terdakwa dan JUSTIN SIAHAAN, dimana uang jasa yang diterima PT. Baswara Nitisara untuk pinjam nama kegiatan ekspor dalam setiap dokumen PEB sebesar Rp300.000,00; kemudian Terdakwa menyerahkan blangko kosong invoice dan packing list dengan Kop PT. Baswara Nitisara yang telah diberi stempel kepada JUSTIN SIAHAAN dengan maksud mempermudah jika akan melakukan ekspor atau impor.
Tak lama berselang, ANDY SANTOSO (dilakukan penuntutan secara terpisah) menghubungi PT. Multi Mitra Benua untuk booking shipment 1 x 40’ reefer Negara tujuan Haipong Vietnam. Setelah disetujui oleh JUSTIN SIAHAAN kemudian JUSTIN SIAHAAN mempersiapkan kontainer kepada pihak pelayaran. Selanjutnya  ANDY SANTOSO mengirim data ke Kantor JUSTIN SIAHAAN yang berisikan nama penerima barang di Haipong, jenis barang, jumlah barang dan total berat bersih barang, tetapi nama barang hanya diucapkan lewat telepon ke Kantor PT. Multi Mitra Benua yang diterima oleh JUSTIN SIAHAAN, yaitu dengan nama barang Frozen Fish beku atau Ikan Gabus beku selanjutnya JUSTIN SIAHAAN memasukkan jumlah dan jenis barang ke dalam invoice dan packing list yang sebelumnya telah ada dengan Kop dan dengan stempel PT. Baswara Nitisara.
Berdasarkan invoice dan packing list tersebut, JUSTIN SIAHAAN memerintahkan mengirimkan data Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atas nama eksportir PT. Baswara Nitisara secara online ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama eksportir PT. Baswara Nitisara dengan PPJK PT. Multi Mitra Benua dengan jumlah dan jenis barang berupa Frozen Lizard Fish.
Tanpa diduga, petugas pemeriksaan atas barang ekspor kemudian melakukan pemeriksaan terhadap kontainer tersebut, dan dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan barang-barang berupa penyelundupan daging trenggiling yang merupakan hewan terancam punah.
Yang wajib menyerahkan pemberitahuan pabean ekspor adalah eksportir atau kuasanya berupa dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean misalnya invoice dan packing list dan eksportir wajib mengisi pemberitahuan pabean ekspor dengan lengkap dan benar dan bertanggungjawab atas kebenaran data yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean ekspor, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan RI No.65/PMK.04/2007 tentang Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan dinyatakan bahwa Pengurusan Pemberitahuan Pabean atas barang impor atau ekspor dilakukan oleh pengangkut, importir atau eksportir dan pada ayat (2) dinyatakan bahwa jika tidak dilakukan sendiri, importir atau eksportir dapat memberikan kuasa kepada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).
Namun dalam konteks kepabeanan baik dibidang impor maupun ekspor, tidak dikenal adanya konstruksi hukum ‘pinjam pakai nama perusahaan’, karena pengurusan pemberitahuan pabean hanya dapat dilakukan oleh pengangkut, importir atau eksportir dan apabila pengurusan pemberitahuan tidak dilakukan sendiri oleh pengangkut, importir atau eksportir maka pihak yang bersangkutan dapat menyerahkannya kepada PPJK dengan membuat Surat Kuasa.
Berdasarkan barang bukti berupa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), yang bertindak sebagai eksportir adalah PT. Baswara Nitisara dengan Direktur Utama adalah Terdakwa, sehingga jika dalam praktik kepabeanannya ditemukan kesalahan maka yang bersangkutan dapat diminta pertanggungjawabannya, sesuai penjelasan Pasal 103 huruf a Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2006, dimana yang dimaksud dengan dokumen palsu atau dipalsukan antara lain berupa dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak atau dokumen yang dibuat oleh orang yang berhak tetapi memuat data tidak benar.
Adapun kemudian yang menjadi putusan Pengadilan Negeri Medan, Nomor 246/Pid.B/2012/PN.Mdn, tanggal 05 Desember 2012 dengan amar sebagai berikut :
- Menyatakan Terdakwa BIKNER PANJAITAN tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan Penuntut Umum;
- Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan tersebut;
- Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya.”
Terhadapnya, Jaksa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mengemukakan bahwa barang ekspor yang diberitahukan dalam PEB atas nama eksportir PT. Baswara Nitisara dan PPJK PT. Multi Mitra Benua adalah jumlah dan jenis barang kedapatan tidak sesuai yang diberitahukan berupa Kulit Trenggiling dan Trenggiling beku tanpa sisik dimana akan dikirim ke negara tujuan Vietnam.
PT. Baswara Nitisara dipinjam pakai oleh PT. Multi Mitra Benua untuk kegiatan ekspor bilamana ada seseorang yang akan melakukan kegiatan ekspor, akan tetapi orang tersebut tidak mempunyai perusahaan maka dapat menggunakan nama perusahaan PT. Baswara Nitisara eksportir. berupa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan menggunakan
Setiap perusahaan dapat melakukan ekspor barang melalui Kantor Bea dan Cukai apabila perusahaan eksportir tersebut telah mempunyai Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) NPWP dan mempunyai program aplikasi PEB PDE. Terhadap eksportir yang tidak mempunyai program aplikasi PEB PDE dapat mengirimkan PEB-nya melalui Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 dinyatakan:
“Pemberitahuan pabean ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban kepabeanan dibidang ekpsor dalam bentuk tulisan di atas formulir atau data elektronik.”
Yang wajib menyerahkan pemberitahuan pabean ekspor adalah eksportir atau kuasanya sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007. Sementara Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.04/2007, yang dimaksud dengan barang larangan dan/atau pembatasan adalah “barang yang dilarang dan/atau dibatasi pemasukan atau pengeluarannya ke dalam dan dari daerah pabean.
Trenggiling termasuk kategori barang larangan atau pembatasan karena Trenggiling termasuk satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembentahuan jenis dan/atan jumlah barang pada PEB atas nama eksportir PT. Baswara Nitisara dengan Direktur adalah Terdakwa dan PPJK PT. Multi Mitra Benua dengan Direktur JUSTIN SIAHAAN diberitahukan secara salah/tidak benar.
Memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang secara salah/tidak benar pada PEB atas nama eksportir PT. Baswara Nitisara dan PPJK PT. Multi Mitra Benua merupakan tindak pidana kepabeanan yang melanggar ketentuan Pasal 103 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, yakni:
“Setiap orang yang menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabeanan yang palsu atau dipalsukan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Penjelasan Pasal 28 Undang-Undang tentang Kepabeanan, yang dimaksud dengan dokumen pelengkap pabean adalah “semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, bill of lading, packing list, dan manifest.”
Penjelasan Pasal 103 huruf a Undang-Undang tentang Kepabeanan, yang dimaksud dengan dokumen palsu atau dipalsukan antara lain dapat berupa:
a. Dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak; atau
b. Dokumen yang dibuat oleh orang yang berhak tetapi memuat data tidak benar;
Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 dinyatakan bahwa “eksportir wajib mengisi pemberitahuan pabean ekspor dengan lengkap dan benar, dan bertanggungjawab atas kebenaran data yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean ekspor”.
Sedangkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 65/PMK/04/2007 tentang Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, dinyatakan bahwa Pengurusan Pemberitahuan Pabean atas barang impor atau ekspor dilakukan oleh pengangkut, importir, atau eksportir, pada ayat (2) dinyatakan bahwa dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, importir atau eksportir dapat memberikan kuasanya kepada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan.
Selanjutnya Pasal 1 ayat (2) peraturan diatas, mengatur pula, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan bertanggungjawab terhadap pungutan Negara dalam rangka impor atau ekspor dalam hal importir, atau eksportir tidak ditemukan—sehingga menurut pihak Pengawas Bea dan Cukai, bila mengacu pada ketentuan di bidang kepabeanan, maka masing-masing pihak baik eksportir maupun PPJK dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan peranan perbuatannya.
Perbuatan memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang secara salah/tidak benar pada PEB atas nama eksportir PT. Baswara Nitisara dan PPJK PT. Multi Mitra Benua tidak menimbulkan kerugian Negara secara materil, karena komodity Trenggiling tidak termasuk komoditi yang dapat dikenakan bea keluar, namun jenis perbuatannya yang dilarang (delik formil).
Jaksa menyimpulkan, Terdakwa mengetahui PPJK PT. Multi Mitra Benua telah menggunakan perusahaan PT. Baswara Nitisara sehubungan dengan eskportasi yang diberitahukan dalam PEB, yang sebelumnya antara Terdakwa dan Saksi JUSTIN SIAHAAN selaku PPJK membuat surat perjanjian mengenai pemakaian nama perusahaan PT. Baswara Nitisara.
Selanjutnya surat perjanjian tersebut digunakan oleh PT. Multi Mitra Benua sehubungan dengan kegiatan ekspor yang dilakukan oleh PT. Multi Mitra Benua (sudah 17 kali berjalan sebelum kemudian tertangkap tangan), dan Terdakwa tidak melakukan pengecekan terhadap barang-barang apa saja yang diberitahukan dalam PEB, karena Terdakwa juga tidak ikut menyaksikan pada saat dilakukan pemuatan barang ke dalam container.
Sedangkan yang menerbitkan invoice dan packing list adalah PPJK PT. Multi Mitra Benua, karena Terdakwa sebelum itu dalam rangka perjanjian pinjam nama PT telah menyerahkan blanko kosong invoice dan packing list atas nama kop surat PT. Baswara Nitisara serta cap atau stempel perusahaan PT. Baswara Nitisara kepada PT. Multi Mitra Benua untuk mempermudah apabila ada kegiatan ekspor yang dilakukan oleh PT. Multi Mitra Benua.
Terdakwa seharusnya (ought to) dapat menyadari, dengan penyerahan blanko kosong tersebut terbuka kemungkinan untuk disalahgunakan, dan didalam kepabeanan tidak mengenal adanya Surat Perjanjian melainkan Yang dilakukan oleh Terdakwa dalam melakukan kerja sama dengan JUSTIN SIAHAAN, bukan melalui konstruksi hukum Surat Kuasa, melainkan dengan membuat surat penjanjian pinjam nama badan hukum.
Sehingga dengan demikian, baik Terdakwa sebagai Direktur Utama PT. Baswara Nitisara selaku Eksportir harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dimana terhadap dalil-dalil kasasi yang diajukan Jaksa, Mahkamah Agung kemudian membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum dapat dibenarkan karena Judex Facti telah salah atau keliru dalam menerapkan hukum, telah membebas-kan Terdakwa dari semua dakwaan Jaksa/Penuntut Umum dengan tanpa mencermati fakta hukum yang terungkap di persidangan;
“Bahwa menurut fakta yang terungkap di persidangan yang diperoleh dari keterangan para Saksi, Ahli dan keterangan Terdakwa sendiri dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan di persidangan disimpulkan perbuatan Terdakwa sebagai berikut :
a. Bahwa yang melakukan ekspor adalah PT. Baswara Nitisara yang Terdakwa sebagai Direkturnya karena PT. Baswara Nitisara yang memiliki Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yang berwenang melakukan ekspor;
b. Bahwa sebagai pelaksana dari ekspor dalam perkara a quo adalah PT. Multi Mitra Benua, JUSTIN SIAHAAN sebagai Direktur yang dalam aturan ekspor-impor disebut Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabean (PPJK) dalam pelaksana tugasnya harus mendapat kuasa dari Perusahaan yang mempunyai izin ekspor yang memiliki (TDUP) untuk melakukan ekspor atas barang dari pemilik komoditi yang diekspor;
c. Bahwa yang ternyata diekspor oleh PT. Baswara Nitisara ketika dilakukan pengecekan oleh petugas kepabeanan ternyata antara invoice dan packing list dengan senyatanya ketika dilakukan pengecekan kepabeanan oleh Saksi M. SAIDI selaku Petugas Pemeriksaan atas barang ekspor ternyata berbeda dan tidak sesuai dengan barang yang ada, dalam dokumen ekspor hanya Ikan Gabus atau berupa Frozen Lizard Fish 1.175 ons = 23.500 kgs ternyata yang ada di kontainer ditemukan potongan Daging Bulus beku, Kulit Trenggiling dan Trenggiling beku tanpa sisik/kulit yang menurut Ahli PONTAS O ARITONANG, S.E., M.E dokumen ekspor yang diajukan adalah palsu yaitu dokumen yang dibuat oleh orang yang berwenang tetapi memuat data tidak benar, melanggar Pasal 103 huruf a Undang-Undang No.10 Tahun 1995 yang diubah dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2006;
d. Bahwa Perjanjian Pinjam Pakai Perusahaan antara PT. Baswara Nitisara Terdakwa sebagai Direktur dengan PT. Multi Mitra Benua Direktur JUSTIN SIAHAAN tanggal 1 April 2012 secara hukum hanya berlaku dan mengikat Ketua Perusahaan tersebut yang tidak melepaskan tanggungjawab Terdakwa sebagai perusahaan ekspor;
e. Bahwa adalah keliru Terdakwa berdasarkan perjanjian internal tersebut telah menyerahkan blanko kosong invoice dan packing list dan cap/stempel PT. Baswara Nitisara kepada PT. Multi Mitra Benua sehingga barang ekspor lepas dari kontrol Terdakwa;
f. Bahwa barang yang diekspor adalah barang terlarang karena Trenggiling (baik tanpa kulit maupun kulitnya) termasuk hewan suaka yang harus dilindungi tidak boleh diekspor;
g. Bahwa Terdakwa (PT. Baswara Nitisara) mendapat keuntungan dari ekspor dilakukan PT. Multi Mitra Benua dengan Direktur JUSTIN SIAHAAN karena setiap dilakukan ekspor mendapat uang senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah);
h. Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan Terdakwa terbukti melakukan perbuatan turut serta menyerahkan pemberitahuan pabean dan dokumen lengkap pabean yang palsu atau dipalsukan Pasal 103 huruf a Undang-Undang No.17 Tahun 2006;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Negeri Medan, Nomor 246/Pid.B/2012/PN.Mdn, tanggal 05 Desember 2012 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera dibawah ini;
M E N G A D I L I
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Belawan tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan, Nomor 246/Pid.B/2012/PN.Mdn, tanggal 05 Desember 2012;
MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa BIKNER PANJAITAN, S.E. terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.”
Sudah saatnya istilah “Tindak Pidana Korporasi” dihapus dari kamus hukum, karena cenderung membuat persepsi menyesatkan di tengah masyarakat. Untuk selanjutnya marilah kita bersama-sama menggunakan istilah “Tindak Pidana Kepengurusan & Penyalahgunaan Korporasi”—dimana baik pengurus dan korporasi yang disalahgunakan pelaku dapat dijatuhi vonis pidana penjara dan denda. Demikian agar dapat dipahami dan dimaklumi.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.