Tanggung Jawab Pidana Sekaligus Perdata antara Pekerja dan Majikan

LEGAL OPINION
Question: Pak Hery (dari SHIETRA & PARTNERS) mengatakan bila tanggung jawab pidana adalah bersifat individu. Lalu, bagaimana dengan dana saya yang tidak kunjung dikembalikan oleh sebuah perbankan, dimana pihak bank itu beralasan dana saya tak pernah tercatat dalam sistem pembukuan bank, beralasan digelapkan oleh pegawai tellernya, dan alasan lainnya.
Pegawainya memang benar kemudian dipidana penjara karena laporan saya. Pak Hery mengatakan masih boleh menggugat perdata juga meski pelaku telah dipidana. Tapi masalahnya, yang dapat saya gugat apakah berarti juga hanya oknum pegawai bank itu? Kan, yang berhasil saya pidana kemudian cuma pegawai bank itu saja?
Brief Answer: Dalam konteks tanggung jawab perdata, dapat diberlakukan prinsip tanggung jawab atasan/majikan (vicarious liability). Namun guna ‘aman’-nya, dapat menjadikan pihak bank sebagai Tergugat Kesatu dan pihak oknum pegawainya yang telah menggelapkan dana simpanan Anda sebagai Tergugat Kedua, dimana dalam petitum (pokok permintaan dalam gugatan) meminta agar pengadilan menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti-rugi sejumlah dana simpanan milik Anda, secara tanggung renteng.
Mengapa antara majikan dan anak buah selaku pekerja menjadi bertanggung jawab perdata secara renteng? Karena bagaimana pun pihak nasabah datang ke kantor milik bank, pegawai bank memakai seragam bank, dan transaksi dilakukan pada jam serta kantor milik perbankan, atau bahkan lembar dokumen memakai slip asli milik bank, sehingga pihak direksi / supervisor / manager perbankan tidak pada kedudakannya untuk mendalilkan dirinya telah ‘lalai’ mengawasi dan men-supervisi SOP para pekerjanya—sehingga secara falsafah tanggung jawab perdata, praktik vicarious liability dapat dibenarkan.
Sementara bagi pihak perbankan, prinsip prudent dan know your consutomer tidak hanya berlaku bagi pihak nasabah, namun perlu juga diterapkan prinsip prudent dan know your employee terhadap internal para karyawannya sendiri. Dalam konteks pidana maupun perdata, kelalaian bukan merupakan alasan pemaaf, namun suatu bentuk kesalahan itu sendiri.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi yang SHIETRA & PARTNERS berikut tepat direpresentasikan sebagai cerminan, yakni putusan Mahkamah Agung RI sengketa gugatan perdata register Nomor 3064 K/PDT/2013 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
- PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT ARTHANUGRAHA MAKMUR SEJAHTERA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I; melawan
1. DILIP JASUMAL MORANDANI; 2. ANITA PUSPA; sebagai Para Termohon Kasasi dahulu Penggugat I dan II; dan
1. ARY SAPTONO, ST.; 2. ARDIANI IKA SULISTYAWATI, S.E., sebagai Para turut Termohon Kasasi, dahulu Tergugat II dan Turut Tergugat.
Penggugat II adalah anak dari Penggugat I, sedangkan Turut Tergugat adalah istri dari Tergugat II. Para Penggugat telah menanamkan deposito pada Tergugat I, masing-masing sebagai berikut :
- Tanggal 22 November 2002 sebesar Rp. 100.000.000,-
- Tanggal 22 November 2002 sebesar Rp. 100.000.000,-
- Tanggal 27 Mei 2002 sebesar Rp. 100.000.000,-
- Tanggal 27 Mei 2003 sebesar Rp. 100.000.000,-
- Tanggal 3 Juni 2003 sebesar Rp. 100.000.000,-.
Total Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah).
Sehingga deposito-deposito tersebut tercatat atas nama Para Penggugat. Deposito tersebut dimasukkan saat Tergugat I dibawah pimpinan / Direkturnya (Tergugat II), serta dimaksudkan sebagai deposito berjangka 3 bulan, yang secara otomatis akan diperpanjang tanpa melalui permohonan perpanjangan dari para Penggugat (take over) dengan bunga 19 % pertahun.
Hingga bulan Mei 2006 bunga-bunga deposito tersebut dibayar secara tertib dan lancar oleh Tergugat I. Oleh karena pada bulan Juni 2006 Penggugat membutuhkan dana, maka bermaksud mencairkan uang 4 lembar deposito masing-masing senilai Rp. 100.000.000,-.
Namun hal tersebut tidak dapat terlaksana, dengan alasan deposito milik para Penggugat tidak semua dibukukan oleh Tergugat II (selaku Direktur) di Tergugat I, dimana yang dibukukan ternyata hanya sebesar Rp. 200.000.000,-. Persoalan Tergugat II tidak membukukan seluruh deposito milik Penggugat, disamping merupakan urusan intern institusi Tergugat I, hal tersebut menunjukkan bahwa terhadap Tergugat I dan Tergugat II, baik secara sendiri-sendiri maupun secara tanggung renteng telah melakukan wanprestasi, karena deposito-deposito tersebut dimasukkan / ditanamkan pada institusi Tergugat I. Adapun fakta-fakta yang terungkap, sebagai berikut:
- Seluruh deposito dikeluarkan dengan stempel institusi Tergugat I;
- Bunga deposito yang telah para Penggugat terima, dibayarkan oleh Tergugat I.
Tergugat I dan Tergugat II berusaha menyelesaikan persoalan pembayaran deposito-deposito yang belum dibayarnya berikut bunga-bunganya, secara kekeluargaan dengan cara menyerahkan sebidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 150 seluas ± 4.730 M2, atas nama Ardiani Ika Sulistyawati, S.E (Turut Tergugat, yang merupakan istri Tergugat II) sebagai jaminan untuk pelunasan pembayaran deposito-deposito yang belum dapat dicairkan beserta bunga-bunganya namun hingga kini belum dapat terlaksana, karena para Tergugat maupun Turut Tergugat setiap diajak untuk menjual obyek tanah tersebut guna melunasi pembayaran kewajiban para Tergugat, selalu menghindar dengan berbagai macam alasan.
Oleh karena Tergugat I dan Tergugat II baik secara sendiri-sendiri maupun secara tanggung-renteng telah melakukan wanprestasi, maka berdasar Pasal 1243 KUHPerdata, Penggugat memohon pada pengadilan agar Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk bertanggung jawab secara tanggung-renteng.
Saat gugatan diajukan oleh Penggugat, Tergugat II telah menjadi narapidana pada lembaga pemasyarakatan terkait dana para Penggugat yang tidak dikembalikan. Terhadap gugatan Penggugat, yang menjadi putusan Pengadilan Negeri Semarang No.172/Pdt.G/2011/PN.Smg., tanggal 25 Januari 2012, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut :
“menimbang, bahwa terhadap masalah deposito ini, Para Penggugat telah mengajukan alat bukti surat yang diberi tanda P.1 sampai P.5 yaitu berupa surat deposito berjangka yang berindikasi : ada nama terang penerima deposito dan telah ditandatangani oleh Tergugat II sebagai Direktur (teraviliasi) pada Tergugat I PT. BPR Arthanugraha Makmur Sejahtera Mranggen Demak dan ada Stempel Tergugat I sebagai Pihak Bank Penerima Deposito serta Fotocopy P.1 sampai P.5 tersebut sesuai dengan aslinya, berdasarkan Pasal 1888 KUHPerdata maka dinilai mempunyai kekuatan Pembuktian;
“Menimbang bahwa bukti T.9/TT.9 substansi amar putusan ini sesuai pula dengan keterangan saksi dari Tergugat / Turut Tergugat SUGIHARTATA dan SUNDARI yang menerangkan ia masing-masing tidak melakukan pencatatan dalam transaksi di BPR Arthanugraha Makmur Sejahtera Mranggen Demak-Tergugat I oleh karena itu secara yuridis masalah pencatatan tersebut termasuk dalam ranah administratif perbankan sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Majelis seperti diatas bahwa hal itu adalah masalah / urusan internal Tergugat I dengan Tergugat II sehingga dalam perkara a qua mereka harus bertanggung-jawab terhadap deposito atas nama Para Penggugat secara tanggung renteng;
“MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan wanprestasi;
3. Menghukum Para Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng mengembalikan kepada Para Penggugat, berupa : deposito sebesar Rp500.000.000,- dan bunga deposito sebesar 4,5 th x 19% x Rp500.000.000,- = Rp 427.500.000,- sehingga seluruhnya berjumlah Rp927.500.000,- (sembilan ratus dua puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah);
4. Menghukum kepada Para Tergugat secara tanggung renteng membayar bunga deposito untuk setiap tahunnya sebesar 19% x Rp 500.000.000,- sejak Mei 2011 hingga Para Tergugat membayar lunas seluruh kewajiban-nya;
5. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap putusan perkara ini;
6. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat I, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung dengan putusannya No.207/PDT/2012/PT.SMG. tanggal 1 Agustus 2012, dimana Majelis Hakim Tinggi membuat pertimbangan hukum tambahan, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setiap orang termasuk para Terbanding semula para Penggugat yang akan menyimpan atau meminjam uang tentunya akan melihat atau mempercayakan kepada suatu bank yang dianggap bonafide dalam hal ini para Terbanding semula para Penggugat mempercayakan menyimpan depositonya di PT. Bank Perkreditan Rakyat ARTHA NUGRAHA MAKMUR SEJAHTERA bukan kepada siapa orang (oknum) pegawai dalam Perseroan Terbatas Bank tersebut;
“Demikian pula bukan kepada Turut Terbanding semula Tergugat – II Direktur PT. Bank Perkreditan Rakyat ARTHA NUGRAHA MAKMUR SEJAHTERA karena ia hanyalah selaku wakil dari Perseroan Terbatas Bank tersebut.”
Selanjutnya Tergugat I mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mendalilkan bahwa Bukti P.1 sampai P.5 yang diajukan Penggugat tidak tercatat dalam Pembukuan Tergugat I.
Bukti P.1 sampai P.5 adalah deposito yang dicatat sendiri oleh Tergugat II dan menjadi tanggung-jawab tergugat II berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. Saksi juga menerangkan bahwa prosedur deposito yang benar adalah Deposan datang Ke BPR mengisi Aplikasi lalu menyerahkan fotocopy KTP dan setor uang ke kasir lalu bagian deposito memberikan bilyet yang ditandatangani oleh Pimpinan kepada Deposan.
Uang deposito sebagaimana disebutkan dalam bukti P.1 sampai P.5 yang diajukan oleh Penggugat tidak pernah diterima oleh Tergugat I, tetapi diterima sendiri oleh Tergugat II berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia dan pengakuan Tergugat II yang dikuatkan dengan pernyataan tertulis.
Tergugat I juga mengajukan Bukti berupa Putusan Pidana atas Tergugat II yang dalam Amar putusan ke-4 menyatakan secara jelas bahwa deposito milik Penggugat sebagaimana Bukti P1 sampai P5 tidak tercatat dalam register deposito Bank.
Tergugat I kemudian membuat dalil akrobatik yang cukup menarik, sebagai berikut:
“Sistem perlindungan perbankan kita akan hancur karena seorang Direktur Bank dapat bekerja sama dengan Nasabah untuk melakukan pembobolan uang masyarakat yang disimpan dalam bank dengan cara mengeluarkan deposito asli tetapi tidak dicatat dalam register bank untuk kemudian nasabah yang bersangkutan melakukan tuntutan kepada Bank tersebut.”
Terdapat dalil Tergugat I yang cukup mengena, yakni adanya unsur kesalahan berupa kelalaian dari pihak Penggugat selaku Deposan, tidak melaksanakan Prosedur karena dana depositonya diserahkan melalui rekening pribadi Tergugat II sehingga depositonya tidak tercatat dalam pembukuan Perbankan milik Pemohon Kasasi, sehingga yang bertanggung-jawab terhadap uang deposito milik Penggugat adalah Tergugat II selaku pribadi yang dikuatkan dengan penyerahan sertifikat atas sebidang tanah kepada para Penggugat sebagaimana bukti P-6 dari pihak Penggugat.
Putusan pidana atas Tergugat II dalam Amar putusan ke-4 menyatakan secara jelas bahwa deposito milik Penggugat sebagaimana Bukti P1 sampai P5 tidak tercatat dalam register deposito Bank, berhubung putusan pidana ini telah berkekuatan hukum tetap maka putusan tersebut seharusnya dijadikan dasar dalam mengambil keputusan Perdata guna memberikan kepastian hukum bagi para pihak, bukan dibuat saling bertentangan antara putusan pidana dan perdatanya, demikian sanggahan Tergugat I.
Status alat bukti berupa sertifikat deposito yang diajukan oleh para Penggugat, secara Pidana telah diputus berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 955/Pid.B/2008/PN.Smg tanggal 19 Maret 2009 dan telah berkekuatan hukum tetap, terbukti bahwa deposito yang diajukan para Penggugat sebagai Bukti dalam persidangan perkara ini adalah PALSU karena tidak tercatat dalam register Bank.
Dengan diajukan bukti deposito palsu di muka persidangan dan diterima Hakim Tingkat Pertama sebagai alat bukti surat/tulisan yang dianggap Sah, maka akan timbul permasalahan Hukum baru yang terus berkepanjangan, sehingga Tergugat I memang benar dapat saja melaporkan para Penggugat telah menggunakan Surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsukan berdasarkan Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Tergugat I menilai, yang semestinya diletakkan sita ialah objek jaminan sertifikat tanah yang telah diserahkan Tergugat II dan dijadikan bukti sebagai ganti terhadap kerugian yang diderita oleh Para Penggugat, tanpa membuat / menciptakan blunder hukum baru yang akan sangat merugikan para Penggugat.
Dimana terhadap sanggahan-sanggahan Tergugat I tersebut diatas, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan kasasi dari Penggugat tidak dapat dibenarkan, setelah meneliti memori kasasi dan kontra memori kasasi dihubungkan dengan putusan Judex Facti dalam perkara a quo ternyata Judex Facti tidak salah menerapkan hukum;
“Terbukti Tergugat I dan Tergugat II telah wanprestasi sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Judex Facti dengan tepat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : PT. Bank Perkreditan Rakyat Arthanugraha Makmur Sejahtera tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT ARTHANUGRAHA MAKMUR SEJAHTERA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.